Oleh Akhmad Zamroni
Sumber: http 72dpi.cn |
Sebuah tulisan dari Wanda Hamilton (yang dikutip salah satu penulis terkemuka Indonesia,
Mohamad Sobary) menunjukkan bahwa data yang diklaim sebagai kebenaran oleh para aktivis antirokok (konon) dianggap tidak sahih. Di tengah gerakan dan kampanye
antirokok, yang terjadi sebenarnya adalah perang bisnis yang tidak adil. Ketidakadilan
ini patut mendapat perhatian lebih saksama serta tidak dapat dibiarkan begitu
saja.
Pendapat atau pernyataan
dari para aktivis antirokok yang selama ini dianggap sebagai “kebenaran” adalah
rokok menjadi penyebab muncul atau berjangkitnya banyak penyakit. Sudah sangat
jamak diklaim bahwa rokok dianggap menyebabkan kanker, serangan jantung,
impotensi, gangguan pada janin, dan sebagainya. Dengan terungkapnya tulisan
Hamilton di atas, maka berbagai anggapan negatif terhadap rokok tersebut menjadi samar-samar dan
sangat diragukan kebenarannya.
Di Amerika Serikat bahaya
tembakau yang digembar-gemborkan dalam gerakan dan kampanye antirokok mendapat kritik keras dari beberapa
kalangan. Robert A. Levy dan Rosalind Marimont, misalnya, menyatakan bahwa
'kebenaran' merupakan korban pertama dalam perang melawan tembakau. Pernyataan
bahwa di AS terjadi 400.000 kematian prematur setiap tahun akibat rokok, kata
Levy dan Rosalind, merupakan kebohongan besar. Hal itu hanya merupakan “mantra” untuk membenarkan diberlakukannya aturan dan
undang-undang pelarangan tembakau (rokok).
Terungkap pula melalui pemberitaan luas di media
daring (online) bahwa sebuah organisasi yang bernama
Bloomberg Initiative telah menyumbangkan dana miliaran rupiah kepada sebuah lembaga
keagamaan. Tak lama berselang, lembaga keagamaan tersebut mengeluarkan fatwa yang mengharamkan rokok. Bloomberg juga menyeponsori
para ilmuwan, lembaga penelitian, kaum profesional, LSM, dan sebagainya untuk
tujuan yang terkait dengan upaya penghapusan tembakau dan rokok.
Selain Bloomberg, saat ini
ada tiga perusahaan raksasa farmasi dunia yang sangat gencar menggalakkan kampanye
antirokok. Mereka memasok dana miliaran dolar AS kepada berbagai lembaga
internasional (termasuk WHO-PBB) dan
pemerintah negara-negara di dunia untuk melakukan kampanye penghapusan rokok.
Mereka rupanya berkepentingan melakukan hal itu karena sedang berupaya keras
memasarkan produk mereka yang disebut NRT (nicotine replacement therapy), yakni obat pengganti nikotin untuk orang
yang (tengah) berusaha berhenti merokok. NRT diproduksi, antara lain, dalam
bentuk permen karet dan inhaler yang mengandung nikotin, yang diperuntukkan kepada orang-orang yang
akan dan sedang berusaha berhenti merokok.
Dalam pada itu, menurut
Sobary, para pejabat Indonesia sendiri,
dari tingkat kementerian, di bawah kementerian, tingkat gubernur, sampai bupati
dan walikota serta di bawahnya lagi, banyak yang menerima limpahan uang karena kebijakan mereka membuat aturan dan larangan
merokok. Aturan dan larangan merokok itu kemungkinan bertentangan dengan hati
nurani mereka. Namun, para pejabat itu, demikian kata Sobary, rela membunuh
hati nuraninya sendiri demi limpahan uang.
Gencarnya kekuatan asing
bermanuver dalam kampanye antirokok terlihat jelas dari keengganan mereka untuk
melakukan kampanye serupa (pelarangan) terhadap minuman keras (beralkohol).
Kita tahu, sejak dahulu di Indonesia sangat jarang muncul gerakan dan kampanye
antirokok. Akan tetapi, setelah kalangan internasional (terutama lewat WHO-PBB)
melancarkan gerakan dan kampanye antirokok, gerakan serupa serta merta muncul
di Indonesia.
Namun, mengapa gerakan dan kampanye
antiminuman keras hampir tidak pernah muncul di Indonesia dan apalagi di forum
internasional? Mengapa minuman keras yang jelas-jelas telah terbukti
menimbulkan dampak buruk pada fisik dan mental manusia tidak pernah dikenai
kampanye pelarangan yang ekstrem dan sangat gencar sebagaimana yang dialami
rokok? Mengapa dalam iklan rokok dan bungkus kemasan rokok selalu dibubuhkan
kata-kata "Merokok Membunuhmu", tetapi hal serupa sama sekali tidak
pernah dibubuhkan pada iklan dan botol kemasan minuman keras, padahal minuman
keras telah berulang-ulang menyebabkan banyak sekali kematian mendadak di
Indonesia (ingat berbagai kasus miras oplosan)?
Sebegitu jauh dapat dirasakan
bahwa perlakuan terhadap rokok menunjukkan ketidakadilan yang kronis. Selain
terus-menerus dihantam dengan kampanye negatif, rokok dan industri rokok juga
secara progresif digencet dengan cukai yang tinggi, padahal kontribusi industri
rokok terhadap pendapatan (keuangan) negara selama puluhan tahun sudah sangat
besar serta sumbangannya dalam menyediakan lapangan kerja dan memberi nafkah
jutaan warga Indonesia juga luar biasa. Namun, industri rokok dan para perokok
hampir tidak pernah mengeluh. Rokok dan industri rokok terus-menerus digebuki
dan didiskriminasi, tetapi tidak pernah menjerit dan apalagi mati.
Ketidakadilan terhadap rokok
terasa kian menjadi-jadi jika dipertimbangkan bahwa kampanye antirokok tidak
didukung data dan bukti 'keburukan rokok' yang validitasnya benar-benar teruji.
Berbagai dampak buruk rokok yang selama ini gencar dipublikasi banyak diwarnai
dugaan-dugaan,
isyu-isyu, dan 'pesan sponsor' dari perusahaan farmasi.
Rokok memang mungkin dapat menimbulkan dampak negatif pada kesehatan tubuh
manusia, tetapi hal yang sama juga terjadi pada hampir semua jenis makanan,
minuman, dan obat-obatan. Gula, kopi, teh, softdrink,
minuman berenergi, susu, garam, penyedap masakan (vetsin), nasi, daging, beberapa jenis buah dan sayuran, fast food, sea food, makanan dan minuman kemasan, serta semua obat-obatan
kimia (terutama obat sakit kepala dan influenza), semua memilik efek samping
yang buruk pada tubuh manusia. Di tengah semua kondisi dan fakta itu, hanya
rokok yang terus-menerus digempur untuk "dibunuh", sementara yang
lainnya dibiarkan baik-baik saja atau hanya disinggung seperlunya saja sebagai
formalitas.
Kini mulai terungkap dengan
gamblang bahwa perlakuan terhadap rokok
di sisi satu serta perlakuan terhadap berbagai jenis makanan, minuman,
obat-obatan (dan bahkan juga minuman keras) di sisi berbeda juga tidak dilakukan
dengan objektif (selain tidak adil). Keburukan-keburukan rokok yang belum benar-benar terbukti
secara sahih, empiris, dan meyakinkan terus dieksploitasi, tetapi manfaat dan
kebaikan-kebaikan rokok hampir tidak pernah disinggung dan dipublikasi (dan
mungkin, sengaja ditutup-tutupi). Hanya sedikit dokter, ilmuwan, dan pakar
independen yang menyinggungnya dengan objektif berdasarkan hasil riset, eksperimen,
dan pengalaman mereka.
Kegunaan dan Kebaikan Rokok yang Tak Pernah Diungkap dalam Kampanye Antirokok
Ada anggapan (atau mungkin
tuduhan) ekstrem yang sulit dibuktikan kebenarannya dari para aktivis antirokok
bahwa "setiap 3 detik satu orang meninggal karena rokok". Ini sangat
berlebihan dan absurd: bagaimana cara
membuktikan sebuah kematian diakibatkan oleh rokok? Seberapa banyak rokok
dimasukkan sebagai penyebab kematian di dalam certificate of death? Mungkinkah puluhan ribu orang mati setiap hari (jika setiap 3 detik satu orang mati, berarti dalam sehari 28.800
orang mati) hanya diakibatkan oleh penyebab yang tunggal: rokok? Pernahkah kita mendengar dari dokter/rumah sakit atau menjumpai sendiri
secara langsung dalam kehidupan nyata (setidaknya di Indonesia) bahwa orang
mati karena rokok?
Hampir tidak pernah, kecuali
dalam film iklan kampanye antirokok di televisi yang, karena itu hanya sebuah film iklan belaka, data dan faktanya bisa daiarahkan ke arah mana saja sesuai dengan kehendak
pembuat film! Namun, orang mati gara-gara menenggak minuman keras (oplosan)
atau karena keracunan makanan/minuman
kita sudah berulang-ulang mendengarnya dari media massa! Orang mengalami
kerusakan ginjal dan hati (liver) karena terlalu sering mengonsumsi obat-obatan
kimia (yang kemudian berujung pada kematian), jika kita mau jujur, juga banyak terjadi. Dan, fenomena banyaknya orang masa
kini yang mengalami stroke, jika
kembali kita mau jujur, juga tidak terlepas dari kebiasaan mereka mengonsumsi
obat flu dan sakit kepala yang kandungan PPA-nya (penylpropanolamine) sama atau lebih dari 15%!
Hal
yang sebaliknya, justru terjadi pada rokok
jika kita bersedia menyimak hasil riset dan eksperimen para dokter, ilmuwan,
dan akademisi independen. Setelah selama ini kita dijejali dengan kampanye
buruk tentang rokok, kini saatnya kita perlu mengetahui manfaat-manfaat rokok
agar kita bisa melihat, menilai, dan memperlakukan rokok dengan lebih objektif
dan adil. Simak dan bandingkan data dan fakta-fakta hasil riset serta kajian di bawah ini dengan kampanye antirokok sehingga
kita bisa menarik kesimpulan sendiri dengan lebih bijaksana di seputar permasalahan
rokok.
- Dr. Gretha Zahar (pakar kimia radiasi) dan Prof. Sutiman B.S. (guru besar nanobiologi Universitas Brawijaya) menemukan bahwa partikel pada asap rokok mampu meluruhkan radikal bebas.
- Rokok terbukti dengan meyakinkan mengurangi risiko terkena parkinson (sindrom yang membuat tubuh bergetar liar dan sulit dikontrol) dan risiko kepikunan (alzheimer). Hal ini sudah terbukti lewat riset para pakar di berbagai negara, antara lain, riset Prof. Budi Santoso (Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga), Evan L. Thacker (Harvard School of Public Health), Dr. James L.F. (Amerika Serikat), dan Dr. Tanner.
- Prof. Saleh Naser (guru besar mikrobiologi dan biologi molekuler University of Central Florida, AS) yang telah lama melakukan riset tentang tembakau dan nikotin menyatakan, nikotin ternyata justru memperlihatkan hasil yang lebih baik daripada senyawa lain dalam menghentikan penyakit TBC (tuberculosis).
- Hasil riset Dr. Arief Budi Witarto, M.Eng. (Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI) menunjukkan, tembakau terbukti dapat menghasilkan protein antikanker yang berguna untuk penderita kanker. Tembakau varietas "Genjah Kenongo" yang diteliti Dr. Arief mampu menjadi reaktor penghasil protein GCSF (growth colony stimulating factor) sebagai hormon yang merangsang produksi darah dan perbanyakan sel tunas (stemcell) yang lazim dikembangkan untuk memulihkan jaringan tubuh yang rusak.
- Riset dan kajian ilmiah yang dimuat dalam British Journal of Cancer (2002) membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara merokok dan risiko kanker payudara. Hasil studi lain yang populer disebut Roll Royce of Studies (Journal of Critical Epidemiology 42, No. 8, 1989) juga menunjukkan tidak adanya kaitan antara merokok dan sakit jantung.
- Menurut sebuah artikel di Journal of the American Medical Association, kanker usus dan ulcerative 30-50% lebih besar terjadi (atau berpotensi menyerang) pada orang yang tidak merokok.
- The American Government's Health and Nitrition Examination Survey melaui risetnya menemukan bahwa osteoarthritis (gangguan persendian akibat berkurangnya tulang rawan dan terjadi hipertrofi tulang) kemungkinan menyerang perokok berat lima kali lebih kecil katimbang mereka yang bukan perokok.
- Melalui artikelnya yang dimuat di The Times (Juli 1994), Woodrow Wyatt (seorang peneliti berkebangsaan Inggris) menyatakan bahwa jumlah orang merokok di Kota Glasgow tidak lebih banyak dari hal yang sama di Kota Bournemouth, tetapi jumlah penderita penyakit jantung di Glasgow justru lebih banyak daripada di Bournemouth.
- Seorang pakar THT kenamaan AS menyatakan, ia menyarankan para mantan perokok yang tengah terkena batuk untuk mengisap dua batang rokok dalam satu hari; dan hasilnya, hal itu menyembuhkan batuk mereka. Adapun di Inggris, pada akhir Perang Dunia II jumlah penderita penyakit jantung mengalami penurunan drastis, padahal saat itu jumlah orang yang merokok sangat tinggi.
- Karbon monoksida yang merupakan produk sampingan dari asap rokok, menurut para peneliti, memiliki kemiripan yang dekat dengan oksida nitrat yang berfungsi menjaga pembuluh darah tetap melebar dan mencegah penumpukan sel darah putih. Oleh karena itu, merokok dapat mengurangi risiko serangan jantung (myocardial infarction) dan stroke.
- Sebuah studi dari dua generasi penduduk Swedia menunjukkan bahwa dalam analisis multivariasi anak-anak dari para ibu yang merokok paling sedikit 15 batang sehari cenderung memiliki peluang lebih rendah terkena alergi rhino conjunctivitis, alergi asma, eksim atopik, dan alergi makanan dibandingkan dengan anak-anak dari para ibu yang tidak pernah merokok.
- Konsentrasi urine cotinine (tembakau yang bermetabolisme di dalam tubuh) dapat mengurangi risiko terjadinya praeklamsia pada ibu hamil. Praeklamsia adalah kondisi medis yang ditandai munculnya hipertensi (tekanan darah tinggi), kenaikan kadar protein dalam urin (proteinuria), dan pembengkakan pada kaki (edema) pada saat kehamilan. Praeklamsia telah menyebabkan banyak kematian pada ibu hamil dan melahirkan.
- Tembakau memiliki kegunaan medis untuk menyembukhan kanker mulut rahim (serviks). Kanker serviks disebabkan oleh virus Human papilloma (HPV). Tumbuhan tembakau mengandung sumber protein yang mampu menstimulasi antibodi HPV.
- Hasil penelitian Prof. Mario Pezzotti (Universitas Verona, Italia) yang dimuat dalam jurnal BMG Biotechnology menyimpulkan bahwa tembakau memiliki kegunaan untuk menghasilkan obat diabetes dan kekebalan tubuh.