Selasa, 28 Mei 2019

Pengertian Seputar Informasi dan Transaksi Elektronik



Sumber: https://pxhere.com-grafis zamroni


1.   Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy  atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
2.   Transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
3.   Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
4.   Dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
5.   Sistem elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik.
6.   Penyelenggaraan sistem elektronik adalah pemanfaatan sistem elektronik oleh penyelenggara negara, orang, badan usaha, dan/atau masyarakat.
7.   Jaringan sistem elektronik adalah terhubungnya dua sistem elektronik atau lebih, yang bersifat tertutup ataupun terbuka.
8.   Agen elektronik adalah perangkat dari suatu sistem elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu informasi elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh orang.
9.   Sertifikat elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat tanda tangan elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh penyelenggara sertifikasi elektronik.
10. Penyelenggara sertifikasi elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit sertifikat elektronik.
11. Lembaga sertifikasi keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh profesional yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam transaksi elektronik.
12. Tanda tangan elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
13. Penanda tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan tanda tangan elektronik.

Sumber: smartware.org-grafis zamroni

14. Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
15. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan sistem elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.
16. Kode akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses komputer dan/atau sistem elektronik lainnya.
17. Kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik.
18. Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan informasi elektronik  dan/atau dokumen elektronik.
19. Penerima adalah subjek hukum yang menerima informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dari pengirim.
20. Nama domain adalah alamat internet penyelenggara negara, orang, badan usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.
21. Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum.
22. Badan usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
23. Pemerintah adalah menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh presiden.
24. Pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.
25. Pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
a.   mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
b.   mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c.   meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
d.   membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan dalam bidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; serta
e.   memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna  dan penyelenggara Teknologi Informasi.
26. Pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.
(Sumber: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik)

Penjelasan Seputar Informasi dan Transaksi Elektronik

Sumber: https://pxhere.com-grafis zamroni


Pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.

Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika. Hukum siber ataa cyber law, secara  internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum  telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum  mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang  dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.

Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan telekomunikasi dan/atau sistem komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, atau bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi tersebut.

Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik. Sistem informasi secara teknis dan manajemen sebenarnya adalah perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada organisasi tersebut dan sesuai dengan tujuan peruntukannya. Pada sisi yang lain, sistem informasi secara teknis dan fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang mencakup komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia, dan substansi informasi yang dalam  pemanfaatannya mencakup fungsi input, process, output, storage, dan communication.

Sehubungan dengan itu, dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama memperluas penafsiran asas dan normanya ketika menghadapi persoalan kebendaan yang tidak berwujud, misalnya dalam kasus pencurian listrik sebagai perbuatan pidana. Dalam kenyataan kegiatan siber tidak lagi sederhana karena kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu negara, yang mudah diakses kapan pun dan dari mana pun. Kerugian dapat terjadi baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di internet. Di samping itu, pembuktian merupakan faktor yang sangat penting, mengingat informasi elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia secara komprehensif, melainkan juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian kompleks dan rumit.


Sumber: https://pxhere.com-grafis zamroni)


Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang keperdataan karena transaksi elektronik untuk kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional. Realitas ini menunjukkan bahwa konvergensi dalam bidang  teknologi  informasi,  media, dan informatika (telematika) berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang teknologi informasi, media, dan komunikasi.

Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika  cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik.

Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dalam kegiatan e-commerce, antara lain, dikenal adanya dokumen elektronik yang kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas.

Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar  dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum, teknologi, sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.
Berikut ini dipaparkan penjelasan butir-butir peraturan pasal demi pasal yang terdapat dalam undang-undang tentang informasi dan transaksi elektronik.
1.      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik memiliki jangkauan yurisdiksi tidak semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk perbuatan hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia, mengingat pemanfaatan  teknologi informasi untuk informasi elektronik dan transaksi elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal.
2.      Yang dimaksud dengan “merugikan kepentingan Indonesia” adalah meliputi tetapi tidak terbatas pada merugikan kepentingan ekonomi nasional, perlindungan data strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan keamanan negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia.
3.      “Asas kepastian hukum” berarti landasan hukum bagi pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan hukum di dalam dan di luar pengadilan.

Sumber: https://pixabay.com-grafis zamroni

4.      “Asas manfaat” berarti asas bagi pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraanmasyarakat.
5.      “Asas kehati-hatian” berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik.
6.      “Asas iktikad baik” berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan transaksi elektronik tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.
7.      “Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi” berarti asas pemanfaatan teknologi Informasi dan transaksi elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang.
8.      Surat yang menurut undang-undang harus dibuat tertulis meliputi tetapi tidak terbatas pada surat berharga, surat yang berharga, dan surat yang digunakan dalam proses penegakan hukum acara perdata, pidana, dan administrasi negara.
9.      Selama ini bentuk  tertulis identik dengan informasi dan/atau dokumen yang  tertuang di atas kertas semata, padahal pada hakikatnya informasi dan/atau dokumen dapat dituangkan ke dalam media apa saja, termasuk media elektronik.
10. Dalam lingkup sistem elektronik, informasi yang asli dengan salinannya tidak relevan lagi untuk dibedakan sebab sistem elektronik pada dasarnya beroperasi dengan cara penggandaan yang mengakibatkan informasi yang asli tidak dapat dibedakan lagi dari salinannya.
11. Ketentuan ini dimaksudkan bahwa suatu informasi elektronik dan/atau  Dokumen Elektronik  dapat digunakan sebagai alasan timbulnya suatu hak.
12. Yang dimaksud dengan “informasi yang lengkap dan benar” meliputi:
a.   informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan  kompetensinya, baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara maupun  perantara;
b.   informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat sahnya perjanjian serta menjelaskan barang dan/atau jasa yang ditawarkan, seperti nama, alamat, dan deskripsi barang/jasa.
13. Sertifikasi keandalan dimaksudkan sebagai bukti bahwa pelaku usaha yang  melakukan perdagangan secara elektronik layak berusaha setelah melalui penilaian dan audit dari badan yang berwenang. Bukti telah dilakukan sertifikasi keandalan ditunjukkan dengan adanya logo sertifikasi berupa trust mark  pada laman (home page) pelaku usaha yang bersangkutan.
14. Meskipun hanya merupakan suatu kode, tanda tangan elektronik memiliki kedudukan yang sama dengan tanda tangan manual pada umumnya yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum.
15. Pilihan hukum yang dilakukan oleh para pihak dalam kontrak internasional termasuk yang dilakukan secara elektronik dikenal dengan choice of law. Hukum ini mengikat sebagai hukum yang berlaku bagi kontrak tersebut. Pilihan hukum dalam transaksi elektronik hanya dapat dilakukan jika dalam kontraknya terdapat unsur asing dan penerapannya harus sejalan dengan prinsip hukum perdata internasional (HPI).
16. Forum yang berwenang mengadili sengketa kontrak internasional, termasuk yang dilakukan secara elektronik, adalah forum yang dipilih oleh para pihak. Forum tersebut dapat berbentuk pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya.
17. Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum, kewenangan forum berlaku berdasarkan prinsip atau asas hukum perdata internasional. Asas tersebut dikenal dengan asas tempat tinggal tergugat (the basis of presence) dan efektivitas yang menekankan pada tempat harta benda tergugat berada (principle of effectiveness).
18. Nama domain berupa alamat atau jati diri penyelenggara negara, orang, badan usaha, dan/atau masyarakat, yang perolehannya didasarkan pada prinsip pendaftar pertama (first come first serve). Prinsip pendaftar pertama berbeda antara ketentuan dalam nama domain dan dalam bidang hak kekayaan intelektual karena tidak diperlukan pemeriksaan substantif, seperti pemeriksaan dalam pendaftaran merek dan paten.
19. Yang dimaksud dengan “melanggar hak orang lain”, misalnya melanggar merek terdaftar, nama badan hukum terdaftar, nama orang terkenal, dan nama sejenisnya yang pada intinya merugikan orang lain.
20. Yang dimaksud dengan “penggunaan nama domain secara tanpa hak” adalah pendaftaran dan penggunaan nama domain yang semata-mata ditujukan untuk menghalangi atau menghambat orang lain untuk menggunakan nama yang intuitif dengan keberadaan nama dirinya atau nama produknya, atau untuk mendompleng reputasi orang yang sudah terkenal atau ternama, atau untuk menyesatkan konsumen.
21. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang disusun dan didaftarkan sebagai karya intelektual, hak cipta, paten, merek, rahasia dagang, desain industri, dan sejenisnya wajib dilindungi oleh undang-undang dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
22. Dalam pemanfaatan teknologi Informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi mengandung pengertian sebagai berikut.
a.   Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam gangguan.
b.   Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain tanpa tindakan memata-matai.
c.   Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang.
23. Yang dimaksud “intersepsi atau penyadapan” adalah kegiatan untuk  mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau  mencatat transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.
(Sumber: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik)

Sabtu, 04 Mei 2019

Marhaban yaa Ramadhan


Sumber: Akhmad Zamroni


Selamat datang, Bulan Suci Ramadan, 
bulan yang penuh rahmat, barokah, dan ampunan.

Selamat menjalankan ibadah puasa.
Mohon maaf atas segala kekhilafan kami selama ini.

Semoga puasa yang akan kita tunaikan dapat 
meningkatkan dan memantapkan ketakwaan kita
kepada Allah Swt. dalam upaya mendapat rida dari-Nya.

Aamiin yaa robbal alamiin.

Jumat, 03 Mei 2019

Pemilihan Umum 2019: Antara Pesta dan Tragedi Demokrasi


Oleh  Akhmad Zamroni

Pemungutan suara dalam Pemilu 2019 (Sumber: Bangka Pos/Resha Juhari)

Nyaris tidak ada yang memperkirakan sebelumnya bahwa Pemilu 2019 akan menjadi pemilu yang memilukan dalam sejarah demokrasi modern di Indonesia. Dengan bayangan dan ekspektasi mendapat benefit  yang begitu besar karena dapat menghemat biaya dalam jumlah yang tak kecil, kita menyambut keseluruhan rangkaian Pemilu 2019 dengan sangat antusias. Di tengah perbedaan pilihan, dengan semangat tinggi masyarakat juga mendatangi tempat-tempat pemungutan suara (TPS) untuk menyalurkan aspirasi tanpa berpikir panjang apa yang akan terjadi di kemudian hari.

Menggabungkan pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) dalam satu paket Pemilihan Umum 2019, memang ide yang bagus. Dana triliunan rupiah akan dihemat serta waktu yang dibutuhkan menjadi lebih singkat. Dan, tentu saja, sepintas pemilu akan berlangsung lebih semarak dan menarik karena implementasinya lebih variatif dan kaya alternatif.

Seperti halnya dalam banyak hajatan politik, kita senantiasa lebih banyak menghitung-hitung kegembiraan dan kemenangan yang (mungkin) akan kita raih dari rivalitas dan kompetisi yang berlangsung. Bayangan serba menggiurkan akan jabatan dan keuntungan yang akan kita dapatkan seringkali membuat kita lalai akan ancaman dan bahaya tak terlihat yang muncul di belakangnya. Semua ini membuat apa saja yang tertangkap oleh penglihatan kita di depan tampak seluruhnya akan baik-baik saja.


Pesta
Pemilu 2019, layaknya pesta demokrasi, berlangsung dengan gairah dan tensi tinggi. Para kandidat anggota legislatif mengikuti proses pemilihan dengan harapan tinggi dapat meraih kursi. Partai politik berusaha keras menguasai kursi parleman (legislatif) dengan mengoptimalkan kinerja mesin politik dan masuk ke pemerintahan (eksekutif) melalui pembentukan koalisi.

Lebih dari semua itu, dua pasangan kandidat presiden/wakil presiden bertarung mati-matian dan all out  untuk merebut jabatan puncak tertinggi pemerintahan negara. Tim kampanye dibentuk dengan manajemen dan strategi secanggih-canggihnya serta partai-partai politik peserta koalisi digerakkan secara masif untuk mendulang suara. Semua sumber daya yang tersedia dimanfaatkan semaksimalnya untuk mendapatkan keunggulan dan kemenangan dan untuk semua itu dihabiskan dana sekian ratus miliar (atau bahkan triliun) untuk membayar ongkosnya.


Dalam pada itu, di belakangnya para pendukung dan simpatisan sering memberikan dukungan lebih dari yang diharapkan, terutama untuk kandidat presiden/wakil presiden. Kritik dan serangan terhadap lawan tidak hanya dilancarkan melalui panggung debat dan kampanye. Pukulan yang menjurus pada black campaign, hoax, dan fitnah sangat gencar dilancarkan melalui media sosial oleh para pendukung keduanya secara di luar ekspektasi kelompok dan publik yang netral.


Kotak suara Pemilu 2019 (Sumber: https://pemilu.antaranews.com)

Sebagai penyelenggara hajatan, negara juga mengalami kerepotan dan mengeluarkan dana yang luar biasa besarnya. Dana sekitar Rp 25 triliun dianggarkan negara untuk membiayai Pemilu 2019. Sekitar 7,8 juta personel direkrut untuk menjadi pengawas dan petugas KPPS (kelompok penyelenggara pemungutan suara) serta 813.350 TPS (tempat pemungutan suara) didirikan sebagai lokasi untuk pengambilan dan rekapitulasi suara.

Sebagai pesta demokrasi, pemilihan umum memang mengharuskan adanya dua pihak atau lebih yang dipertemukan secara diametral dan konfrontatif. Kampanye dan debat digelar secara terbuka untuk mengetahui keunggulan visi, misi, dan platform  para kandidat guna menarik dukungan dan meraih suara rakyat. Rivalitas, kompetisi, dan duel untuk menjadi yang lebih baik dan lebih unggul dengan cara yang elegan dan fair  memang diperlukan dalam pesta demokrasi yang berwujud pemilihan umum agar para pemilih (dan tentu saja juga semua komponen bangsa) mengetahui kandidat yang terunggul dan terbaik untuk menjadi wakil rakyat (anggota legislatif) serta menjadi kepala pemerintahan dan kepala negara (presiden).


Maka sempurnalah, Pemilu 2019 menjadi pesta demokrasi terbesar dan paling spektakuler dalam sejarah politik Republik Indonesia. Di tingkat global, Pemilu 2019 disebut-sebut menjadi pesta demokrasi terbesar ketiga di dunia –– setelah India dan Amerika Serikat. Adapun dari tingkat kompleksitasnya, Pemilu 2019 bahkan diakui para pengamat asing sebagai pemilu yang paling rumit dan paling sulit di dunia.
Tragedi
Namun, Pemilu 2019 juga akan dicatat sebagai pemilu yang paling tragis dalam sejarah republik kita. Sampai dengan hari Jumat, 3 Mei 2019, pukul 20.18 WIB, jumlah pengawas dan petugas KPPS yang meninggal dunia sudah mencapai 424 orang, petugas yang sakit dan menjalani perawatan tercatat lebih 3.668 orang, sebagian mengalami depresi dan mencoba bunuh diri, serta penjaga TPS dari kepolisian yang meninggal 15 orang. Deretan jumlah korban ini kemungkinan masih akan bertambah lagi.

Untuk ukuran sebuah pesta, jumlah korban sebanyak itu jelas terasa sangat ganjil, kontradiktif, dan ironis. Jangankan sampai ratusan orang meninggal dan ribuan lainnya sakit, satu orang saja meninggal dunia untuk sebuah pesta akan terasa luar biasa. Pesta merupakan tempat kita merayakan hari penting, bergembira, serta bersama-sama menikmati suasana dengan penuh kedamaian dan kemeriahan sehingga jika di dalamnya terjadi insiden dan kematian menjadikannya seolah-olah tak bermakna dan sia-sia.

Apa yang akan Anda kenang dari sebuah pesta yang diwarnai kematian selain justru Anda ingin cepat-cepat melupakannya? Orang-orang yang sakit dan meninggal karena kelelahan akibat overload  pekerjaan itu bahkan bukan dari peserta pesta yang akan menikmati jabatan dan keuntungan lain dari kemenangan yang diraih, melainkan justru para pekerja yang paling menentukan kelancaran dan kesuksesan pesta berlangsung. Tanpa mereka, tidak akan pernah ada pesta demokrasi yang bernama pemilihan umum.

Tidak sejak awal diantisipasi oleh negara segala kemungkinan terburuk yang akan dialami para pekerja demokrasi itu. Penggabungan pilpres dan pileg menjadi satu paket pemilu jelas akan menghemat biaya, tetapi membuat beban pekerjaan di pundak para pekerja justru menjadi bertambah hampir dua kali lipat. Mereka harus menghitung dan merekapitulasi hasil pemungutan suara untuk pileg dan pilpres sekaligus. Energi yang dikeluarkan menjadi jauh lebih besar dan durasi penyelesaian pekerjaan menjadi jauh lebih lama sehingga tidak ada konsekuensi lain yang terjadi pada fisik para pekerja selain kelelahan luar biasa serta ancaman sakit dan kematian.


Di luar itu, para pekerja masih mendapat tekanan psikis yang tidak ringan dari kontestan pemilu dan para pendukungnya. Ledakan ketidakpuasan salah satu kubu kandidat presiden/wakil presiden akibat ketertinggalan penghitungan suara melalui hitung cepat (quick count) dilampiaskan dengan melancarkan tuduhan kecurangan terhadap KPU dan para pekerja di lapangan. Tuduhan kecurangan yang disertai makian, fitnah, dan hujatan yang gencar diberondongkan melalui berbagai saluran itu –– terutama melalui media sosial –– menimbulkan kekecewaan dan rasa sakit di kalangan para pekerja lapangan (periksa kolom “Tuduhan Penyelenggara Pemilu Curang Itu Menyakitkan”, Gandha Prabowo, detik.com, 24 April 2019, dan “Mengevaluasi Pemilu Serentak 2019”, Muhammad Sufyan Abd., detik.com, 26 April 2019).

Petugas KPPS di TPS 73 Lebak Bulus, Jakarta Selatan, tampil dengan dandanan mayat dalam Pemilu 2019
(Antara Foto/Muhammad Adimaja)


Tuduhan kecurangan terhadap KPU tanpa bukti yang meyakinkan menjadi hal tragis lain yang terjadi dalam Pemilu 2019. Tuduhan karena kekecewaan akibat tertinggal perolehan suara dari penghitungan yang belum benar-benar selesai menunjukkan perilaku emosional yang tidak dewasa dan bertentangan dengan demokrasi. Selain terasa menyakitkan bagi KPU dan para pekerjanya sebagai penyelenggara pemilu independen yang sudah disepakati bersama, hal itu dapat dikategorikan sebagai bentuk pencederaan terhadap prinsip-prinsip demokrasi.

Saling klaim kemenangan oleh kedua kubu makin menegaskan terjadinya tragedi dan ironi dalam Pemilu 2019. Klaim kemenangan di tengah belum tuntasnya KPU menyelesaikan penghitungan suara dan secara resmi mengumumkan hasilnya merupakan bentuk penegasian terhadap KPU sebagai lembaga negara penyelenggara pemilu yang sah. Hal yang sama sekaligus sebagai bentuk ketidakhormatan terhadap pemilih (rakyat) dan demokrasi.

Maka lengkaplah, Pemilu 2019 sebagai pemilu yang memilukan karena diwarnai banyak ironi dan tragedi. Jatuhnya banyak korban tidak menjadikan pihak-pihak yang bersaing bersabar diri dan berbesar hati demi rasa duka cita dan terjaganya pesta demokrasi dalam koridor nilai-nilai keindonesiaan yang disepaktai. Bagi publik yang netral, Pemilu 2019 tidak hanya terasa sebagai pemilu terakbar sepanjang masa, melainkan juga paling mematikan dan, rasanya, paling memprihatinkan dalam sejarah Indonesia.
Refleksi
Lima tahun merupakan waktu yang singkat sehingga untuk menghadapi Pemilu 2024 kita harus segera melakukan refleksi mendalam agar pengalaman buruk Pemilu 2019 tidak terulang. Pemilu 2019, seperi pemilu-pemilu sebelumnya, lebih banyak digelar dengan mempertimbangkan aspek politik dan ekonomi. Itulah sebabnya, meski hemat biaya, penyelenggaraannya diwarnai jatuhnya banyak korban, cederanya prinsip-prinsip demokrasi, mencuatnya politik identitas, serta merosotnya moral dan kesantunan luhur Indonesia.

Sudah waktunya aspek-aspek yang bersifat sosiologis, fisiologis-medis, psikologis, dan religius-ideologis menjadi pertimbangan dan kesadaran serius bersama dalam penyelenggaraan pemilu-pemilu mendatang. Jika hal itu dipertimbangkan dan diimplementasikan secara konkret melalui regulasi pemilu disertai dengan penegakan hukum yang konsisten, pemilu-pemilu mendatang akan berlangsung dengan hasil dan dampak yang lebih baik. Pemilu mungkin belum akan berjalan dengan sempurna, tetapi setidaknya akan memperlihatkan karakternya yang lebih adil, beradab, dan bermartabat sehingga kita tidak hanya dikenang sebagai penyelenggara pemilu yang paling rumit dan paling sulit, melainkan juga elegan dan berbudaya.

Allahu a’lam bissawaab.