Sabtu, 20 Mei 2017

Perjalanan Menemukan Sekolah

Oleh Akhmad Zamroni

Di manakah sekolah berada
jalan ke sekolah itu ke selatan atau utara?
Konon, sekolah ada di mana-mana
di kota, desa, perbukitan, dan tepi hutan
di pulau-pulau yang jauh dan terpencil.
“Engkau tak perlu khawatir tak memperoleh sekolah, Nak,” 
kata Pak Lurah. “Setiap seratus langkah engkau akan 
menjumpai sekolah. Teruskan saja usahamu
dan jangan pernah menyerah.”
Kuteruskan langkahku menuju sekolah.
“Mencari sekolah sekarang sungguh sangat susah!” 
kata seorang pedagang buah. 
“Sekolah memang ada di mana-mana, 
tapi untuk diterima di sekolah bermutu rendah saja 
biaya pendaftarannya tidaklah murah.”
Aku tak begitu peduli dan terus berjalan menuju sekolah.
“Sekolah yang bagaimana yang kauidamkan, Nak?” 
tanya seorang pegawai pemerintah. 
“Yang berbiaya mahal, tak perlu mengikuti pelajaran, 
tetapi dijamin dapat ijazah, atau yang berbiaya murah 
dan harus mengikuti pelajaran setiap hari, 
tetapi sepuluh tahun belum tentu dapat tanda bukti?”
Di sudut jalan kudengar obrolan orang di warung kopi
mereka ragu apakah pendidikan masih punya arti
setiap tahun ribuan sarjana diluluskan
setiap bulan jutaan orang menunggu pekerjaan.
Dari koran dan majalah kubaca berita
orang-orang mengeluarkan banyak biaya
untuk sekolah hingga menjadi sarjana,
tetapi tak sedikit yang kandas di tengah jalan
dan cuma menjadi anak jalanan, pengemis,
pengamen, preman, atau gelandangan.
Lewat radio dan televisi para ahli menebar opini
di kelas konon guru-guru mengajar sesuka hati
para kepala sekolah sibuk korupsi dan kolusi
hingga lahir murid-murid yang terampil berkelahi.
Di manakah sekolah kini berada?
Di sepanjang jalan aku seperti melihat
bangunan sekolah berdiri di mana-mana
tetapi kegiatan belajar-mengajar tak ada di sana.
Ruang-ruangnya gelap dan berdebu
tiada tanda-tanda pergulatan ilmu
hanya terdengar hiruk-pikuk yang bertalu-talu.
Di manakah aku harus mencari tahu,
kepada siapa aku akan berguru,
cara yang benar mendapat ilmu?
Di depan sebuah bangunan megah
yang tampak seperti sekolah,
aku menghentikan langkah.
Ingin aku memastikannya
apakah itu benar tempatnya
untuk menempa diri jadi insan berguna.
Tetapi, kaki dan tubuhku sungguh lelah
dalam gundah, perasaan terbelah-belah.
Rasanya aku belum juga menjumpai sekolah
yang dikatakan orang bijak sebagai tempat sejati
mendapatkan ilmu dan kearifan hakiki.
Manahan, 17 Oktober 2010