|
Bagir Manan (kiri) dan Fraz Magnis-Suseno (kanan) (Sumber: www.harianpijar.com-radarnusa.com) |
Banyak dan beragamnya jenis hak asasi
saat ini dapat kita lihat pada pembagian jenis hak asasi yang tercantum dalam
berbagai dokumen dan pendapat para ahli. Begitu banyak jenis hak asasi yang
terdapat dalam dokumen-dokumen resmi, seperti UUD 1945, UU No. 39/1999, dan
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Hal yang sama dapat kita jumpai pada
penggolongan jenis hak asasi yang dikemukakan para ahli.
A. Penggolongan Hak Asasi Manusia Menurut Bagir Manan
Bagir Manan,
seorang guru besar bidang hukum, membagi hak asasi manusia menjadi empat
golongan. Menurut mantan ketua Mahkamah Agung ini, empat kelompok hak asasi
manusia tersebut masing-masing adalah hak sipil, hak politik, hak ekonomi,
serta hak sosial dan budaya. Perincian dan penjelasan keempat jenis hak asasi
tersebut adalah sebagai berikut.
· Hak sipil terdiri atas hak untuk diperlakukan sama di
depan hukum, hak untuk bebas dari kekerasan, hak khusus bagi kelompok anggota
masyarakat tertentu, serta hak hidup dan kehidupan.
· Hak politik terdiri atas hak kebebasan berserikat dan
berkumpul, hak kemerdekaan mengeluarkan pikiran secara lisan dan pikiran, serta
hak menyampaikan pendapat di muka umum.
· Hak ekonomi terdiri atas hak jaminan sosial, hak
perlindungan kerja, hak perdagangan, dan hak pembangunan berkelanjutan.
· Hak sosial dan budaya terdiri atas hak memperoleh pendidikan, hak
kekayaan intelektual, hak kesehatan, dan
hak memperoleh perumahan dan pemukiman.
B.
Penggolongan Hak Asasi Manusia Menurut Franz Magnis-Suseno
Franz Magnis-Suseno juga membagi hak
asasi manusia menjadi empat golongan. Menurut pengajar di Sekolah Tinggi
Filsafat Driyarkara dan Universitas Indonesia, Jakarta, ini empat kelompok hak
asasi manusia terdiri atas hak asasi negatif atau liberal, hak asasi aktif atau
demokratis, hak asasi positif, dan hak asasi sosial. Berikut ini perincian dan
penjelasan dari keempat jenis hak asasi yang dimaksud.
1. Hak Asasi Negatif atau Liberal
Jenis hak asasi kelompok pertama ini
diperjuangkan oleh paham liberal serta hendak melindungi kehidupan pribadi
manusia dari intervensi negara (pemerintah) dan kekuatan sosial lain. Hak asasi
ini disebut negatif karena hanya dapat dirumuskan dengan menggunakan kata
“tidak”. Terkait dengan hal ini, tidak dikatakan apa yang boleh,
melainkan apa yang tidak boleh dilakukan, yakni bahwa kehidupan saya
tidak boleh dicampuri oleh pihak lain atau pihak luar. Hak ini menjamin adanya
kebebasan, yakni bahwa kita sendirilah yang berhak untuk menentukan diri.
Landasan etis hak asasi negatif
adalah tuntutan agar otonomi setiap manusia atas dirinya sendiri dihargai dan
dihormati. Setiap manusia memiliki kewenangan dan kebebasan untuk mengatur dan
mengurus diri sendiri. Tidak ada manusia, lembaga, atau hal lain apa pun yang
berhak menentukan bagaimana manusia (lain) harus mengurus diri.
Sebagai
makhluk yang berfisik (makhluk jasmani), manusia hanya dapat memiliki dirinya
sendiri jika tubuhnya, sarana kelangsungan kehi-dupannya, lingkungan sosialnya,
dan perwujudan kehidupan pribadinya bebas dari rongrongan pihak lain yang lebih
kuat. Hak asasi negatif, menurut Magnis-Suseno, merupakan inti dari hak asasi
manusia. Contoh hak asasi negatif adalah sebagai berikut:
·
hak atas hidup,
·
hak atas keutuhan jasmani,
·
hak atas kebebasan memilih jodoh,
·
hak untuk mengurus rumah tangga,
·
hak untuk memilih pekerjaan,
·
hak untuk memilih tempat tinggal,
·
hak atas kebebasan beragama,
·
hak atas kebebasan mengikuti suara hati,
·
hak atas kebebasan berpikir,
·
hak untuk berkumpul dan berserikat, serta
·
hak untuk tidak ditahan secara sewenang-wenang.
2. Hak Asasi Aktif atau Demokratis
Hak asasi kelompok kedua ini
dilandasi oleh keyakinan akan kedaulatan rakyat yang menuntut agar rakyat memerintah
dirinya sendiri dan setiap pemerintah berada di bawah kekuasaan rakyat. Hak ini
disebut hak aktif karena merupakan hak atas suatu aktivitas manusia, yakni hak
untuk turut menentukan arah perkembangan masyarakat. Hak asasi aktif
diperjuangkan oleh kaum liberal dan republikan.
Hak asasi
aktif atau demokratis menentang asumsi tradisional dan feodal bahwa ada manusia
atau golongan tertentu yang karena derajat atau pangkat kelahirannya memiliki
hak istimewa untuk memerintah masyarakat dan menguasai negara. Oleh karena
adanya paham bahwa semua orang memiliki derajat yang sama sebagai manusia, maka
urusan bersama menjadi hak mereka semua (hak bersama). Suatu pemerintahan
tidaklah sah tanpa penugasan oleh rakyat (pemerintah sebagai mandataris
rakyat). Hak untuk menentukan pengembangan masyarakat melalui lembaga pusat,
yakni negara, menjadi milik semua anggota masyarakat. Hak asasi aktif atau
demokratis ini, antara lain, meliputi hak-hak berikut:
·
hak untuk memilih wakil rakyat dalam lembaga yang berwenang
membentuk undang-undang,
·
hak untuk mengangkat dan mengontrol pemerintah,
·
hak untuk menyatakan pendapat,
·
hak atas kebebasan pers (media massa),
·
hak untuk membentuk organisasi politik, dan
·
hak untuk menentukan pilihan politik.
3. Hak Asasi Positif
Hak asasi positif dilandasi oleh
paham bahwa negara tidak (mengarahkan) tujuan pada dirinya sendiri, melainkan
merupakan lembaga yang dibuat dan dipelihara oleh masyarakat untuk memberikan
pelayanan-pelayanan tertentu (kepada masyarakat atau rakyat). Masyarakat,
dengan sendirinya, berhak atas pelayanan-pelayanan yang diberikan negara.
Pemberian layanan oleh negara kepada masyarakat menjadi kewajiban yang harus
dipenuhi.
Mereka yang memegang kepemimpinan
negara dan memegang fungsi kenegaraan justru dipilih, diangkat, dan dibayar
(digaji) oleh masyarakat untuk memberikan pelayanan-pelayanan kepada
masyarakat. Pelayanan yang diperoleh masyarakat dari negara bukanlah suatu
anugerah yang harus dimohonkan oleh masyarakat, melainkan masyarakat berhak
untuk menuntutnya. Pelayanan yang diberikan negara kepada masyarakat merupakan
bentuk pemenuhan kewajiban saja (yang memang sudah seharusnya dilakukan).
Dalam konteks ini, maka pelayanan
negara kepada masyarakat pada prinsipnya tidak diperbolehkan dilakukan dengan
imbalan atau bayaran. Artinya, negara tidak boleh menarik atau meminta imbalan
kepada masyarakat dengan dalih masyarakat telah mendapatkan layanan dari
negara. Tidak boleh terjadi juga, ada anggota masyarakat tidak mendapatkan
layanan dari negara hanya karena mereka tidak mampu membayar biaya kepada
negara.
Dengan demikian,
hak asasi positif menuntut diwujudkannya prestasi-prestasi tertentu dari
negara. Wujud prestasi itu tidak lain adalah pelayanan yang sebaik-baiknya kepada
masyarakat, suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh negara tanpa disertai
pungutan biaya. Adapun hak-hak yang termasuk hak asasi positif, antara lain,
sebagai berikut:
·
hak untuk mendapatkan perlindungan hukum,
·
hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama di depan hukum, dan
·
hak untuk menuntut agar pelanggaran terhadap hak-hak yang dimiliki
tidak dibiarkan.
4. Hak Asasi Sosial
Hak asasi sosial muncul sebagai
pengembangan dari hak asasi positif. Hak asasi sosial merupakan bentuk
perluasan dari paham mengenai kewajiban negara. Kebebasan bagi semua (anggota
masyarkat) yang diperjuangkan kenyataannya hanya dapat dinikmati oleh mereka
yang lebih kuat sehingga tumbuh kesadaran dan tuntutan bahwa negara wajib
menjamin dan menciptakan kesamaan minimal di antara semua warga masyarakat.
Negara tidak boleh membiarkan ada orang yang, karena tidak memiliki sarana yang
cukup, hidup di bawah tingkat minimal yang masih dianggap wajar.
Paham hak
asasi positif diperluas sehingga memuat juga tuntutan-tuntutan sosial asasi
yang harus dipenuhi. Berdasarkan hal ini, setiap anggota masyarakat berhak atas
bagian yang adil dari harta benda material dan kultural bangsanya serta atas bagian yang wajar dari hasil nilai
ekonomi yang diciptakan oleh masyarakat sebagai keseluruhan melalui sistem
pembagian kerja sosial. Hak seperti ini sepenuhnya harus dijamin dan diusahakan
oleh negara melalui tindakan atau kebijakan yang diambilnya. Adapun hak-hak
yang termasuk hak asasi sosial, antara lain, sebagai berikut:
·
hak atas jaminan sosial,
·
hak untuk mendapatkan pekerjaan,
·
hak atas syarat-syarat kerja yang memadai,
·
hak untuk mendapat upah kerja yang wajar,
·
hak untuk membentuk serikat kerja,
·
hak atas pendidikan, dan
·
hak atas kemungkinan untuk turut serta dalam kehidupan kultural
masyarakat.