Keindahan Raja Ampat (Sumber: travelingpapua.wordpress.com) |
Alam
Papua, tak ada yang membantah, menyimpan keindahan yang tiada tara. Wilayahnya
yang sebagian besar belum banyak terintervensi oleh manusia memberikan
keindahan eksotis yang memukau. Salah satu keindahan luar biasa yang mencuat
dari kawasan ini adalah perairan dan kepulauan Raja Ampat, Papua Barat.
Perairan
Raja Ampat tampak dan terasa teduh pada pertengahan bulan April. Ombak dan
arusnya jinak. Panorama gugusan pulau karang dan beningnya perairan di
kepulauan yang berada di ujung kepala burung Pulau Papua ini sungguh
menyejukkan mata.
Raja
Ampat tidak hanya menjadi tempat untuk menikmati keindahan, melainkan juga dapat
menjadi lokasi petualangan. “Saya kira Raja Ampat hanyalah tempat yang hanya
memiliki pantai-pantai yang indah, ternyata berwisata ke sini penuh dengan
petualangan,” kata Idayu Suparto, jurnalis dari Singapura, dalam Journalist
Visit Program yang diadakan Kementerian Luar Negeri RI.
Para
peserta menempuh perjalanan selama kurang lebih 1,5 jam menggunakan kapal feri
untuk menyeberang dari Sorong menuju Waisai di Pulau Waigeo. Dari Waisai, yang
merupakan ibu kota Kabupaten Raja Ampat ini, mereka masih menempuh perjalanan
dengan kapal selama sekitar empat jam untuk sampai ke Wayag.
Selama
perjalanan ke Wayag, mereka menyaksikan birunya langit, pulau-pulau karang,
ikan terbang yang berselancar di permukaan air, ikan bersirip merah, serta sekawanan lumba-lumba.
Sesampai di Wayag, mereka memanjat bukit karang terjal selama sekitar 30 menit
untuk mencapai puncak agar dapat melihat panorama gugusan Pulau Wayag yang
tersohor. Dari bukit karang di Pulau Wayag, mereka dapat menikmati panorama
seluruh Raja Ampat.
Raja
Ampat tergelar dengan banyak sisi dan sudut yang terangkum dalam bingkai
keindahan yang menawan. Keindahan luar biasa bisa disaksikan dari sana. “Dari
atas, saya melihat surga. Ini merupakan pemandangan terindah yang pernah saya saksikan,”
kata Sopheak Khuon, pewarta asal Kamboja.
·
Tradisi Sasi
Pesona
Raja Ampat bukan sekadar Wayag yang sering disebut orang “ikonik dan fotogenik”,
yang kerap menghiasi kalender dan halaman depan kampanye pariwisata Indonesia,
melainkan juga masyarakat setempat yang berupaya menjadi garda terdepan dalam menjaga
kelestarian firdaus bahari di Indonesia Timur itu. Masyarakat adat di Raja
Ampat memiliki kearifan lokal melalui tradisi yang disebut ‘sasi laut’. Sasi laut
merupakan aturan tak tertulis yang melarang penangkapan hewan laut pada
waktu-waktu tertentu.
Tradisi
turun-temurun itu diwariskan leluhur mereka untuk menjaga keseimbangan
kehidupan hewan laut dari penangkapan (eksploitasi) yang berlebihan. Dalam
kurun waktu-waktu tertentu, bisa tiga bulan, enam bulan, atau bahkan satu
tahun, dengan kesadaran diri karena aturan adat, nelayan tidak melakukan
penangkapan ikan dan hewan laut. Setelah masa yang ditentukan lewat, nelayan diperbolehkan
memancing kembali di laut.
Selain
tradisi sasi laut, masyarakat setempat juga memiliki tradisi lain yang mirip
untuk menjaga kelestarian lingkungan, yakni ‘sasi darat’. Berdasarkan tradisi
terakhir ini, masyarakat tidak boleh menebang pohon atau mengambil buah dari
hutan untuk dikonsumsi. Masyarakat diperbolehkan mengambil kayu di hutan, tetapi
sebatas untuk dipakai sendiri, tidak untuk dijual keluar dari Raja Ampat. Hal
ini membuat hutan di Kepulauan Raja Ampat hingga kini tetap hijau, rimbun, dan
asri sehingga menjadi suaka yang aman bagi berbagai spesies burung, seperti cendrawasih,
murai batu, bangau, dan elang.
Kabupaten
Raja Ampat memiliki luas kurang lebih 46.000 kilometer persegi. Dari luas ini,
kurang lebih 87 persennya merupakan laut. Menurut catatan Conservation
International, perairan Raja Ampat menjadi rumah bagi kurang lebih 75 persen
spesies karang dunia. Karang-karang ini menjadi sumber makanan, mata
pencaharian, dan tempat berlindung dari badai tropis bagi sekitar 65.000
penduduk yang bermukim di 121 kampung yang tersebar di 37 pulau.
(Sumber: Antara dan https://travel.tempo.co, Sabtu,
23 April 2016, 06.00 WIB)