Senin, 01 Mei 2017

Pengertian dan Ciri-Ciri Interaksi Sosial

Oleh Akhmad Zamroni

Sumber: Koleksi Zamroni

Dalam kehidupan rutin sehari-hari, interaksi sebenarnya bukanlah hal yang asing bagi sebagian besar dari kita. Kata ini seringkali digunakan dalam berbagai kesempatan. Namun, interaksi yang sedang kita bahas atau pelajari, memiliki pengertian yang spesifik. Sebelum dikemukakan pengertian interaksi sosial, coba Anda perhatikan dua contoh berikut ini.
Suatu saat seorang siswa baru sebuah SMK bernama Raka pada hari pertama masuk sekolah bertemu dengan siswa baru lain bernama Hari. Saat bertemu, keduanya berkenalan dengan berjabat tangan, saling menanyakan alamat, dan bertukar nomor handphone. Keesokan harinya, mereka terlibat berbagai pembicaraan seputar pelajaran dan kegiatan sekolah yang akan mereka ikuti. Pada hari-hari berikutnya, mereka makin akrab hingga kemudian menjadi sahabat karib yang sering melakukan kegiatan bersama, seperti mengerjakan tugas guru, melakukan praktikum, mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, aktif dalam klub olahraga, dan menonton pertunjukan seni.

Sementara itu, di tempat lain, karena prestasi kerjanya yang cemerlang, Bu Yanti diangkat menjadi manajer bagian produksi di sebuah perusahaan. Sebagai manajer baru, Bu Yanti secara rutin memberikan tugas dan instruksi kepada anak buahnya, sementara para anak buahnya secara berkala juga memberikan laporan mengenai hasil kerjanya kepada Bu Yanti. Bu Yanti sendiri seminggu sekali mengikuti meeting (rapat) rutin dengan jajaran pimpinan (direksi) perusahaan serta memberikan laporan kepada manajer umum (general manager).
Dari dua contoh tersebut, dapatkah Anda membuat rumusan mengenai pengertian ‘interaksi’? Dari kejadian dalam dua contoh itu, manakah yang sesungguhnya disebut ‘interaksi’? Apakah setiap tindakan orang dapat disebut ‘interaksi’?

Jika Anda perhatikan dengan saksama perbuatan yang dilakukan Raka, Hari, dan Bu Yanti, Anda akan memperoleh gambaran lebih jelas tentang interaksi. Dan memang, tindakan Raka, Hari, dan Bu Yanti dalam contoh tersebut merupakan tindakan yang disebut interaksi. Perkenalan Raka dan Hari sampai keduanya menjadi pasangan sahabat merupakan interaksi. Demikian pun dengan tindakan yang dilakukan Bu Yanti serta anak buah dan atasannya, juga merupakan interaksi.

Lalu, bagaimana pengertian konkret tentang interaksi itu sendiri? Dari contoh tersebut, dapat dirumuskan bahwa interaksi adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi yang terjadi antara individu satu dengan individu lain, antara kelompok satu dengan kelompok lain, atau antara individu dengan kelompok. Pada dua contoh di muka dapat dilihat, para pelaku melakukan hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi. Raka dan Hari saling berkenalan, bertukar alamat, berbicara, hingga melakukan banyak kegiatan bersama. Adapun Bu Yanti secara rutin memberi tugas dan instruksi, sementara para anak buahnya menjalankannya serta memberikan pula laporan kepadanya.

Secara etimologis, interaksi berasal dari kata inter- dan aksi.  Inter-  berarti ‘berbalas-balasan’, sedangkan aksi  berarti ‘tindakan’ atau ‘perbuatan’. Dengan demikian, interaksi berarti tindakan atau perbuatan yang dilakukan atau terjadi antara dua pihak secara berbalas-balasan.

Kimball Young dan Raymond W. Mack (dalam Soekanto, 2005: 61) mengatakan bahwa interaksi adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antarindividu, antara individu dan kelompok, atau antarkelompok. Jika dua orang bertemu, interaksi sosial mulai terjadi. Interaksi ditandai dengan saling bertemu, bertegur sapa, berjabat tangan, saling berbicara, dan bekerja sama.

Hubungan yang disebut interaksi tidak selalu dan tidak harus berakhir dengan positif. Dua orang atau dua kelompok yang berjumpa, berkenalan, berbicara, tukar-menukar informasi, dan kemudian bahkan saling berbaku hantam karena kesalahpahaman pun dapat digolongkan sebagai interaksi. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi dapat bersifat positif dan negatif.

Bahkan menurut Soerjono Soekanto (2005: 61), jika dua orang atau dua kelompok bertemu, tetapi tidak saling bertegur sapa atau tukar-menukar tanda, interaksi sosial telah terjadi. Hal itu tetap merupakan interaksi jika masing-masing pihak sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada perasaan atau saraf pada mereka yang disebabkan oleh bau keringat, aroma minyak wangi, suara langkah kaki, dan sebagainya. Kesemuanya itu menimbulkan kesan pada pikiran mereka hingga kemudian turut menentukan bentuk tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.

Interaksi sosial merupakan bentuk umum dari proses sosial karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya berbagai aktivitas sosial. Aktivitas sosial hanya dapat berlangsung manakala di dalam kehidupan masyarakat, baik antarindividu maupun antarkelompok, terjadi interaksi. Menurut Kimball Young dan Raymond W. Mack (1959: 137), interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial karena, tanpa interaksi sosial, tidak akan mungkin ada kehidupan bersama.

Bertemunya individu atau kelompok secara badaniah semata tak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam masyarakat. Pergaulan hidup yang dimaksud baru akan terjadi jika antarindividu dan/atau antarkelompok saling bertemu, berbicara, bekerja sama, bersaing, bertikai, dan sebagainya. Oleh sebab itu, dapat dikatakan, interaksi sosial adalah dasar dari proses sosial.

Dari pengertian interaksi yang sudah dikemukakan di atas, Anda tentunya dapat menyebutkan ciri-ciri interaksi sosial atau, setidaknya, Anda dapat mengenali ciri-ciri interaksi sosial. Menurut analisis Anda, apa saja ciri-ciri interaksi sosial itu? Terkait dengan hal apa saja ciri-ciri yang dimaksud?

Dari beberapa contoh dan definisi interaksi sosial yang telah dibahas, kita dapat menemukan beberapa ciri atau karakteristik interaksi sosial. Ciri-ciri tersebut, antara lain, sebagai berikut:
  • melibatkan lebih dari satu pihak (baik secara individual maupun secara kelompok);
  • ada kesadaran akan kehadiran pihak lain;
  • hubungan yang terjadi bersifat timbal balik;
  • ada aksi (tindakan) dan reaksi (tanggapan);
  • ada perubahan perasaan atau sikap;
  • muncul keinginan atau inisiatif untuk melakukan tindakan lebih lanjut; serta
  • seringkali diikuti tindakan dalam bentuk kerja sama, pertemanan, persaingan, atau mungkin konflik (perselisihan, pertengkaran, perkelahian, dan sejenisnya).

Dalam pada itu, Charles P. Loomis (dalam Purwito, 2007: 53) berpendapat bahwa interaksi sosial memiliki empat ciri pokok. Keempat ciri tersebut adalah sebagai berikut.
  • Jumlah pelaku lebih dari saru orang.
  • Komunikasi antarpelaku berlangsung dalam dua arah.
  • Terdapat dimensi waktu masa lalu, masa kini, dan masa mendatang.
  • Terdapat tujuan tertentu yang hendak dicapai.

Manusia sebagai Makhluk Sosial

Oleh Akhmad Zamroni


Sumber: Koleksi Zamroni

Apakah Anda selama ini terus-menerus hidup menyendiri dalam memenuhi semua kebutuhan hidup Anda yang banyak dan bermacam-macam? Benarkah Anda mampu hidup normal tanpa kehadiran orang lain? Sepengetahuan Anda, adakah manusia yang mampu hidup dan eksis dengan terus-menerus dalam kesendirian yang total, sama sekali tanpa berhubungan dengan sesamanya?  Tentu saja ‘tidak’, bukan?
Di lingkungan terkecil saja, yakni keluarga, akan tampak jelas bahwa Anda, dan juga orang lain, senantiasa hidup dengan bantuan orang lain. Di lingkungan keluarga, untuk membiayai sekolah dan hidup sehari-hari, Anda masih membutuhkan bantuan orang tua. Untuk menuntut ilmu di sekolah dan bergaul di kampung, Anda juga memerlukan bantuan guru serta kehadiran teman dan warga masyarakat di sekitar Anda. Teman-teman Anda dan orang lain yang jauh sudah lebih dewasa dan lebih mapan dari segi ekonomi pun tetap saja memerlukan kehadiran dan bantuan orang lain.
Sulitnya Anda lepas dari kehadiran dan bantuan orang lain menunjukkan bahwa Anda dan semua orang lain di sekitar Anda merupakan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, Anda membutuhkan orang lain, dan sebaliknya, orang lain pun membutuhkan Anda. Beberapa ciri yang kemudian dapat dikenali terkait dengan keberadaan manusia sebagai makhluk sosial, antara lain, bahwa manusia: (a) tidak dapat hidup sendiri, (b) membutuhkan kehadiran dan bantuan orang lain, serta (c) perlu melakukan hubungan/kontak dan kerja sama dengan sesamanya.
Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki naluri yang disebut gregariousness, yakni naluri untuk selalu hidup berkelompok atau bersama-sama. Pada manusia, naluri gregariousness muncul sebagai pembawaan kodrati yang tidak dapat dihilangkan. Menurut Elwood (dalam Purwito, 2007: 52–53), naluri gregariousness muncul karena adanya dorongan atau kebutuhan hidup yang perlu pemenuhan, yang lebih terperinci, antara lain, meliputi dorongan untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum, untuk mempertahankan diri dari ancaman dan bahaya, serta untuk menyalurkan kebutuhan biologis dan memperoleh keturunan. Ketiga dorongan atau kebutuhan ini selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut.
  • Untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum, manusia harus melakukan kerja sama dengan manusia lain dalam berbagai bentuk, seperti jual beli, kontrak, dan bekerja.
  • Untuk mempertahankan diri dari ancaman dan bahaya, manusia harus memiliki pertahanan diri dengan membentuk kekompakan dan kolektivitas dengan sesamnya.
  • Untuk menyalurkan kebutuhan biologis (terutama hasrat seksual) dan mendapatkan keturunan, manusia memerlukan pasangan (lawan jenis) untuk melakukan perkawinan (pernikahan).


Sementara itu, kebutuhan manusia sendiri, pada kenyataannya, tidak hanya mencakup ketiga hal di atas. Pada saat kehidupan manusia memasuki zaman modern seperti sekarang ini, kebutuhan manusia sudah sangat kompleks dan seringkali sulit didaftar secara terperinci. Untuk memenuhi semua atau sebagian besar kebutuhan tersebut, manusia je-las mutlak memerlukan kehadiran manusia lain. Kehadiran manusia atau orang lain diperlukan untuk menjalin kerja sama (dalam bidang sosial, budaya, ekonomi, dan sebagainya), membentuk kelompok (paguyuban, organisasi, partai politik, etnik, bangsa, negara, dan sebagainya), serta membuat sistem pertahanan dan keamanan (militer dan sebagainya).

Interaksi sebagai Proses Sosial

Oleh Akhmad Zamroni

Sumber: Koleksi Zamroni

Di mana-mana, setiap hari, manusia disibukkan oleh berbagai urusan yang mengharuskan mereka untuk berhubungan dengan sesamanya. Di rumah orang tua menasihati anak-anaknya untuk rajin belajar atau anak meminta uang kepada orang tua untuk membeli buku. Di warung, sambil menikmati sarapan dan kopi hangat, orang-orang membicarakan rencana pemerintah menaikkan harga BBM (bahan bakar minyak).  Di pasar penjual dan pembeli terlibat tawar-menawar harga. Di sekolah guru memberi tugas para siswanya untuk melakukan diskusi. Di perusahaan para manajer bertukar pikiran untuk mencari formula dalam meningkatkan produktivitas kerja. Di kantor pemerintah kepala bagian menginstruksikan para bawahannya untuk meningkatkan disiplin. Di jalan raya polisi memberi aba-aba kepada para pemakai jalan agar lalu lintas berjalan lancar. Di lapangan hijau dua tim sepak bola bertanding untuk mencetak gol dan saling mengalahkan. Di markas PBB para diplomat dari berbagai penjuru dunia sibuk mencari solusi untuk menciptakan perdamaian internasional.
Begitulah kehidupan manusia, dari dahulu hingga sekarang. Selama masih menyandang predikat makhluk sosial, manusia akan senantiasa menjalin hubungan atau kontak dengan sesamanya. Manusia normal tidak dapat dan tidak mungkin hidup sendiri. Untuk mempertahankan dan melestarikan keberadaannya sekaligus melangsungkan kehidupan, manusia akan senantiasa berkomunikasi, bergaul, dan bekerja sama dengan sesamanya.
Sebagai bagian dari masyarakat, Anda tentu sudah terbiasa atau, setidaknya, dapat menyaksikan, merasakan, dan menangkap fenemona itu. Bagi setiap anggota masyarakat (terutama yang sudah dewasa), fenomena kehidupan sosial seperti itu pasti sudah tidak asing lagi. Berkomunikasi, bergaul, atau bekerja sama dengan sesama dalam berbagai tingkatan –– dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks –– bahkan sesungguhnya dilakukan oleh setiap anggota masyarakat, termasuk oleh mereka yang masih tergolong kanak-kanak.
Mustahilnya manusia untuk hidup sendiri secara penuh serta sulitnya mereka untuk tidak menjalin kontak dengan sesamanya sangat jelas menunjukkan bahwa manusia tidak dapat lepas dari sifat dasarnya sebagai makhluk sosial serta sulit menghindar dari fenomena yang disebut interaksi. Interaksi akan senantiasa mengiringi gerak kehidupan makhluk sosial yang disebut manusia. Lalu, apa yang sebenarnya disebut interaksi? Bagaimana kaitan antara interaksi dan kehidupan manusia sebagai makhluk sosial? Apa syarat-syarat bagi terjadinya interaksi? Apa dan bagaimana bentuk-bentuk interaksi yang lazim terjadi dalam kehidupan manusia?
Sebagai makhluk hidup, manusia memiliki kedudukan yang dapat dikatakan “khusus” atau “khas” dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain di muka bumi ini. Oleh karena pembawaan atau sifat-sifat tertentu yang dimilikinya, manusia lazim disebut sebagai makhluk sosial. Nah, kedudukan manusia sebagai makhluk sosial ini kiranya perlu mendapat pembahasan terlebih dahulu sebelum kita lebih spesifik membahas dan mendalami persoalan interaksi dan proses sosial kehidupan manusia. Pembahasan mengenai manusia sebagai makhluk sosial akan sangat membantu kita dalam memahami berbagai persoalan di sekitar interaksi dalam kehidupan manusia.