Senin, 18 Maret 2019

Tegar dan Percaya Diri dalam Hubungan Internasional


Oleh Akhmad Zamroni
   
Hubungan internasional yang dilakukan Indonesia (https://nasional.kompas.com)
    Dalam era global, hubungan dan kerja sama antarnegara di dunia kini memasuki babak baru. Setiap negara dituntut untuk menjalin hubungan dan melakukan kerja sama dalam upaya menjaga keberadaan dan kelangsungan hidupnya. Negara yang mencoba melepaskan dan menutup diri dari semua negara lain dapat mengalami keterpencilan, kemandekan, dan keterbelakangan.
    Korea Utara, negara komunis ortodoks yang sangat tertutup dari negara-negara lain, rakyatnya pernah mengalami bencana kelaparan yang parah. Kuba dan Myanmar yang juga cenderung tertutup mengalami kemandekan ekonomi. Ketiga negara ini mengalami banyak kemandekan, padahal sebenarnya tidak sama sekali menghindar dari hubungan dan kerja sama dengan negara lain. Mereka mengalami nasib kurang beruntung hanya karena mereka menjalin hubungan dan kerja sama yang sangat terbatas dengan negara-negara lain. Mereka cenderung hanya menjalin hubungan dan melakukan kerja sama dengan negara-negara lain yang seideologi dan sehaluan.
    Sebagai negara netral yang menganut prinsip bebas aktif, Indonesia sudah mengambil sikap yang tepat dalam melakukan hubungan dan kerja sama internasional. Indonesia menjalin hubungan diplomatik dan kerja sama dalam berbagai bidang dengan banyak sekali negara lain tanpa memandang perbedaan ideologi dan blok. Indonesia juga berpartisipasi secara aktif dalam upaya menciptakan perdamaian dunia.
    Persoalannya adalah, dalam hubungan internasional, terbuka peluang terjadinya dominasi atau hegemoni dari negara-negara tertentu terhadap negara lain. Dominasi atau hegemoni seringkali dilakukan oleh negara-negara yang kuat dan besar (secara politik dan ekonomi) dengan menanamkan pengaruh dan kekuasaannya. Upaya menanamkan pengaruh dan kekuasaan yang dilakukan pun tidak jarang bertentangan dengan prinsip-prinsip hubungan internasional, misalnya, dengan cara intervensi (campur tangan) terhadap urusan dalam negeri suatu negara.
    Sebagai negara yang juga menjalin hubungan dan kerja sama dengan negara-negara besar dan kuat, Indonesia beberapa kali pernah menerima perlakuan seperti itu. Terhadap hal ini, Indonesia wajib bersikap tegar dan percaya diri dengan cara menolak dan menentangnya. Melalui pemerintah yang sedang memimpin, Indonesia harus secara tegas dan tanpa kompromi menyatakan penolakan terhadap segala bentuk intervensi terhadap urusan dalam negeri kita dari negara lain mana pun.

Bendera negara-negara di dunia (https://siraitnews.com)

    Penolakan dan penentangan tanpa kompromi terhadap intervensi dari negara lain merupakan cermin
sikap tegar dan percaya diri yang semestinya diambil. Kita harus berprinsip bahwa penolakan dan penentangan Indonesia terhadap segala bentuk intervensi dari negara lain merupakan harga mati yang tidak dapat diubah. Sambil memegang prinsip itu, kita tetap percaya diri bahwa kita memiliki kemampuan dan kekuatan untuk mempertahankan diri dari berbagai kemungkinan buruk yang bisa terjadi sebagai akibat penolakan kita terhadap intervensi negara lain.
    Indonesia harus tetap pada pendirian bahwa urusan dalam negeri kita merupakan urusan interen yang tidak dapat dicampuri oleh negara dan kekuatan internasional lain. Menyerah pada intervensi negara atau kekuatan internasional lain mencerminkan sikap rapuh, lembek, dan rendah diri. Sikap ini, cepat atau lambat, akan menjerumuskan kita pada penghambaan terhadap negara lain, menyerahkan nasib bangsa dan negara dalam pengendalian negara lain, serta yang terburuk menyebabkan negara kita menjadi objek imperialisme (penjajahan) gaya baru.
    Sikap semacam itu jelas sangat bertentangan dengan tujuan pembentukan dan pendirian negara sebagaimana yang tercantum dalam konstitusi negara kita. Sikap tersebut juga menyalahi prinsip dan pandangan negara kita tentang nilai-nilai kemerdekaan. Ketidaktegasan dan ketidakberanian menolak dan menentang intervensi negara lain merupakan wujud sikap pengecut dan pengkhianatan terhadap perjuangan para pahlawan bangsa, para pendiri negara, serta negara proklamasi 17 Agustus 1945.
    Intervensi terhadap negara lain merupakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip hubungan internasional. Setiap negara, termasuk tentunya Indonesia, memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri sehingga berhak pula melakukan penolakan dan penentangan jika terjadi intervensi dari negara lain. Merujuk pada prinsip ini, Indonesia perlu memperkuat ketegasan sikap penolakan dan penentangannya terhadap intervensi jika suatu saat benar-benar terjadi dan menimpa kita.
    Bangsa dan negara kita memiliki sumber daya manusia dan sumber daya alam yang cukup untuk mempertahankan diri tidak hanya dari intervensi, melainkan juga dari (kemungkinan) agresi negara lain dan blokade sekelompok negara tertentu yang tak bertanggung jawab. Kita memiliki angkatan bersenjata (TNI) dan kepolisian (Polri) yang terlatih.  260-an juta penduduk juga siap berada di belakang TNI dan Polri untuk memberi dukungan dalam berbagai bentuk. Sumber daya alam yang kita miliki juga sangat melimpah (minyak bumi, gas, batu bara, panas bumi, emas, tembaga, timah, kelapa sawit, karet, rotan, dan sebagainya) serta dapat digunakan untuk bertahan jika mengalami blokade dari kekuatan internasional lain.


Tegar dan Percaya Diri Menghadapi Perdagangan Bebas

Oleh Akhmad Zamroni

Ilustrasi perdagangan bebas (free trade) (Sumber: https://jendelanasional.id)


    Sistem ekonomi yang berlaku luas secara internasional pada era global tidak lain adalah perdagangan bebas (free trade). Sitem ini menjadi pembicaraan hangat di kalangan para pemimpin negara-negara di dunia pada tahun 1990-an, kemudian sejak akhir tahun 1990-an mulai diberlakukan secara terbatas di beberapa kawasan dunia. Dan sekarang, saat kehidupan masyarakat internasional memasuki abad ke-21, sistem perdagangan bebas sudah diberlakukan secara luas di berbagai belahan dunia.
    Diberlakukannya sistem perdagangan bebas dapat dikatakan adalah cermin kemenangan kapitalisme atau liberalisme dalam perekonomian internasional. Sistem perdagangan bebas mirip dengan sistem kapitalisme, yakni sistem yang menekankan berlakunya persaingan bebas tanpa diikat banyak peraturan dalam bentuk pajak dan persyaratan administrasi lainnya. Sistem ini mengharuskan setiap negara dan para pelaku perdagangan benar-benar siap dalam menghadapi persaingan. Mereka dituntut dapat menghasilkan komoditas (barang atau jasa) berkualitas tinggi sehingga akan mampu bersaing dengan baik (kompetitif).
    Secara kompetisi atau dilihat dari segi persaingan, sistem perdagangan bebas sebenarnya memiliki sifat positif karena memacu setiap pelaku bisnis dan negara untuk meningkatkan kemampuannya dalam menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas tinggi. Melalui perdagangan bebas, setiap negara dan pelaku bisnis diingatkan untuk memperbaiki keterampilan atau kecakapan dalam membuat produk. Akan tetapi, dari segi keadilan bisnis, perdagangan bebas dianggap kurang peduli terhadap nasib negara dan pelaku bisnis miskin dan terbelakang yang belum memiliki kemampuan bersaing secara bebas. Di satu sisi, perdagangan bebas dianggap lebih mengutamakan kepentingan negara dan pelaku bisnis besar dan kuat yang sudah mempunyai kemampuan bersaing yang tinggi, tetapi di sisi lain dipandang kurang memperhatikan kepentingan negara dan pelaku bisnis kecil dan lemah yang baru belajar melakukan persaingan secara bebas.
    Oleh sebab itu, sistem perdagangan bebas seringkali dikritik dan dianggap tidak adil. Oleh beberapa kalangan, sistem ini diperkirakan akan mengakibatkan terjadinya ketimpangan baru dalam perekonomian dunia. Negara dan pelaku bisnis yang besar dan kuat akan kian berjaya, sementara negara dan pelaku bisnis yang kecil dan lemah akan makin terpuruk. Bahkan, sistem perdagangan bebas dianggap dan dikhawatirkan akan melahirkan penjajahan gaya baru (neokolonialisme) oleh negara dan pelaku bisnis yang besar dan kuat terhadap negara dan pelaku bisnis yang kecil dan lemah.

Bongkar muat ekspor-impor (Antara-Rivan Awal Lingga)

    Sebagai negara yang turut terlibat dalam
perdagangan bebas, Indonesia tentu akan ikut terkena akibat-akibat yang mungkin timbul dari sistem ini. Cepat atau lambat, langsung atau tidak langsung, Indonesia akan ikut terkena dampak-dampaknya. Dalam beberapa tahun terakhir ini saja, misalnya, akibat berlakunya sistem perdagangan bebas, pasar barang dan jasa di negara kita banyak dibanjiri produk impor dari berbagai negara lain. Hal ini menyebabkan terdesaknya produk-produk barang dan jasa dari dalam negeri.
    Akan tetapi, terhadap keadaan itu kita harus tetap tegar dan percaya diri akan masa depan produksi (barang dan jasa) dalam negeri. Kekhawatiran yang sempat muncul mengenai kelangsungan hidup dunia usaha di dalam negeri akibat berlakunya sistem perdagangan bebas, sebaiknya tidak dibesar-besarkan hingga berkembang menjadi kepanikan yang dapat menyebabkan terjadinya kemelut dan krisis. Kekhawatiran harus diredam dengan sikap tenang dan pikiran positif bahwa dalam menghasilkan produk kita sesungguhnya memiliki kemampuan bersaing yang cukup baik.
    Hal yang dapat kita jadikan pegangan adalah fakta bahwa terutama barang-barang produksi Indonesia cukup laku dan diminati di pasar internasional. Selama ini, kita dapat mengekspor ke banyak negara berbagai jenis barang –– baik dalam bentuk bahan mentah maupun barang jadi –– seperti minyak mentah, gas alam, batu bara, timah, tekstil, garmen, mebel, kelapa sawit, karet, kayu lapis, kopi, dan ikan. Hal ini menunjukkan bahwa barang-barang produksi Indonesia sesungguhnya mampu bersaing dengan barang produksi negara-negara lain.
    Anggapan bahwa barang dan jasa produk Indonesia kurang berkualitas sebenarnya lebih merupakan anggapan yang dihinggapi “penyakit” inferior dan rendah diri. Anggapan ini dapat dikatakan sebagai ironi yang memprihatinkan sebab justru muncul dari kalangan masyarakat kita sendiri dan tidak dari kalangan internasional. Beberapa kalangan di negara kita gemar menggunakan barang dan jasa produksi luar negeri karena menganggap barang dan jasa produksi Indonesia tidak berkualitas, padahal faktanya barang dan jasa produksi Indonesia dibeli dan digunakan oleh masyarakat dari berbagai negara di dunia.
    Oleh sebab itu, terkait dengan berlakunya sistem perdagangan bebas, kiranya kita harus berpikir dan mengkaji ulang mengenai keberadaan barang dan jasa produksi kita sendiri. Kegemaran menggunakan barang dan jasa produksi luar negeri dalam banyak kasus sebenarnya lebih merupakan sikap snobis yang harus ditinggalkan. Untuk menyelamatkan barang dan jasa produksi kita sendiri sekaligus menjaga kemampuan bersaing dalam perdagangan bebas serta menunjukkan kecintaan terhadap bangsa dan negara, kita harus senantiasa lebih memilih memakai barang dan jasa produksi dalam negeri daripada produksi luar negari. Kita harus sadar serta bersikap percaya diri dan realistis bahwa barang dan jasa produksi Indonesia yang kita pakai sebenarnya menunjukkan kelayakan untuk dikonsumsi karena memang memiliki kualitas yang memadai (karena di luar negeri pun banyak digunakan oleh warga asing).