Oleh Akhmad Zamroni
Sumber: Koleksi Zamroni
Mengapa interaksi sosial
terjadi? Faktor apa saja yang menjadi pendorong
interaksi sosial? Faktor paling mendasar yang kiranya menyebabkan terjadinya
interaksi sosial dalam kehidupan manusia tidak lain adalah sifat kodrati atau
alamiah manusia sebagai makhluk sosial. Sifat ini membawa manusia pada kehidupan
berkelompok serta menjalin hubungan dengan sesama untuk mempertahankan
keberadaannya. Dengan kata lain, sadar atau tidak sadar, sengaja atau tidak
sengaja, dan suka atau tidak suka, manusia akan terdorong untuk melakukan
interaksi demi kepentingan survival dan eksistensinya.
Masih terkait dengan faktor sifat
alamiah sebagai makhluk sosial adalah bahwa manusia terdorong untuk melakukan
interaksi karena mereka memiliki banyak sekali kebutuhan. Kebutuhan manusia,
terutama kebutuhan pokok –– makan-minum, pakaian, dan tempat tinggal –– wajib
dipenuhi sebagai upaya untuk mempertahankan hidup. Namun, mampukah seorang
manusia memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya tanpa bekerja sama dengan manusia
lain? Tentu saja tidak mungkin, sehingga manusia harus melakukan interaksi:
melakukan kontak, komunikasi, dan kerja sama dengan sesamanya.
Faktor lain pendorong terjadinya
interaksi sosial adalah imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Keempat
faktor ini dapat muncul baik secara terpisah-pisah (sendiri-sendiri) maupun
secara gabungan dan kombinasi dalam mendorong terjadinya interaksi. Lalu,
apakah yang disebut imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati? Berikut ini
Anda diajak mempelajari keempat faktor tersebut.
A. Imitasi
Imitasi adalah perbuatan/tindakan
meniru sikap, perilaku, atau penampilan seseorang. Hal yang diti-ru, meliputi
cara berbicara, gaya berpakaian, style menata rambut, pola mengonsumsi
makanan, dan sebagainya. Imitasi terjadi
manakala ada minat atau ketertarikan terhadap objek tertentu. Dengan kata lain,
seseorang melakukan peniruan terhadap sikap, perilaku, atau penampilan orang
lain karena ia merasa tertarik, terpesona, atau terpukau terhadap sosok yang
ditirunya. Dalam banyak kasus di kalangan remaja dan anak muda, peniruan
terhadap tingkah laku atau gaya hidup artis-artis tertentu, misalnya, terjadi
karena adanya unsur pengidolaan yang kadang terasa kurang masuk akal.
Imitasi membawa implikasi atau
dampak yang positif jika yang ditiru adalah sikap, perilaku, atau gaya hidup
yang baik dan kondusif menurut norma, moral, etika, atau peraturan yang berlaku
di tengah masyarkat. Contohnya, gaya hidup seorang mubalig kondang yang
sehari-hari banyak menyantuni kaum lemah dan fakir ditiru oleh para pelajar.
Sebaliknya, imitasi berimplikasi atau berpengaruh negatif jika sikap, perilaku,
atau penampilan yang ditiru bertentangan dengan peraturan atau nilai-nilai yang
dianut oleh masyarakat. Contohnya, perilaku seorang artis yang gemar
mengonsumsi narkotika dan hidup penuh hura-hura ditiru oleh kalangan anak muda
tanpa dipertimbangkan segi baik buruknya.
Dalam pada itu, secara umum imitasi
seringkali dipersepsikan sebagai tindakan yang tidak mencerminkan kemadirian
serta kurangnya kemantapan jatidiri dan kreativitas. Orang yang suka meniru,
yang umumnya memang dilakukan oleh para remaja, sering dianggap kurang mandiri
dan memiliki kepribadian yang labil. Orang yang gemar meniru juga menunjukkan
bahwa dirinya tidak memiliki kreativitas dan jiwa inovasi.
B. Sugesti
Sugesti adalah pandangan atau sikap
yang diterima oleh seseorang atau sekelompok orang akibat pengaruh-pengaruh tertentu.
Penerimaan terhadap pandangan dan sikap tersebut kadang terjadi akibat tidak
stabilnya emosi (perasaan) hingga menghambat atau menyulitkan seseorang untuk
berpikir rasional. Pandangan atau sikap tersebut dapat diterima seseorang atau
sekelompok orang karena berasal dari orang yang kharismatik (memiliki wibawa besar),
dari pemimpin yang otoriter dan diktator, atau dari kalangan mayoritas.
C. Identifikasi
Identifikasi adalah kecenderungan
atau keinginan seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain. Orang lain yang
hendak dipersamakan dengan dirinya ini biasanya adalah orang yang dikaguminya.
Identifikasi seringkali terjadi dalam masa pertumbuhan dan perkembangan
sehingga identifikasi dapat membentuk kepribadian seseorang. Dalam masa
pertubumbuhan dan perkembangan, orang tidak jarang memerlukan tipe ideal yang
perlu dibayangkan dan ditiru tingkah lakunya sebelum kepribadiannya terbentuk
secara mantap.
Kendatipun mirip dengan imitasi,
identifikasi bersifat lebih mendalam karena identifikasi lebih merasuk serta
mempengaruhi dan membentuk kepribadian seseorang. Proses identifikasi dapat berlangsung
dengan sendirinya (secara tidak sadar) atau dengan sengaja dalam proses
kehidupan. Identifikasi berlangsung dalam keadaan seseorang mengenal pihak lain
yang diidealkannya sehingga pandangan, sikap, atau kaidah-kaidah yang ada pada
pihak lain tersebut dapat melembaga atau bahkan menjiwainya. Menurut Soerjono
Soekanto (2005: 64), identifikasi mengakibatkan terjadinya pengaruh-pengaruh yang
lebih mendalam ketimbang proses imitasi dan sugesti biarpun terdapat kemungkinan
bahwa identifikasi pada mulanya dimulai dengan imitasi dan sugesti.
D. Simpati
Simpati adalah perasaan tertarik
seseorang kepada pihak lain. Rasa tertarik di sini merujuk pada keinginan untuk
memahami (perasaan dan pikiran) serta bekerja sama. Namun, dalam simpati,
perasaan memegang peranan yang sangat penting.
Itulah perbedaan utama simpati dengan identifikasi. Jika
identifikasi didorong oleh keinginan untuk belajar dari pihak lain yang
kedudukannya lebih tinggi dan harus dihormati karena memiliki
kelebihan-kelebihan tertentu yang patut dicontoh, maka simpati didorong
keinginan untuk memahami dan bekerja sama. Simpati dapat berkembang dalam
keadaan sikap saling pengertian dan memahami terjamin dengan baik.
Demikianlah keempat hal di atas –– imitasi, sugesti,
identifikasi, dan simpati –– menjadi faktor minimal yang mendasari
berlangsungnya interaksi sosial. Keempat faktor tersebut dalam kenyataan
(interaksi sosial) berproses secara kompleks sehingga sulit dibeda-bedakan
secara tegas. Dapat dikatakan bahwa imitasi dan sugesti terjadi lebih cepat,
tetapi pengaruhnya kurang mendalam dibandingkan dengan identifikasi dan simpati
yang proses berlangsungnya relatif agak lambat (Soekanto, 2005: 64).