Minggu, 10 Desember 2017

Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Oleh Akhmad Zamroni

Sumber: cdn.rimanews.com


Apakah yang disebut pelanggaran hak asasi manusia? Kasus yang bagaimanakah yang disebut dan digolongkan sebagai pelanggaran hak asasi manusia? Mengapa pelanggaran hak asasi manusia terjadi? Siapa para pelaku pelanggaran hak asasi manusia dan siapa saja para korbannya?
Suatu tindakan atau kebijakan disebut dan digolongkan melanggar hak asasi manusia jika bersifat membatasi, mengurangi, menekan, atau menghilangkan hak-hak dasar yang dimiliki manusia. Tindakan dan kebijakan itu disebut dan digolongkan ‘melanggar’ jika dilakukan tanpa alasan yang sah menurut ketentuan hukum yang berlaku. Akan tetapi, jika dilakukan dengan alasan dan bukti yang sah berdasarkan hukum, tindakan dan kebijakan yang bersifat pembatasan dan pengekangan itu dapat dibenarkan dan tidak masuk dalam sebutan dan kategori ‘melanggar’.
Menurut ketentuan undang-undang yang berlaku, yaitu undang-undang mengenai hak asasi manusia, anak memiliki hak untuk diasuh, dirawat, dididik, dan dibimbing orang tuanya sampai dewasa dan mandiri. Jika seorang anak ditelantarkan dan apalagi sampai dianiaya orang tuanya, maka ia disebut ‘mengalami pelanggaran hak asasi’. Menurut undang-undang antikorupsi, siapa pun tidak dibenarkan melakukan korupsi. Jika seorang pejabat yang terbukti melakukan korupsi ditahan dan dipenjara, maka penahanan dan pemenjaraannya merupakan tindakan yang sah dan sudah seharusnya dilakukan; dan oleh karena itu, ia tidak dapat disebut dan digolongkan ‘mengalami pelanggaran hak asasi’.
Tindak pelanggaran hak asasi manusia, terutama yang ringan, sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Perbuatan seorang siswa yang memaksa temannya untuk masuk organisasi tertentu di sekolah sudah dapat disebut melanggar hak asasi. Tindakan seorang ketua kelas yang melarang warga kelasnya untuk mengemukakan pendapat juga termasuk pelanggaran hak asasi. Menurut undang-undang, setiap warga negara berhak untuk bebas berorganisasi dan mengemukakan pendapat.
Tindak pelanggaran hak asasi manusia sendiri dibagi menjadi dua golongan, yakni pelanggaran berat dan pelanggaran ringan. Dalam UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM disebutkan bahwa pelanggaran berat hak asasi manusia terdiri atas genosida dan kejahatan kemanusiaan. Di luar genosida dan kejahatan kemanusiaan, pelanggaran hak asasi manusia masih dikelompokkan sebagai pelanggaran yang ringan.
Genosida dan kejahatan kemanusiaan dianggap sebagai pelanggaran berat hak asasi karena dilakukan terhadap manusia dalam jumlah banyak (massal) serta dipraktikkan pula dengan cara-cara yang kotor, brutal, dan keji. Genosida merupakan tindakan yang dilakukan dengan tujuan menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian anggota bangsa, ras, atau penganut agama tertentu. Hal itu dilakukan melalui pembunuhan dan penciptaan keadaan tertentu yang menyebabkan hancur dan musnahnya sebagian atau seluruh anggota kelompok. Adapun kejahatan kemanusiaan merupakan serangan meluas dan sistematis yang ditujukan langsung terhadap penduduk sipil melalui pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran, pemindahan paksa, penyiksaan, pemerkosaan, penculikan, dan sebagainya.  

Kasus-Kasus Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia

Oleh Akhmad Zamroni

Sumber: cdn0-a.production.images.static6.com

Sepanjang sejarah kehidupan manusia, begitu banyak pelanggaran hak asasi manusia terjadi. Dapat dikatakan, setiap hari di muka bumi ini terjadi pelanggaran hak asasi manusia, terutama pelanggaran ringan. Di antara sangat banyaknya pelanggaran hak asasi manusia, terdapat pelanggaran-pelanggaran HAM berat yang luar biasa (fenomenal) diukur dari jumlah korban dan tingkat kekejamannya.
Para dalang pelaku pelanggaran berat hak asasi manusia umumnya adalah tokoh diktator yang memiliki kekuasaan yang sangat besar dan kuat. Adapun pelaksanaannya di lapangan dilakukan oleh pasukan militer, satuan polisi, atau kelompok sipil bersenjata yang kuat secara fisik dan organisasi. Para korban umumnya adalah sekelompok orang atau penduduk sipil yang lemah secara politik dan ekonomi. Para korban tidak jarang juga memiliki ideologi, pandangan, suku, kebangsaan, keyakinan, atau kepentingan yang berbeda dengan para pelaku. Pelanggaran berat hak asasi juga dilakukan oleh negara-negara tertentu terhadap negara-negara lain –– hal ini terutama terjadi pada masa kolonialisme dahulu.
Pelanggaran berat hak asasi manusia yang pernah terjadi dilakukan dalam bentuk pembunuhan, penyerbuan, pemenjaraan, pengusiran, pemerkosaan, dan sebagainya, yang semuanya dilakukan secara massal. Para korban pelanggaran berat hak asasi manusia banyak yang  mengalami  kematian, cacat (fisik dan mental), kemiskinan, kebodohan, serta penderitaan dan keterbelakangan lain. Dalam uraian berikut ini dipaparkan kasus-kasus pelanggaran berat hak asasi manusia yang pernah terjadi berdasarkan cara atau jenisnya.
·        Pembunuhan Massal
Pembunuhan massal merupakan jenis kasus pelanggaran berat hak asasi yang sering terjadi. Pembunuhan ini dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan nyawa sekelompok manusia. Cara yang dilakukan adalah menembak secara acak, menghukum mati (dengan tembakan, gantung, dan pancung), atau memasukkannya ke ruang gas beracun. Pembunuhan massal biasanya dilancarkan untuk memusnahkan kelompok orang atau penduduk tertentu.
Pelanggaran berat melalui pembunuhan massal ini, antara lain, pernah dilakukan oleh diktator Joseph Stalin di Uni Soviet, Bennito Mussolini di Italia, Adolf Hitler di Jerman, Hideki Tojo di Asia Timur (termasuk di Indonesia), Pol Pot di Kampuchea, Augusto Pinochet di Cile, Duvalier di Haiti, Westerling di Indonesia, Saddam Hussein di Irak, serta Radovan Karadzic dan Ratko Mladic di Bosnia Herzegovina. Para dalang dan pelaku pembunuhan massal sering dinilai sebagai orang yang ambisius, bengis, dan berdarah dingin yang tak berperi kemanusiaan.
Pelanggaran HAM berat yang dilakukan dengan cara pembunuhan massal terbaru yang terjadi adalah pembantaian dan pengusiran massal yang dilakukan rezim militer dan kaum Buddha radikal di Myanmar terhadap kelompok masyarakat Muslim Rohingnya. Ribuan Muslim Rohingnya pada sekitar tahun 2013-2016 meninggal dan terusir dari kampung halamannya di Myanmar akibat kebengisan rezim militer dan orang-orang Buddha radikal (termasuk para biksu) di negeri Indocina ini. Salah satu hal yang sangat ironis dan aneh dari peristiwa ini adalah diam dan pasifnya tokoh pemenang hadiah Nobel Perdamaian dari Myanmar, Aung San Syu Kyi, terhadap tragedi tersebut. Sebagai peraih penghargaan Nobel Perdamaian sekaligus pemimpin de facto rakyat Myanmar saat itu, Aung San Syu Kyi seharusnya melakukan tindakan konkret untuk mencegah atau menghalangi pembantaian itu, tetapi ia diam saja, bahkan mengeluarkan kecaman pun tidak sama sekali, sehingga mendapat kritikan dan tuntutan keras dari berbagai penjuru dunia untuk mengembalikan penghargaan Nobel yang ia terima.
·        Penyerbuan (Penyerangan)
Pelanggaran berat hak asasi manusia dalam bentuk penyerbuan atau penyerangan umumnya dilakukan dengan menggunakan senjata api modern. Berondongan senjata diarahkan ke permukiman penduduk atau orang-orang yang tengah melakukan aktivitas tertentu, seperti pertemuan dan demonstrasi. Penyerbuan berakhir dengan jatuhnya banyak korban jiwa (kematian).
Penyerbuan yang menyebabkan kematian massal paling menggemparkan di dunia pada akhir abad ke-20 terjadi di Lebanon dan Cina. Di Lebanon, tahun 1982, gerilyawan Phalangis dukungan Israel menyerbu camp pengungsian Palestina hingga menyebabkan ratusan pengungsi mati. Di Cina, tahun 1989, pasukan pemerintah komunis Cina menyerang mahasiswa yang sedang berdemonstrasi dengan damai, menyebabkan ratusan atau ribuan mahasiswa mati.
Penyerbuan yang menimbulkan korban jiwa dalam jumlah besar juga dilakukan Israel terhadap masyarakat Palestina. Dengan dalih untuk menangani terorisme, Israel berkali-kali melakukan serangan dan pengeboman udara terhadap titik-titik sasaran di Jalur Gaza. Akibatnya, ribuan masyarakat sipil Palestina (banyak di antaranya anak-anak, perempuan, dan orang tua) kehilangan nyawa dan mengalami luka-luka.
Selama pemerintahan Orde Baru di Indonesia, penyerangan yang mematikan juga sering terjadi. Pada tahun 1980-an, pasukan militer menyerang kelompok pengajian Warsidi di Talangsari, Lampung, menyebabkan ratusan penduduk mati. Masih dalam tahun 1980-an, militer menyerang sekelompok warga Tanjungpriok, Jakarta, mengakibatkan puluhan atau ratusan orang mati. Di Aceh, tahun 1990-an, serangan serupa juga dilakukan militer terhadap pondok pesantren Tengku Bantaqiah, mengakibatkan ratusan santri meninggal. Tahun 1996, polisi, tentara, dan sekelompok orang tidak dikenal menyerbu Kantor DPP PDIP di Jakarta, mengakibatkan puluhan aktivis dan simpatisan PDIP mati. Pada 12 Mei 1998, polisi dan tentara menyerang massa demonstran mahasiswa Universitas Trisakti, mengakibatkan empat mahasiswa meninggal. Pada pertengahan November 1998  dan akhir November 1999 di sekitar Semanggi, Jakarta, aparat juga menembaki massa demonstran mahasiswa hingga mengakibatkan beberapa mahasiswa meninggal –– dikenal dengan Tragedi Semanggi I dan Semanggi II.
·        Penahanan dan Penyiksaan
Pelanggaran berat berupa penahanan disertai penyiksaan merupakan bagian dari pembunuhan massal dan penyerangan. Hampir setiap pembunuhan massal dan penyerangan senantiasa disertai dengan penahanan dan penyiksaan oleh para pelakunya. Para korban yang lolos dari maut biasanya ditangkap, ditahan, dan disiksa. Para korban banyak yang kemudian juga mengalami kematian, cacat fisik, serta trauma dan depresi berat.
Sebagian korban yang mampu bertahan tetap dikurung di dalam penjara, sambil terus mengalami penyiksaan. Mereka kadang juga dimobilisasi untuk melakukan kerja paksa. Mereka sering ditempatkan di penjara-penjara terpencil yang menerapkan perlakuan tidak manusiwi. Mereka ditahan tanpa proses pengadilan serta hak-hak mereka nyaris sama sekali diabaikan.
·        Perkosaan dan Penghamilan Paksa
Satu hal sudah pasti bahwa korban pelanggaran berat berupa perkosaan dan penghamilan paksa ialah para wanita. Perkosaan tidak jarang dilakukan sebagai bagian dari pembunuhan massal, penyerbuan, dan penahanan. Para wanita yang masih hidup ditahan untuk secara paksa dijadikan objek pelampiasan hasrat seksual para pelaku.
Adapun penghamilan paksa biasanya dilakukan dengan tujuan memusnahkan suatu kelompok masyarakat suku atau agama tertentu lewat upaya pencemaran keturunan.  Para wanita dari masyarakat suku atau agama tertentu ditangkap, ditahan, diperkosa, dan dipaksa menjaga kehamilannya. Anak-anak yang akan lahir lewat proses seperti itu diharapkan para pelaku tidak lagi murni sehingga lambat laun keaslian dan keberadaan masyarakat suku atau agama yang menjadi korbannya akan berkurang dan akhirnya punah. Praktik keji seperti ini pernah dilakukan bangsa Serbia terhadap para wanita Muslim Bosnia di bekas Yugoslavia –– dengan dalang Slobodan Milosevic, Radovan Karadzic, dan Ratko Mladic.
·        Penculikan dan Penghilangan Paksa
Pelanggaran berat hak asasi penculikan dan penghilangan paksa biasanya dilakukan untuk memadamkan kritik serta gerakan penentangan dan perlawanan. Praktiknya dilakukan dengan menculik para aktivis yang vokal melancarkan kritik dan gencar melakukan perlawanan terhadap rezim penguasa yang otoriter. Para korban ditangkap dan disekap untuk kemudian dilenyapkan secara paksa sehingga nasib dan keberadaannya tidak diketahui oleh publik.
Kasus penculikan dan penghilangan paksa terjadi di negara-negara yang pemerintahannya otoriter. Hal ini juga terjadi di Indonesia pada menjelang runtuhnya pemerintah Orde Baru pada akhir tahun 1997 dan awal tahun 1998. Puluhan aktivis proreformasi dan prodemokrasi hilang diculik dan tidak diketahui nasib dan keberadaannya hingga saat ini. Pelaku penculikan dan penghilangan paksa ini diduga kuat adalah militer Orde Baru.
·         Pengusiran dan Pengambilalihan Hak Milik secara Paksa
Pelanggaran hak asasi jenis ini dilakukan dengan tujuan menduduki dan mengambil  secara paksa hak milik sekelompok manusia. Hak milik yang menjadi sasaran pengambilalihan biasanya berupa wilayah atau tanah. Untuk mengambil alih suatu wilayah atau tanah, sekelompok masyarakat atau bangsa diusir atau diminta pergi secara paksa ke tempat lain. Pengusiran kadang disertai dengan ganti rugi, tetapi nilainya sangat tidak sepadan dan tidak manusiawi.
Kasus pengusiran dan pengambilalihan paksa yang paling menghebohkan di dunia seusai Perang Dunia II ialah yang dilakukan Isreal terhadap bangsa Palestina. Sebagian wilayah milik bangsa Palestina sampai saat ini diduduki Israel secara tidak sah. Akibat pelanggaran berat Israel itu, bangsa Palestina pernah sempat dikenal sebagai bangsa telantar yang tidak punya tempat tinggal. Sejak lama hingga tahun 2017, Israel dengan dukungan Amerika Serikat juga berusaha keras merebut dan menjadikan Kota Jerusalem (yang merupakan milik sah bangsa Palestina) sebagai ibu kota Israel.
Di Indonesia kasus pengambilalihan hak milik secara paksa seringkali terjadi, terutama pada masa pemerintahan Orde Baru. Pelakunya tak lain adalah rezim Orde Baru dengan dukungan polisi dan militer, sementara korbannya umumnya masyarakat lapisan bawah yang miskin dan lemah. Kasus pengambilalihan hak milik secara paksa yang paling menghebohkan terjadi di sekitar waduk Kedungombo, Jawa Tengah. Pada tahun 1990-an, ratusan warga di sekitar waduk ini selama bertahun-tahun terkatung-katung akibat tanah milik mereka dengan paksa dijadikan lokasi waduk oleh pemerintah. Sebagian warga menolak melepaskan tanahnya karena ganti rugi yang diberikan pemerintah dirasakan sangat tidak layak, sementara pemerintah tetap menjadikan tanah mereka sebagai daerah genangan.
·        Beberapa Pelanggaran Berat Lain
Selain enam jenis pelanggaran berat hak asasi manusia yang diuraikan di depan, masih ada beberapa jenis pelanggaran berat lain yang pernah terjadi. Pelanggaran tersebut di antaranya perbudakan, kerja paksa, tanam paksa, dan apartheid. Perbudakan dipraktikkan pada abad-abad silam saat pengakuan dan kesadaran akan hak asasi manusia masih sangat minim. Kerja paksa massal yang menyebabkan mati dan hilangnya ratusan ribu rakyat Indonesia pernah dipraktikkan Belanda (rodi) dan Jepang (romusha) dalam kolonialismenya di Indonesia. Dalam pendudukannya di  Indonesia, Belanda juga pernah memberlakukan tanam paksa (cultuurstelsel) yang sangat menyengsarakan rakyat.
Adapun  apartheid  pernah dipraktikkan selama puluhan tahun oleh rezim pemerintah kulit putih di Afrika Selatan. Apartheid adalah politik pembedaan (diskriminasi) warna kulit manusia; penduduk kulit putih yang umumnya keturunan Eropa dibedakan dan dipisahkan dengan penduduk kulit hitam yang keturunan Afrika. Penduduk kulit putih mendapat hak-hak istimewa karena dianggap memiliki kelas yang tinggi, sedangkan penduduk kulit hitam diperlakukan sebaliknya karena dianggap berkelas rendah.