Kamis, 24 Agustus 2017

Pengertian dan Tindakan yang Tergolong Korupsi

Oleh Akhmad Zamroni
Sumber: infonawacita.com
Bagaimanakah perasaan Anda saat mendengar kata “korupsi”? Apakah biasa-biasa saja atau merasakan getaran yang luar biasa? Mengapa tindak korupsi begitu merajalela di negara kita? Siapakah yang rugi akibat banyaknya tindak korupsi? Dapatkah korupsi dihilangkan dari Indonesia?
Sudah bukan rahasia lagi, korupsi di Indonesia menjadi fenomena yang luar biasa. Begitu banyak kasus korupsi terjadi di negara kita, sementara pemberantasan terhadapnya dirasakan sangat sulit membuahkan hasil yang memuaskan. Korupsi adalah perbuatan yang dianggap tercela, tetapi kenyataannya dilakukan oleh banyak sekali orang, dari pejabat tinggi negara, anggota lembaga perwakilan rakyat, anggota lembaga tinggi negara, aparat hukum, bankir, pengusaha, pejabat rendahan di tubuh pemerintah, sampai orang-orang awam yang tak punya jabatan.
Sejak zaman Orde Lama, Orde Baru, hingga era reformasi sekarang ini, korupsi masih terus dilakukan banyak kalangan. Akibat korupsi, rakyat dan negara mengalami kerugian yang tak terkirakan besarnya. Ratusan atau ribuan triliun rupiah uang negara diperkirakan lenyap dan masuk ke kantong para koruptor. Hilangnya uang dalam jumlah begitu besar akibat korupsi menyebabkan pembangunan tidak berjalan maksimal, banyak terjadi ketimpangan pendapatan di tengah masyarakat, muncul ketidakadilan di mana-mana, serta banyak masyarakat miskin dan terbelakang tidak dapat menikmati hasil-hasil pembangunan dengan semestinya.
Sumber: assets-a1.kompasiana.com
Di Indonesia korupsi seringkali terlihat sebagai hal yang “aneh”. Korupsi jelas-jelas merupakan perbuatan yang tercela, tindakan yang melanggar norma agama dan hukum, terbukti menimbulkan kerugian sangat besar, dikutuk banyak orang, dan semua pihak (seolah-olah) menyatakan perang terhadapnya, tetapi faktanya korupsi masih tetap saja sulit dicegah dan ditanggulangi. Yang lebih “menakjubkan”, aparat hukum (polisi, jaksa, dan hakim) yang seharusnya menjadi pelopor gerakan pemberantasan korupsi, malah banyak sekali yang terseret ikut mempraktikkan korupsi. Setiap ada kasus korupsi dicoba diselesaikan lewat pengadilan, maka cenderung akan terjadi kasus korupsi baru karena para aparat hukum yang bertugas akan turut melakukan korupsi dengan suap-menyuap atau persekongkolan dengan imbalan uang.
Sebenarnya, apakah yang disebut korupsi itu? Perbuatan yang bagaimanakah yang digolongkan sebagai korupsi? Perbuatan-perbuatan apa sajakah yang memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai tindak korupsi? Bagaimana cara kita mengenali dan menentukan suatu perbuatan sebagai tindak korupsi?
Secara umum dapat dikatakan bahwa korupsi merupakan tindak penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara, perusahaan, lembaga, atau organisasi untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Korupsi mengandung pengertian mengambil uang atau harta benda milik pihak lain  (biasanya negara, perusahaan, organisasi, atau individu) tanpa sepengetahuan pemiliknya demi keuntungan dan kepentingan diri sendiri atau orang lain. Dalam pengertian luas, korupsi mencakup juga beberapa perbuatan negatif lain, seperti suap-menyuap, memperbesar anggaran dan biaya di atas ketentuan yang semestinya, memanfaatkan jabatan secara tidak sah untuk memperoleh imbalan dari pihak lain, serta menggunakan fasilitas untuk diri sendiri atau orang lain tanpa seizin pemiliknya.

Sumber: 1.bp.blogspot.com

Pengertian tersebut hampir sama dengan penggolongan perbuatan korupsi yang terdapat dalam UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam undang-undang ini beberapa perbuatan yang digolongkan sebagai tindak korupsi dan dapat dikenai hukuman, antara lain, sebagai berikut:
·        secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
·       bertujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi serta menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
·       melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan perbuatan korupsi;
·       di luar wilayah negara Indonesia memberikan bantuan, kesempatan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya perbuatan korupsi.

Berdasarkan pengertian dan penggolongan tersebut dapat dikatakan bahwa korupsi tidak hanya berciri perbuatan yang langsung bersifat menyelewengkan keuangan atau kekayaan negara, perusahaan, organisasi, atau lembaga. Perbuatan lain yang bersifat membantu, mendukung, dan memungkinkan terjadinya perbuatan korupsi pun digolongkan sebagai tindak pidana korupsi. Dengan mengetahui ciri dan sifat korupsi tersebut, maka kita dapat menentukan suatu perbuatan termasuk korupsi atau atau tidak, serta dengan demikian, dapat pula berpartisipasi aktif mencegah dan menanggulangi terjadinya korupsi di Indonesia.

Peraturan Perundang-Undangan Antikorupsi

Oleh Akhmad Zamroni

Sumber: 3.bp.blogspot.com
Sebagai kaidah yang digunakan untuk menjerat tindak pidana korupsi, peraturan perundang-undangan antikorupsi menjadi landasan hukum dalam pemberantasan korupsi. Keberadaannya memberi wewenang kepada aparat hukum untuk melakukan serangkaian tindakan tertentu yang diperlukan dalam upaya memberantas korupsi, seperti menyita harta benda milik tersangka, menahan dan mengadili terdakwa, serta menjatuhkan hukuman kepada  terpidana kasus korupsi. Selain itu, oleh karena memuat ketentuan tentang pengertian tindak pidana korupsi serta perbuatan-perbuatan yang digolongkan sebagai korupsi, peraturan perundang-undangan antikorupsi juga menjadi acuan dalam menilai perbuatan-perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi atau tidak sehingga memudahkan aparat hukum untuk mengambil tindakan-tindakan hukum.
Singkatnya, peraturan perundang-undangan antikorupsi menjadi pedoman dan arahan untuk melakukan berbagai tindakan yang diperlukan dalam upaya pemberantasan korupsi. Keberadaannya menyebabkan tindakan-tindakan yang dilakukan aparat hukum untuk melakukan tindakan apa pun dalam pemberantasan korupsi menjadi sah dan dapat dibenarkan. Tindakan-tindakan aparat hukum tersebut dinilai sah dan dapat dibenarkan tentunya selama tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam peraturan perundang-undangan antikorupsi.
Peraturan perundang-undangan antikorupsi di negara kita sendiri umumnya berbentuk undang-undang. Pada tahun 1971, Indonesia sebenarnya sudah memiliki peraturan perundang-undangan antikorupsi, yakni UU No. 3/1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang ini berlaku pada masa pemerintahan Orde Baru dan praktis tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena korupsi pada saat itu tetap berlangsung dengan gencar dan sulit diatasi.

Sumber: http poskotanews.com
Untuk memenuhi tuntutan keadaan, peraturan perundang-undangan antikorupsi mengalami beberapa kali perubahan. Terutama setelah Orde Baru tumbang dan gerakan reformasi digulirkan pada tahun 1998, peraturan perundang-undangan antikorupsi yang lebih baru dan beragam dibuat, sementara bentuknya juga tidak lagi hanya berupa undang-undang. Beberapa peraturan perundang-undangan antikorupsi yang diberlakukan sejak Indonesia memasuki era reformasi serta upaya pemberantasan korupsi menjadi lebih ditingkatkan, antara lain, sebagai berikut:
·          Tap No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme;
·          Tap No. VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
·          UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
·          UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
·          UU No. 20/2001 tentang Perubahan atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
·          UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
·          UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
·          Inpres No. 5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.

Pengertian dan Kegunaan Sikap Antikorupsi

Oleh Akhmad Zamroni
Sumber: kumitukonsultan.com

Telah disinggung perihal kampanye perang terhadap korupsi sebagai bagian dari upaya pemberantasan korupsi. Kampanye perang terhadap korupsi berawal dari sikap antikorupsi. Jika korupsi merupakan tindak kejahatan yang hendak diberantas, maka antikorupsi merupakan sikap yang harus diambil untuk mendorong tumbuhnya upaya nyata dalam memberantas korupsi. Dengan kata lain, sikap antikorupsi merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari upaya pemberantasan korupsi.
Apakah yang disebut sikap antikorupsi? Mengapa sikap antikorupsi penting untuk diambil? Siapa saja yang harus mengambil sikap antikorupsi? Apa kegunaan sikap antikorupsi? Seberapa besar sikap antikorupsi berperan dalam upaya pemberantasan korupsi di negara kita?
Ungkapan antikorupsi terbentuk dari kata ‘anti-’ dan ‘korupsi’. Kata anti- berarti menentang, melawan, menolak, atau tidak setuju. Adapun pengertian korupsi  sudah dijelaskan. Dengan begitu, sikap antikorupsi tidak lain ialah sikap yang menentang, melawan, menolak, tidak menghendaki, atau tidak setuju terhadap perbuatan korupsi.
Sumber: www.beritamoneter.com
Munculnya sikap menentang, melawan, menolak, atau tidak setuju terhadap tindak korupsi tentunya memiliki latar belakang tersendiri. Sikap tersebut tidak muncul dengan sendirinya. Dalam kasus di Indonesia, sikap tersebut muncul karena didorong oleh fakta bahwa korupsi adalah perbuatan tercela yang melanggar norma (terutama norma hukum dan agama), merugikan rakyat dan negara, menghambat pembangunan, menimbulkan ketidakadilan, serta menyebabkan ketimpangan kesejahteraan.
Oleh karena sifatnya yang bertentangan dengan norma serta dampaknya yang menimbulkan banyak hal negatif, korupsi kemudian menjadi perbuatan yang hendak diberantas. Maka, sikap antikorupsi akhirnya tidak dapat dilepaskan dengan keinginan untuk memberantas korupsi. Dengan kata lain, dalam upaya memberantas korupsi, mau tidak mau, harus diambil sikap antikorupsi, yakni sikap menentang, melawan, menolak, atau tidak setuju terhadap korupsi. Keinginan untuk memberantas sesuatu pasti dimulai dari sikap menentang atau menolak sesuatu yang hendak diberantas itu. Suatu perbuatan hendak diberantas karena lazimnya perbuatan itu ditentang atau tidak disukai; maka demikianlah pula dengan keinginan untuk memberantas korupsi.
Dalam praktiknya atau pelaksanaannya, untuk memberantas korupsi, sikap antikorupsi harus diambil oleh segenap aparat hukum, aparat pemertintah, warga masyarakat, dan unsur-unsur bangsa yang lain. Keharusan untuk mengambil sikap antikorupsi disyaratkan dalam rangka mewujudkan dua hal yang sangat diperlukan dalam upaya pemberantasan korupsi. Kedua hal itu adalah, pertama, menumbuhkan perilaku yang tidak korup (perbuatan yang terhindar dari korupsi) dan, kedua, mendorong munculnya kemauan yang nyata dan sungguh-sungguh untuk memberantas korupsi.

Sumber: www.panjimas.com
Dengan demikian, sikap antikorupsi berguna dalam upaya pemberantasan korupsi. Sikap antikorupsi menjadi modal semangat dan energi dalam  memberantas korupsi. Dengan bersikap antikorupsi, di sisi satu kita akan menghindarkan diri dari perbuatan korupsi serta di sisi lain akan berusaha melenyapkan korupsi dari tengah kehidupan masyarakat dan bangsa.
Untuk selanjutnya, sikap antikorupsi diharapkan akan memacu kesadaran dan kesediaan semua pihak untuk melakukan tindakan-tindakan nyata dalam memberantas korupsi. Sikap antikorupsi, selain akan mendorong semua pihak untuk berusaha menjauhkan diri dari perbuatan korupsi, juga diharapkan merangsang munculnya aksi-aksi langsung dalam memberantas korupsi. Aksi-aksi tersebut, antara lain, diwujudkan dalam bentuk ikut aktif melaporkan kasus-kasus korupsi kepada aparat yang berwenang, mengontrol jalannya pemerintahan agar terhindar dari korupsi, mengajak berbagai pihak lain untuk menjauhi korupsi, mengajukan tuntutan agar kasus-kasus korupsi ditangani melalui pengadilan secara adil dan benar, serta memberi keterangan atau kesaksian dalam pengadilan kasus korupsi.

Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia

Oleh Akhmad Zamroni

Sumber: stranasppk.bappenas.go.id

Sebagai tindak kejahatan yang sangat merugikan rakyat dan negara, korupsi di negara kita dinyatakan hendak diberantas habis sampai ke akar-akarnya. Biarpun korupsi terus-menerus terjadi serta telah merambah hampir semua lapisan masyarakat, bangsa Indonesia tidak pernah kehabisan orang-orang bersih yang antikorupsi, yang bertekad bulat untuk membasmi korupsi. Kalangan yang masih menaruh kepedulian akan pentingnya kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang bebas dari korupsi telah menyatakan perang terhadap korupsi.
Upaya pemberantasan korupsi tiada henti-hentinya digalakkan. Upaya tersebut makin ditekankan dan ditingkatkan intensitasnya pada saat kehidupan bangsa kita memasuki era reformasi pada tahun 1998. Bahkan pemberantasan korupsi dijadikan salah satu agenda utama gerakan reformasi. Tekad untuk membasmi korupsi muncul makin kuat serta undang-undang antikorupsi pun diperbarui agar lebih berdaya guna sebagai alat untuk mencegah dan menanggulangi kasus-kasus korupsi.
Apa saja upaya-upaya yang dilakukan di negara kita untuk memberantas korupsi? Upaya utama untuk memberantas korupsi tentu saja dilakukan melalui penegakan hukum. Upaya lain yang juga dilakukan adalah kampanye perang terhadap korupsi serta perbaikan kesejahteraan para aparat hukum dan pemerintah. Berikut ini diuraikan lebih terperinci upaya-upaya pemberantasan korupsi di negara kita.
A.  Penegakan Hukum
Upaya pemberantasan korupsi lewat penegakan hukum dilakukan dengan memperkuat fungsi dan efektivitas hukum dalam mencegah dan menanggulangi terjadinya kasus korupsi. Peraturan hukum dibuat kuat, jelas, dan tegas. Dalam pelaksanaannya, peraturan tersebut diberlakuan dengan konsisten, konsekuen, dan tanpa pandang bulu untuk menangani kasus-kasus korupsi yang terjadi serta mencegah munculnya kasus-kasus serupa pada masa-masa yang akan datang.
Sasaran pokok dari upaya pemberantasan korupsi lewat penegakan hukum ini adalah mengurangi, menekan secara drastis, dan jika memungkinkan, melenyapkan sama sekali korupsi dari bumi Indonesia. Untuk mencapai target yang sangat berat tersebut, hukum di negara kita diharuskan  mampu  memberikan putusan-putusan (vonis)  yang adil dan benar. Artinya, lewat lembaga pengadilan, hukum kita senantiasa harus mampu memberikan vonis yang tepat, yakni memberi hukuman yang setimpal kepada para pelaku korupsi, memberi rasa keadilan kepada masyarakat luas, dan mengungkap kasus korupsi yang terjadi dengan sebenar-benarnya.
Sumber: assets-a2.kompasiana.com
Jika hukum kita mampu memainkan fungsinya seperti itu, akan muncul efek besar yang sangat bermanfaat, yakni para pelaku korupsi akan kian jera, para calon pelaku korupsi akan berpikir berkali-kali untuk melakukan korupsi, masyarakat akan tambah proaktif mendukung upaya pemberantasan korupsi, serta dari waktu ke waktu kasus korupsi akan makin berkurang. Jika hal itu terwujud, maka upaya pemberantasan korupsi lewat penegakan hukum akan dapat berjalan lebih efektif dan diharapkan akan membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan. 
Namun, usaha menciptakan hukum kita yang mampu berfungsi semacam itu juga bukan merupakan hal yang gampang. Upaya itu haruslah disertai dengan upaya lain sebagai pendukungnya. Upaya untuk mewujudkan hukum yang dapat berfungsi efekfit dalam pemberantasan korupsi, antara lain, dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.
·          Aparat hukum (terutama hakim) yang menangani kasus korupsi dipilih yang memiliki catatan karier yang bersih (bebas dari korupsi dan kolusi), memiliki moral yang tinggi, memiliki kepedulian tak meragukan dalam memberantas korupsi, profesional, berpengalaman, jujur, serta terbukti dalam tugas sebelumnya mampu membuat putusan-putusan (vonis) yang adil dan benar.
·          Peraturan perundang-undangan tentang korupsi dibuat dengan isi (ketentuan-ketentuan) yang jelas, ketat, pasti, tegas, dan keras dalam mengartikan, memberikan ciri, dan menggolongkan tindak pidana korupsi serta memberikan sanksi terhadap tindak pidana korupsi.
·          Peradilan korupsi dibuat dengan sistem khusus yang dapat memungkinkan terwujudnya peradilan korupsi yang bersih, independen, serta mampu menjalankan tugas dengan prinsip-prinsip hukum semata-mata demi tegaknya keadilan dan kebenaran serta kebaikan bangsa dan negara.
B.  Kampanye Perang terhadap Korupsi
Sejak krisis hebat melanda Indonesia tahun 1997–1999, masyarakat dan bangsa kita makin disadarkan akan hebatnya bahaya korupsi. Krisis tersebut diyakini muncul terutama akibat korupsi sistematis dan besar-besaran yang dilakukan pemerintah Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto. Kesadaran akan besarnya bahaya korupsi segera memicu prakarsa untuk mencetuskan pernyataan dan kampanye perang terhadap korupsi di Indonesia.
Kampanye perang terhadap korupsi  terutama digelorakan  oleh para tokoh dan pemimpin gerakan reformasi, kalangan yang peduli terhadap upaya pembaruan, dan para mahasiswa. Kampanye perang terhadap korupsi dilakukan serentak melalui berbagai jalur  –– seperti tulisan di media massa, seminar, dialog, mimbar bebas, dan demonstrasi –– sebagai bagian dari upaya memberatas korupsi di Indonesia. Kampanye perang terhadap korupsi, antara lain, dilakukan dalam bentuk memberi-kan tekanan dan mengajukan tuntutan sebagai berikut.
Sumber: beritamoneter.com

·         Masyarakat diberi pengertian dan kesadaran tentang buruk dan besarnya bahaya korupsi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta diajak untuk turut aktif memerangi korupsi dan mengawasi jalannya penyelenggaraan negara oleh pemerintah.
·         Para pelaku korupsi pada masa pemerintahan Orde Baru harus ditangkap dan diseret ke depan pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya serta jika terbukti melakukan korupsi harus dijatuhi hukuman yang setimpal serta diwajibkan mengembalikan uang negara yang mereka korupsi.
·         Untuk mencegah terjadinya kasus korupsi pada masa yang akan datang, perlu diberlakukan sanksi hukuman yang seberat-beratnya terhadap para pelaku korupsi, dengan di antaranya perlu dipertimbangkan penerapan hukuman mati bagi pelaku korupsi yang mengakibatkan kerugian (keuangan) negara dalam jumlah minimal tertentu.
·         Untuk mewujudkan lahirnya putusan-putusan pengadilan yang adil dan benar dalam penanganan kasus korupsi, harus diciptakan peradilan yang bebas dan independen serta dipilih para hakim yang bersih, jujur, dan profesional dalam menjalankan tugas mengadili kasus-kasus korupsi.
C.  Perbaikan Kesejahteraan Aparat Hukum dan Pemerintah
Banyak kalangan menduga bahwa salah satu faktor yang menyebabkan begitu luasnya korupsi terjadi adalah kurang terjaminnya kesejahteraan para aparat hukum dan pemerintah. Korupsi di Indonesia memang umumnya terjadi justru di tubuh hukum dan pemerintahan. Para aparat hukum dan pemerintah diduga melakukan korupsi, antara lain, karena gaji mereka kurang memadai.
Terlepas benar atau tidaknya dugaan tersebut, yang jelas sejak memasuki era reformasi, negara telah beberapa kali menaikkan gaji dan tunjangan para aparat hukum dan pegawai pemerintah. Para anggota DPR dan DPRD juga telah beberapa kali menikmati hal yang sama. Menaikkan gaji dan tunjangan para aparat dan para wakil rakyat di DPR dan DPRD diyakini dapat membantu upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Terjaminnya kesejahteraan pihak-pihak yang bertugas mengurus penyelenggaraan negara itu setidaknya diharapkan dapat mengurangi kecenderungan mereka untuk melakukan korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai Lembaga Antikorupsi

Oleh Akhmad Zamroni
Sumber: cdnimage.terbitsport.com
Selama ini, negara kita sebenarnya sudah memiliki lembaga-lembaga yang bertugas dan berwenang menangani masalah korupsi. Lembaga-lembaga seperti kepolisian, kejaksaan, kehakiman, dan pengadilan yang tugas dan wewenangnya menangani masalah hukum dan kriminalitas secara umum juga diserahi tanggung jawab untuk melakukan upaya pemberantasan korupsi. Upaya mengatasi korupsi menjadi bagian dari tanggung jawab lembaga-lembaga tersebut karena persoalan korupsi tergolong persoalan kejahatan dan hukum.
Namun, selama bertahun-tahun diserahi tanggung jawab untuk melakukan pemberantasan korupsi, lembaga-lembaga itu dinilai tidak kunjung mampu menghasilkan kinerja yang memuaskan. Lembaga-lembagan itu dinilai beberapa kalangan telah gagal melakukan upaya pemberantasan korupsi serta bahkan ikut terseret menjadi pelaku korupsi dan menjadi sarang koruptor. Sementara itu, dari waktu ke waktu tindak korupsi makin menunjukkan gejala makin meningkat serta kian menyebar ke berbagai bidang kehidupan dan merambah ke hampir semua lapisan masyarakat.
Oleh karena itu, pada tahun 1999 muncul ide untuk membentuk lembaga khusus antikorupsi di luar lembaga konvensional yang sudah ada. Melalui UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan didukung dengan UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dibentuk lembaga khusus antikorupsi dengan nama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK dibentuk tanggal 27 Desember 2002 sebagai lembaga independen, yaitu bebas dari pengaruh dan campur tangan pihak mana pun (termasuk pemerintah), serta memiliki kewenangan yang luas (lebih luas dari kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman).


Sumber: cdn.tempo.co
Dibentuknya KPK terutama dilatarbelakangi oleh fakta bahwa upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan dengan cara-cara biasa (konvensional) sulit sekali membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Upaya pemberantasan korupsi dengan cara-cara biasa bahkan dinilai telah mengalami kemacetan. Latar belakang pembentukan KPK lebih terperinci tersebut selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut.


1.   Upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan lembaga-lembaga konvensional (kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman) dinilai sudah sangat sulit memberikan hasil yang memuaskan, bahkan oleh beberapa kalangan telah dianggap gagal serta justru telah ikut terambah korupsi.
2.   Meluas dan mendalamnya tindak korupsi di tengah masyarakat yang dibarengi oleh sulitnya upaya pemberantasan terhadapnya menyebabkan korupsi tidak layak lagi digolongkan sebagai kejahatan biasa, melainkan harus dikategorikan sebagai “kejahatan luar biasa”.
3.   Sebagai kejahatan yang berkategori luar biasa, korupsi harus dihadapi dan diberantas dengan cara-cara penegakan hukum yang luar biasa pula. 

Sumber: sulsel.pojoksatu.id
Pembentukan KPK, karena itu, dianggap sebagai solusi yang cukup baik. Baik dari segi kelembagaan maupun tugas dan fungsinya, KPK memiliki sifat inkonvensional (tidak biasa atau luar biasa). KPK dibentuk di luar lembaga-lembaga hukum negara yang sudah ada, yakni kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman, sementara tugas dan wewenang yang dimilikinya pun lebih luas dan lebih besar daripada lembaga-lembaga tersebut. Sifat inkonvensional KPK kiranya tidak lepas dari pembentukannya yang dilakukan dalam situasi darurat, yakni di tengah merajalelanya korupsi sementara upaya pemberantasannya mengalami kemacetan yang mengkhawatirkan.
Tugas dan Wewenang KPK
KPK diharapkan menjadi lembaga antikorupsi yang bersih, berwibawa, mandiri, dan dapat diandalkan dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Tugas dan wewenangnya yang luas membangkitkan harapan yang besar akan keberhasilannya memberantas korupsi di Indonesia. Tugas dan wewenang lengkap KPK dapat dilihat dalam UU No. 30/2002. Berikut ini dipaparkan beberapa tugas dan wewenang penting yang dimiliki KPK.
KPK mengemban tugas yang tidak ringan. Tugas tersebut meliputi koordinasi; pengawasan; penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, serta pencegahan. Tugas KPK, antara lain, sebagai berikut:
a.  menjalin koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi;
b.  melakukan pengawasan tertinggi (supervisi) terhadap instansi yang berwenang melakukan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi;
c.  melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
d.  melakukan tindakan pencegahan terhadap tindak pidana korupsi;

e.  memantau penyelenggaraan pemerintahan negara.


Sumber: cdns.klimg.com, cdn2.tstatic.net, dekandidat.com, 
cdn0-a.production.liputan6.static6.com, cdn.tmpo.co,  
assets.kompas.com, antaranews.com, satuharapan.com, 
cdn2.tstatic.net, 3.bp.blogspot.com, media.viva.co.id,  
4.bp.blogspot.com, pekanews.net, tribunenews.com
Wewenang yang dijalankan KPK terkait dengan pelaksanaan tugasnya. Artinya, wewenang tersebut digunakan dalam menjalankan tugas-tugasnya. Wewenang KPK, antara lain, sebagai berikut:
a.  meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi terkait;
b.  mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan;
c.   memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lain  untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait;
d.   memerintahkan pimpinan atau atasan tersangka  untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya;
e.  meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledehan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani;
f.   melakukan kampanye antikorupsi kepada masyarakat umum;
g.  melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan pemerintah;
h.  memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem penge-lolaan administrasi tersebut berpotensi menimbulkan korupsi;

i.   melaporkan kepada presiden, DPR, dan BPK jika saran mengenai usulan perubahan tersebut (butir h) tidak diindahkan.