Oleh Akhmad Zamroni
Di manakah
sekolah berada
jalan ke sekolah
itu ke selatan atau utara?
Konon, sekolah
ada di mana-mana
di kota, desa,
perbukitan, dan tepi hutan
di pulau-pulau yang jauh dan terpencil.
“Engkau tak perlu
khawatir tak memperoleh sekolah, Nak,”
kata Pak Lurah. “Setiap seratus langkah engkau akan
menjumpai sekolah. Teruskan saja usahamu
kata Pak Lurah. “Setiap seratus langkah engkau akan
menjumpai sekolah. Teruskan saja usahamu
dan jangan pernah menyerah.”
Kuteruskan
langkahku menuju sekolah.
“Mencari sekolah sekarang sungguh sangat
susah!”
kata seorang pedagang buah.
“Sekolah memang ada di mana-mana,
tapi untuk diterima di sekolah bermutu rendah saja
biaya pendaftarannya tidaklah murah.”
kata seorang pedagang buah.
“Sekolah memang ada di mana-mana,
tapi untuk diterima di sekolah bermutu rendah saja
biaya pendaftarannya tidaklah murah.”
Aku tak begitu
peduli dan terus berjalan menuju sekolah.
“Sekolah yang bagaimana yang kauidamkan,
Nak?”
tanya seorang pegawai pemerintah.
“Yang berbiaya mahal, tak perlu mengikuti pelajaran,
tetapi dijamin dapat ijazah, atau yang berbiaya murah
dan harus mengikuti pelajaran setiap hari,
tetapi sepuluh tahun belum tentu dapat tanda bukti?”
tanya seorang pegawai pemerintah.
“Yang berbiaya mahal, tak perlu mengikuti pelajaran,
tetapi dijamin dapat ijazah, atau yang berbiaya murah
dan harus mengikuti pelajaran setiap hari,
tetapi sepuluh tahun belum tentu dapat tanda bukti?”
Di sudut jalan
kudengar obrolan orang di warung kopi
mereka ragu apakah
pendidikan masih punya arti
setiap tahun
ribuan sarjana diluluskan
setiap bulan jutaan orang menunggu
pekerjaan.
Dari koran dan
majalah kubaca berita
orang-orang mengeluarkan banyak biaya
untuk sekolah hingga menjadi sarjana,
tetapi tak
sedikit yang kandas di tengah jalan
dan cuma menjadi anak jalanan, pengemis,
pengamen, preman,
atau gelandangan.
Lewat radio dan
televisi para ahli menebar opini
di kelas konon
guru-guru mengajar sesuka hati
para kepala
sekolah sibuk korupsi dan kolusi
hingga lahir murid-murid yang terampil berkelahi.
Di manakah
sekolah kini berada?
Di sepanjang
jalan aku seperti melihat
bangunan sekolah
berdiri di mana-mana
tetapi kegiatan
belajar-mengajar tak ada di sana.
Ruang-ruangnya
gelap dan berdebu
tiada tanda-tanda pergulatan ilmu
hanya terdengar hiruk-pikuk yang bertalu-talu.
Di manakah aku
harus mencari tahu,
kepada siapa aku
akan berguru,
cara yang benar mendapat ilmu?
Di depan sebuah
bangunan megah
yang tampak seperti sekolah,
aku menghentikan
langkah.
Ingin aku
memastikannya
apakah itu benar
tempatnya
untuk menempa
diri jadi insan berguna.
Tetapi, kaki dan
tubuhku sungguh lelah
dalam gundah, perasaan terbelah-belah.
Rasanya aku belum
juga menjumpai sekolah
yang dikatakan
orang bijak sebagai tempat sejati
mendapatkan ilmu dan kearifan hakiki.
Manahan,
17 Oktober 2010