Kamis, 30 November 2017

Sifat-Sifat yang Dimiliki oleh Negara

Oleh Akhmad Zamroni

Sumber: Desain Zamroni-2, bp.blogspot.com, fumchurch.com

Sepintas negara seperti organisasi karena di dalamnya terdapat kumpulan orang dan perangkat aturan. Namun, negara jelas memiliki sifat yang berbeda dengan organisasi atau asosiasi. Negara memiliki sifat-sifat istimewa yang tidak dipunyai oleh semua organsisasi atau persekutuan lain mana pun karena negara mempunyai kedaulatan.
Sifat-sifat khusus itulah yang membedakan negara dengan jenis-jenis organsisasi lain. Seperti dinyatakan Austin Ranney (dalam Suteng et al., 2006: 5), antara negara dan organisasi terdapat empat perbedaan pokok. Sebagai manifestasi dari kedaulatan yang melekat padanya, negara memiliki sifat-sifat khusus yang sebenarnya cenderung otoriter, tetapi dibenarkan demi tegaknya negara itu sendiri. Menurut Miriam Budirdjo, negara memiliki tiga sifat khusus, yakni memaksa, monopoli, dan mencakup semua. Ketiganya dapat dijelaskan sebagai berikut.
·        Sifat Memaksa
Negara memiliki sifat memaksa terhadap warga negara dan semua unsur kemasyarakatan lain untuk patuh dan tunduk kepada peraturan perundang-undangan dan ketentuan hidup berbangsa dan bernegara lain yang berlaku. Dalam sifat ini terkandung pengertian bahwa negara memiliki kekuasaan dan hak untuk menggunakan kekuatan dan kekerasan fisik secara legal (sah). Untuk merealisasikan hal ini, negara dibekali aparat khusus penegak hukum, yaitu kepolisian dan kejaksaan (serta juga tentara dalam keadaan tertentu). Jika ada pihak-pihak yang melakukan pelanggaran, seperti mencuri, merampok, membunuh, korupsi, dan menghindari pajak, dengan aparat yang dimilikinya,  negara berhak mengambil tindakan yang diperlukan, dari penangkapan sampai penghukuman.
Dimilikinya sifat memaksa oleh negara sangat terkait dengan pentingnya penegakan hukum serta ketertiban dan keamanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Artinya, negara dipandang perlu memiliki sifat memaksa agar hukum dapat ditegakkan, ketertiban dan keamanan dapat diwujudkan, serta anarki atau kekacauan dapat dihindarkan. Tanpa adanya sifat tersebut, kehidupan berbangsa dan bernegara justru dapat terjerumus ke dalam kekacauan dan kehancuran.
Sifat memaksa negara biasanya menonjol di negara yang heterogen dan konsensus nasionalnya masih lemah. Di negara seperti ini stabilitas cenderung belum terbentuk dengan baik sehingga sifat memaksa negara untuk menegakkan peraturan perundang-undangan dan hukum diterapkan lebih ketat dan keras. Hal yang sebaliknya terjadi di negara yang homogen, konsenses nasionalnya sudah kuat, serta demokrasinya sudah maju.
Secara umum, untuk memajukan dan memantapkan kehidupan demokrasi,  sifat memaksa negara dianggap perlu dikurangi dan digantikan dengan cara-cara persuasif (bujukan) dalam menegakkan hukum serta mewujudkan keamanan, ketertiban, dan stabilitas. Cara persuasif dipandang lebih kondusif untuk mewujudkan kehidupan demokrasi. Selain itu, cara persuasif juga dapat menghindarkan atau meminimalisasi terjadinya pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
·        Sifat Monopoli
Negara memiliki sifat monopoli dalam menentukan dan menetapkan tujuan hidup bersama dari seluruh masyarakat (rakyat). Negara memonopoli pembuatan berbagai kebijakan untuk mengatur kehidupan seluruh anggota masyarakat serta menentukan peraturan dalam rangka mencapai tujuan hidup bersama. Dalam hal ini, negara dapat menyatakatan suatu aliran kepercayaan atau aliran politik dilarang hidup dan disebarluaskan jika dianggap bertentangan dengan tujuan hidup berbangsa dan bernegara.
·        Sifat Mencakup Semua
Semua kebijakan negara yang bersifat nasional berlaku dan mengikat semua warga negara. Peraturan perundang-undangan dan ketentuan-ketentuan lain yang berskala nasional berlaku untuk semua anggota masyarakat. Hal ini dianggap perlu agar perilaku semua anggota masyakarat senantiasa terjaga dalam bingkai negara serta upaya mewujudkan masyarakat yang dikehendaki tidak mengalami kegagalan.

Teori Pembentukan atau Terbentuknya Negara

Oleh Akhmad Zamroni

Sumber: http bestpractices.diversityinc.com

Bagaimana asal mula terbentuknya negara? Bagaimana sebuah negara terjadi atau terbentuk? Apa latar belakang terbentuknya negara? Siapakah yang memprakarsai serta berkepentingan atas terbentuknya negara?  Sejak zaman para filsuf sebelum Masehi, para pakar sudah memperbincangkan asal mula terbentuknya negara. Sejak itu, lahir beberapa teori tentang terbentuknya negara. Berikut ini dipaparkan beberapa teori yang dimaksud.
·        Teori Hukum Alam
Teori hukum alam adalah teori yang pertama muncul. Teori ini berkembang pada masa filsuf Yunani, Plato dan Aristoteles. Menurut teori ini, terbentuknya negara merupakan hal yang alamiah. Terbentuknya negara merupakan bagian dari keberlangsungan hukum alam: dimulai dari lahir, berkembang, mencapai puncaknya, layu, dan akhirnya mati.
Negara terbentuk secara alamiah dengan bersumber dari manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki kecenderungan menjalin kontak, berkumpul, dan bekerja sama dengan sesamanya dalam usaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Menurut Plato (429–347 SM), terbentuknya negara diawali oleh kehendak dan kebutuhan masyarakat yang sangat banyak dan beraneka ragam. Kehendak dan kebutuhan manusia tidak mampu dipenuhi dengan kemampuan diri sendiri secara individual sehingga manusia bersatu dan bekerja sama dengan sesamanya untuk saling menutupi kelemahan dan mencukupi kebutuhannya. Untuk keperluan itu, dibentuklah negara.
Adapun Aristoteles  (384–322 SM) berpendapat, kelahiran negara tidak terlepas dengan watak politis manusia. Aristoteles mengeluarkan pernyataan yang termasyhur, yaitu bahwa manusia merupakan makhluk yang berpolitik atau zoon politicon. Menurutnya, ini merupakan hal yang alamiah sehingga dibutuhkan adanya negara  sebagai alat untuk mewadahinya.
Menurut murid Plato ini, negara terbentuk sebagai konsekuensi pertumbuhan dan perkembangan karena faktor kodrat. Awalnya, karena kodrat, laki-laki dan perempuan membentuk keluarga melalui perkawinan. Tahap berikutnya, keluarga berkembang menjadi banyak keluarga. Keluarga-keluarga bergabung menjadi desa, kemudian desa berkembang menjadi banyak desa sehingga akhirnya dibentuk atau terbentuk negara.
·        Teori Ketuhanan
Teori ketuhanan muncul akibat pengaruh paham keagamaan dan teokrasi. Menurut teori ini, negara terbentuk karena kehendak Tuhan. Ada keyakinan bahwa segala sesuatu, termasuk negara, berasal dari dan terjadi atas kehendak Tuhan.
 Tuhan mempunyai kekuasaan yang mutlak di dunia serta negara dipandang sebagai penjelmaan kekuasaan dari Tuhan. Para raja atau penguasa negara dipercaya sebagai titisan atau wakil Tuhan. Hak dan kekuasaan para raja dan penguasa negara berasal dari Tuhan. Para raja dan penguasa negara bertakhta dan memerintah karena mandat dari Tuhan.
Salah satu tokoh penganut teori ketuhanan, yakni Freiderich Julius Stahl (1802–1861), mengatakan bahwa negara tumbuh karena takdir sejarah. Negara tidak tumbuh karena faktor dari dalam, tidak juga karena kehendak manusia, tetapi tidak lain karena kehendak Tuhan. Selain Freiderich Julius Stahl, tokoh lain yang menganut teori ini ialah Thomas Aquinas dan Agustinus.
·         Teori Perjanjian Masyarakat
Teori perjanjian masyarakat muncul sebagai reaksi terhadap teori hukum alam dan teori ketuhanan. Para pencetus teori perjanjian masyarakat ialah J.J. Rousseau, John Locke, Montesqeui, dan Thomas Hobbes. Para pemikir ini menilai teori hukum alam dan teori ketuhanan tidak mampu menjelaskan secara meyakinkan bagaimana terbentuknya negara.
Menurut teori perjanjian masyarakat, terbentuknya negara merupakan hasil dari perjanjian individu dan masyarakat. Teori ini berangkat dari anggapan bahwa manusia atau masyarakat hidup pada dua masa yang berbeda, yakni masa sebelum ada negara dan masa setelah ada negara. Pada titik peralihan dari belum ada negara ke setelah ada negara itulah terjadi perjanjian atau kesepakatan di antara para anggota masyarakat untuk membentuk negara.
Pada masa sebelum ada negara, masyarakat hidup dalam keadaan tanpa hukum, tanpa organisasi, serta tanpa pemerintahan dan kepemimpinan. Dalam pandangan Thomas Hobbes (1588–1679), sebelum ada negara, manusia hidup dalam tatanan hukum rimba. Hal ini menyebabkan terjadinya homo homini lupus, yakni manusia menjadi srigala bagi manusia lain, sehingga banyak terjadi kekacauan dan perang.
Di tengah anarki yang destruktif itu, muncul kesadaran dan hasrat untuk mengakhiri keadaan. Untuk keperluan itu, tidak ada jalan lain, harus dibuat perjanjian. Oleh sebab itu, masyarakat kemudian membuat perjanjian bersama. Melalui perjanjian inilah lahir negara dan pemerintahan yang diberi kekuasaan dan wewenang untuk menegakkan ketertiban dan keamanan serta mewujudkan kesejahteraan bersama.
·        Teori Kekuatan
Menurut teori ini, negara lahir karena faktor kekuatan. Dengan kata lain, negara lahir melalui proses adu kekuatan. Tokoh yang menganut teori ini adalah Franz Oppenheimer dan Ludwig Gumplowitz.
Negara terbentuk sebagai hasil dari dominasi atau penguasaan. Pihak yang kuat melakukan penaklukan dan penguasaan terhadap pihak yang lemah. Pendudukan dan penaklukan itu dilakukan oleh kelompok etnis atau suku yang kuat terhadap etnis atau suku yang lemah. Pihak penakluk inilah yang kemudian membentuk negara.
·        Teori Historis
Teori historis disebut juga teori evolusionistis. Menurut teori ini, lembaga-lembaga sosial tidak dibuat, tetapi tumbuh dan berkembang secara perlahan-lahan (evolusioner) sejalan dengan kebutuhan manusia. Lembaga-lembaga yang dimaksud tidak lepas dari pengaruh tempat, waktu, dan tuntutan zaman. Untuk memenuhi berbagai tuntutan zaman itulah negara dibentuk.

Pembentukan Negara pada Zaman Modern

Oleh Akhmad Zamroni

Sumber: http welovedexter.com

Terkait dengan proses terbentuknya negara, selain kita kenal adanya teori pembentukan negara, terdapat juga peristiwa nyata pembentukan negara. Pada zaman modern, secara faktual  ––  bukan secara teori  ––  terjadi pembentukan negara-negara baru. Pembentukan negara ini terjadi atau dilakukan dengan cara-cara tertentu sebagaimana dipaparkan berikut ini.
·        Peleburan (Fusi)
Peleburan atau fusi merupakan pembentukan negara baru hasil penggabungan dari dua negara atau lebih. Fusi biasanya terjadi pada negara atau bangsa yang bersaudara, yang karena tuntutan sejarah dan persamaan ras menyebabkan keduanya mengalami penggabungan. Sebagai contoh, Jerman Barat dan Jerman Timur yang sempat terpisah akibat perbedaan ideologi, bergabung kembali menjadi negara Jerman pada awal tahun 1990-an.
·        Pemecahan
Pemecahan merupakan pembentukan negara-negara baru yang terjadi akibat negara sebelumnya (negara lama) mengalami perpecahan atau pembubaran. Negara-negara baru dibentuk dari negara lama yang bubar dan lenyap. Contohnya, sebagaimana yang terjadi pada negara Uni Soviet, Yugoslavia, dan Cekoslovakia. Pada tahun 1990-an, Uni Soviet bubar dan menjelma menjadi negara-negara baru, yakni Rusia, Ukraina, Lituania, Georgia, Kirghizia, Azerbaijan, Kazakstan, Turkmenistan, dan sebagainya. Yugoslavia pecah dan bubar menjadi negara Bosnia-Herzegovina, Serbia, Montenegro, dan Slovenia. Adapun Cekoslovakia pecah dan bubar menjadi negara Ceko (Ceska) dan Slovakia.
·        Pemisahan
Pemisahan merupakan pembentukan negara baru sebagai hasil menyempalnya salah satu wilayah sebuah negara. Akibat faktor tertentu, sebuah wilayah dari suatu negara memisahkan diri menjadi negara baru. Berbeda dengan pemecahan, pemisahan tidak menyebabkan bubarnya negara lama. Dengan kata lain, negara lama masih tetap berdiri, sedangkan negara baru lahir dari salah satu atau beberapa wilayahnya saja.
Contohnya, yang terjadi pada negara kita, Indonesia. Pada tahun 1999, salah satu provinsi di Indonesia, Timor Timur, memisahkan diri menjadi negara baru bernama Timur Leste. Hal serupa terjadi juga pada negara India dan Pakistan. Salah satu wilayah di India memisahkan diri menjadi negara Pakistan. Namun, Pakistan kemudian juga mengalami nasib serupa, yakni salah satu wilayahnya memisahkan diri menjadi negara baru dengan nama Bangladesh.
·        Perjuangan
Pembentukan negara lewat perjuangan umumnya dilakukan oleh bangsa-bangsa yang terjajah. Bangsa yang terjajah melakukan perjuangan, baik melalui diplomasi maupun perjuangan fisik dengan mengangkat senjata (perang), melawan bangsa penjajahnya untuk mendapatkan kemerdekaan. Setelah kemerdekaan diperoleh, bangsa terjajah membentuk negara baru.

Contoh negara yang dibentuk melalui perjuangan ialah Indonesia. Sebelum menjadi negara, bangsa Indonesia mengalami penjajahan dari Portugal, Inggris, Belanda, dan Jepang. Setelah melalui perjuangan yang sangat panjang, pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan serta membentuk negara. Selain Indonesia, masih banyak negara lain yang dibentuk melalui perjuangan, seperti Filipina, Malaysia, India, Aljazair, Maroko, dan Brasil.

Bentuk Negara: Negara Kesatuan dan Negara Federasi

Oleh Akhmad Zamroni
Sumber: pixabay.com

Bentuk negara tidak jarang disamakan dengan bentuk pemerintahan. Hal ini menyebabkan istilah-istilah yang digunakan untuk keduanya (bentuk negara dan bentuk pemerintahan) seringkali kurang memiliki batas yang jelas dan tegas. Misalnya, republik dan monarki (kerajaan), oleh beberapa ahli disebut sebagai bentuk negara, sementara kalangan ahli yang lain menyebutnya sebagai bentuk pemerintahan.
Terkait dengan bentuk negara dan pemerintahan, terdapat juga istilah-istilah lain, seperti sosialis, liberal, demokrasi, autokrasi, totaliter, heteronom, kesatuan, dan federasi (serikat). Dari sekian istilah tersebut, ada istilah yang sangat sering dipakai untuk menyebut bentuk negara, yakni kesatuan dan federasi. Kedua istilah ini dianggap paling mewakili untuk membuat penggolongan bentuk-bentuk negara.
·        Negara Kesatuan
Negara kesatuan adalah negara yang kedaulatan ke luar dan ke dalam serta kekuasaan yang dimilikinya untuk mengatur dan memimpin seluruh daerah/wilayah negara berada di tangan pemerintah pusat. Di dalam negara kesatuan, kekuasaan negara dipegang dan dikendalikan oleh pemerintah pusat. Contoh negara yang berbentuk kesatuan adalah Indonesia, Prancis, dan Iran.
Negara kesatuan tidak mengenal adanya negara bagian yang masing-masing memiliki kedaulatan ke dalam. Namun, dalam mengatur urusan hidup warganya, negara kesatuan dapat memberlakukan dua sistem yang berbeda, yakni sistem sentralisasi dan desentralisasi.
v     Dalam sistem sentralisasi, semua urusan atau bidang kehidupan warga masyarakat sepenuhnya diatur dan dikendalikan oleh pemerintah pusat.
v    Dalam sistem desentralisasi, tidak semua urusan atau bidang kehidupan warga masyarakat diatur dan dikendalikan pemerintah pusat, melainkan sebagiannya diserahkan kepada pemerintah daerah dan masyarakat daerah untuk mengaturnya sendiri.
Pada masa lalu, banyak negara kesatuan  ––  termasuk Indonesia  ––  yang memberlakukan sistem sentralisasi. Namun, sistem ini dianggap banyak menimbulkan masalah. Selain dapat menyebabkan terbentuknya pemerintah pusat yang otoriter dan korup, sistem sentralisasi juga menghambat upaya pembangunan dan pemberdayaan potensi daerah.
Pada zaman modern, sistem sentralisasi sudah banyak ditinggalkan. Seiring dengan kian kompleksnya kehidupan berbangsa dan bernegara, desentralisasi kini lebih banyak dianut. Desentralisasi setidaknya terbukti lebih meringankan beban pemerintah pusat serta lebih memacu dinamika pembangunan di daerah.
Pada era reformasi saat ini, Indonesia juga menganut desentralisasi. Sistem ini dapat diandalkan untuk memberdayakan potensi daerah serta melakukan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan. Sebelumnya, dalam waktu yang lama, Indonesia lebih menganut sentralisasi.
·        Negara Federasi
Negara federasi disebut juga negara serikat. Negara federasi adalah negara yang terbagi atas negara-negara bagian yang masing-masing memiliki pemerintahan sendiri. Di dalam negara federasi, setiap negara bagian memiliki kedaulatan ke dalam, tetapi kedaulatan negara ke luar tetap dipegang oleh pemerintah pusat (pemerintah federal). Contoh negara yang berbentuk federasi ialah Amerika Serikat, India, dan Malaysia.
Di negara federasi, setiap negara bagian seringkali diberi sejumlah keleluasaan dan kewenangan yang besar. Negara bagian diberi kebebasan untuk menentukan dan memiliki bendera sendiri. Bahkan, negara bagian juga diberi kewenangan untuk membentuk undang-undang dasar sendiri serta menentukan bentuk organisasi sendiri dalam kerangka konstitusi federal (pusat).
Selain federasi dan kesatuan, terdapat juga pembagian bentuk negara  yang lain, yakni republik dan kerajaan. Sebenarnya republik dan kerajaan lebih tepat disebut sistem atau bentuk pemerintahan karena lebih merujuk pada cara mengelola kehidupan bernegara. Namun, seperti disinggung di muka, republik dan kerajaan masih sering dianggap sebagai bentuk negara, seperti dikemukakan George Jellinek.