Jumat, 25 Agustus 2017

Pengertian dan Tindakan yang Tergolong Korupsi

Oleh Akhmad Zamroni
Sumber: infonawacita.com
Bagaimanakah perasaan Anda saat mendengar kata “korupsi”? Apakah biasa-biasa saja atau merasakan getaran yang luar biasa? Mengapa tindak korupsi begitu merajalela di negara kita? Siapakah yang rugi akibat banyaknya tindak korupsi? Dapatkah korupsi dihilangkan dari Indonesia?
Sudah bukan rahasia lagi, korupsi di Indonesia menjadi fenomena yang luar biasa. Begitu banyak kasus korupsi terjadi di negara kita, sementara pemberantasan terhadapnya dirasakan sangat sulit membuahkan hasil yang memuaskan. Korupsi adalah perbuatan yang dianggap tercela, tetapi kenyataannya dilakukan oleh banyak sekali orang, dari pejabat tinggi negara, anggota lembaga perwakilan rakyat, anggota lembaga tinggi negara, aparat hukum, bankir, pengusaha, pejabat rendahan di tubuh pemerintah, sampai orang-orang awam yang tak punya jabatan.
Sejak zaman Orde Lama, Orde Baru, hingga era reformasi sekarang ini, korupsi masih terus dilakukan banyak kalangan. Akibat korupsi, rakyat dan negara mengalami kerugian yang tak terkirakan besarnya. Ratusan atau ribuan triliun rupiah uang negara diperkirakan lenyap dan masuk ke kantong para koruptor. Hilangnya uang dalam jumlah begitu besar akibat korupsi menyebabkan pembangunan tidak berjalan maksimal, banyak terjadi ketimpangan pendapatan di tengah masyarakat, muncul ketidakadilan di mana-mana, serta banyak masyarakat miskin dan terbelakang tidak dapat menikmati hasil-hasil pembangunan dengan semestinya.
Sumber: assets-a1.kompasiana.com
Di Indonesia korupsi seringkali terlihat sebagai hal yang “aneh”. Korupsi jelas-jelas merupakan perbuatan yang tercela, tindakan yang melanggar norma agama dan hukum, terbukti menimbulkan kerugian sangat besar, dikutuk banyak orang, dan semua pihak (seolah-olah) menyatakan perang terhadapnya, tetapi faktanya korupsi masih tetap saja sulit dicegah dan ditanggulangi. Yang lebih “menakjubkan”, aparat hukum (polisi, jaksa, dan hakim) yang seharusnya menjadi pelopor gerakan pemberantasan korupsi, malah banyak sekali yang terseret ikut mempraktikkan korupsi. Setiap ada kasus korupsi dicoba diselesaikan lewat pengadilan, maka cenderung akan terjadi kasus korupsi baru karena para aparat hukum yang bertugas akan turut melakukan korupsi dengan suap-menyuap atau persekongkolan dengan imbalan uang.
Sebenarnya, apakah yang disebut korupsi itu? Perbuatan yang bagaimanakah yang digolongkan sebagai korupsi? Perbuatan-perbuatan apa sajakah yang memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai tindak korupsi? Bagaimana cara kita mengenali dan menentukan suatu perbuatan sebagai tindak korupsi?
Secara umum dapat dikatakan bahwa korupsi merupakan tindak penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara, perusahaan, lembaga, atau organisasi untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Korupsi mengandung pengertian mengambil uang atau harta benda milik pihak lain  (biasanya negara, perusahaan, organisasi, atau individu) tanpa sepengetahuan pemiliknya demi keuntungan dan kepentingan diri sendiri atau orang lain. Dalam pengertian luas, korupsi mencakup juga beberapa perbuatan negatif lain, seperti suap-menyuap, memperbesar anggaran dan biaya di atas ketentuan yang semestinya, memanfaatkan jabatan secara tidak sah untuk memperoleh imbalan dari pihak lain, serta menggunakan fasilitas untuk diri sendiri atau orang lain tanpa seizin pemiliknya.

Sumber: 1.bp.blogspot.com

Pengertian tersebut hampir sama dengan penggolongan perbuatan korupsi yang terdapat dalam UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam undang-undang ini beberapa perbuatan yang digolongkan sebagai tindak korupsi dan dapat dikenai hukuman, antara lain, sebagai berikut:
·        secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
·       bertujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi serta menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
·       melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan perbuatan korupsi;
·       di luar wilayah negara Indonesia memberikan bantuan, kesempatan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya perbuatan korupsi.

Berdasarkan pengertian dan penggolongan tersebut dapat dikatakan bahwa korupsi tidak hanya berciri perbuatan yang langsung bersifat menyelewengkan keuangan atau kekayaan negara, perusahaan, organisasi, atau lembaga. Perbuatan lain yang bersifat membantu, mendukung, dan memungkinkan terjadinya perbuatan korupsi pun digolongkan sebagai tindak pidana korupsi. Dengan mengetahui ciri dan sifat korupsi tersebut, maka kita dapat menentukan suatu perbuatan termasuk korupsi atau atau tidak, serta dengan demikian, dapat pula berpartisipasi aktif mencegah dan menanggulangi terjadinya korupsi di Indonesia.

Peraturan Perundang-Undangan Antikorupsi

Oleh Akhmad Zamroni

Sumber: 3.bp.blogspot.com
Sebagai kaidah yang digunakan untuk menjerat tindak pidana korupsi, peraturan perundang-undangan antikorupsi menjadi landasan hukum dalam pemberantasan korupsi. Keberadaannya memberi wewenang kepada aparat hukum untuk melakukan serangkaian tindakan tertentu yang diperlukan dalam upaya memberantas korupsi, seperti menyita harta benda milik tersangka, menahan dan mengadili terdakwa, serta menjatuhkan hukuman kepada  terpidana kasus korupsi. Selain itu, oleh karena memuat ketentuan tentang pengertian tindak pidana korupsi serta perbuatan-perbuatan yang digolongkan sebagai korupsi, peraturan perundang-undangan antikorupsi juga menjadi acuan dalam menilai perbuatan-perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi atau tidak sehingga memudahkan aparat hukum untuk mengambil tindakan-tindakan hukum.
Singkatnya, peraturan perundang-undangan antikorupsi menjadi pedoman dan arahan untuk melakukan berbagai tindakan yang diperlukan dalam upaya pemberantasan korupsi. Keberadaannya menyebabkan tindakan-tindakan yang dilakukan aparat hukum untuk melakukan tindakan apa pun dalam pemberantasan korupsi menjadi sah dan dapat dibenarkan. Tindakan-tindakan aparat hukum tersebut dinilai sah dan dapat dibenarkan tentunya selama tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam peraturan perundang-undangan antikorupsi.
Peraturan perundang-undangan antikorupsi di negara kita sendiri umumnya berbentuk undang-undang. Pada tahun 1971, Indonesia sebenarnya sudah memiliki peraturan perundang-undangan antikorupsi, yakni UU No. 3/1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang ini berlaku pada masa pemerintahan Orde Baru dan praktis tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena korupsi pada saat itu tetap berlangsung dengan gencar dan sulit diatasi.

Sumber: http poskotanews.com
Untuk memenuhi tuntutan keadaan, peraturan perundang-undangan antikorupsi mengalami beberapa kali perubahan. Terutama setelah Orde Baru tumbang dan gerakan reformasi digulirkan pada tahun 1998, peraturan perundang-undangan antikorupsi yang lebih baru dan beragam dibuat, sementara bentuknya juga tidak lagi hanya berupa undang-undang. Beberapa peraturan perundang-undangan antikorupsi yang diberlakukan sejak Indonesia memasuki era reformasi serta upaya pemberantasan korupsi menjadi lebih ditingkatkan, antara lain, sebagai berikut:
·          Tap No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme;
·          Tap No. VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
·          UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
·          UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
·          UU No. 20/2001 tentang Perubahan atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
·          UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
·          UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
·          Inpres No. 5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.