Oleh Akhmad
Zamroni
L |
azim terbayang
di benak banyak orang bahwa mendaki gunung merupakan petualangan yang hanya
dapat dilakukan oleh orang dengan anggota tubuh yang masih lengkap. Apalagi
gunung-gunung tinggi, berkemiringan ekstrem, dan bersalju pula, barangkali nyaris
tak masuk akal jika dapat ditaklukkan oleh orang dengan anggota tubuh yang tak utuh.
Namun,
Sabar Gorky mampu membuktikan bahwa
bayangan atau anggapan itu tidaklah benar. Hanya dengan satu kaki –- karena
kaki kanannya diamputasi --- pria berusia 57 tahun ini mampu mendaki dan
menaklukkan banyak gunung.
Sebagai difabel (tunadaksa), Sabar telah mendaki dan mencapai puncak gunung-gunung tinggi dengan tebing berkemiringan ekstrem tidak hanya di Indonesia, melainkan juga di mancanegara. Belasan gunung dan tebing telah ia taklukkan.
Motivasi dari Sang Ibu
Menekuni dunia petualangan sejak SMA saat semua anggota tubuhnya
masih lengkap, Sabar justru meraih sejumlah sukses besar setelah kehilangan salah
satu kakinya. Amputasi pada kaki kanannya akibat kecelakaan kereta api di
Stasiun Karawang tahun 1990, menyebabkannya sangat terpukul hingga membuatnya nyaris
putus asa dan kehilangan semangat.
Namun, berkat motivasi dari almarhumah ibundanya, dobrakan
kekuatan dari dalam hatinya, disertai dorongan dan “provokasi” dari para
sahabatnya sesama petualang alam, tekat dan semangatnya bertualang bangkit
lagi. Peran sang ibunda dalam menumbuhkan kembali tekat dan semangatnya, digambarkan
Sabar sebagai yang paling besar dan menentukan dalam momen kebangkitan kembali
dirinya.
“Saat itu terasa kacau karena saya tidak tahu harus bagaimana dan berusaha apa,” katanya, mengenang masa sulit dan pahit itu. “Saya merasa berada di titik nol. Semua karena almarhumah ibu saya. Beliau yang paling memberi dukungan dari keluarga. Pesan ibu saat itu, ‘jalani saja hidup ini, nanti suatu saat ada jalannya sendiri’.”
Tiga Puncak Dunia
Hanya dengan kaki kiri dibantu tongkat
penyangga, Sabar pun kembali giat berlatih untuk mengasah dan meningkatkan skill petualangannya --- yang sebelumnya
sudah terbentuk. Sesudahnya, tak butuh waktu lama, ia meraih sederet pencapaian
yang mengejutkan dan luar biasa.
Sabar sukses menaklukkan puncak gunung-gunung ternama. Lawu
(tinggi sekitar 3.265 m di
atas permukaan laut), Telomoyo (1.894 mdpl),
Merapi (2.930 mdpl),
Merbabu (3.145 mdpl),
Sumbing (3.371
mdpl), Sindoro (3.153 mdpl),
Semeru (3.676 mdpl), Gede-Pangrango
(2.959 m), dan Rinjani
(3.726 mdpl) adalah
beberapa contoh gunung di Indonesia yang sudah ia taklukkan.
Tiga dari Tujuh Puncak
Dunia (Seven Summit) berhasil ia daki.
Ia sukses menjejakkan kaki di puncak Elbrus (Rusia), yang merupakan gunung
tertinggi di Eropa (5.642 mdpl);
Kilimanjaro (Tanzania), sebagai gunung tertinggi di Afrika (5.895 mdpl); dan
Cartenz Piramid (Indonesia), yang tertinggi di Asia Tenggara (4.884 mdpl). Aconcagua, Argentina
(6.962 mdpl), berhasil ia daki,
tetapi tidak sampai ke puncak karena terhalang oleh badai salju hebat.
Sabar juga berhasil
menaklukkan banyak tebing curam terkenal di dalam negeri, seperti Parang
(Purwokerto), Sukolilo (Pati), Karanglo (Karanganyar), Citatah (Bandung), dan
Siung (Wonosari). Sebagai atlet petualang, ia melakukan susur Sungai Bengawan
Solo sejauh ratusan kilometer hanya dengan menggunakan rakit –- dari Solo ke
Gresik. Dalam tour bersepeda, ia
berhasil menjelajahi rute Solo-Bali dan Solo-Tawangmangu yang medannya penuh
tanjakan ekstrem.
Meskipun usianya sudah
setengah abad lebih, pria Solo kelahiran 9 September 1968 ini tetap akan aktif
dalam dunia petualangan alam, terutama pendakian gunung, panjat dinding, dan
panjat tebing. Ia masih menyimpan mimpi untuk menaklukkan sejumlah gunung lagi,
terutama empat gunung sisa dari Tujuh Puncak Dunia yang belum sempat ia
tuntaskan --- yakni Aconcagua, Denali (Amerika Serikat), Vinson Massif
(Antartika), dan Everest (Nepal-Tibet).
“Ya, saya masih akan terus berusaha untuk tetap aktif melakukan pendakian,” jawabnya, saat ditanya masa depan kegiatan pendakiannya. “Termasuk akan berusaha menaklukkan empat gunung dari Tujuh Puncak Dunia itu. Hanya saja, saya masih menunggu hadirnya sponsor untuk mendukung usaha saya.”
Inspiratif
Sebagai atlet difabel,
Sabar memenangkan beberapa kejuaraan panjat dinding internasional khusus untuk
atlet difabel. Ia menyabet medali emas dalam Kejuaraan Panjat Dinding Asia 2009
di Korea Selatan dan meraih peringkat keempat dalam Kejuaraan Panjat Dinding
Dunia 2012 di Prancis.
Berkat serangkaian prestasinya yang
mengharumkan nama Indonesia di mata dunia, Sabar menerima beberapa penghargaan.
Ia mendapat award sebagai Ikon
Berprestasi dari Pemerintah Indonesia tahun 2017 serta penghargaan dari Lembaga
Prestasi Indonesia-Dunia (Leprid) tahun 2019. Sabar juga menerima Piagam MURI (Museum
Rekor Indonesia) sebagai Penyandang Tunadaksa yang Mendaki Gunung di Tiga Benua
(Elbrus, Eropa; Kilimanjaro, Afrika; dan Cartenz Pyramid, Asia).
Sabar dikenal sebagai
aktivis sosial yang peduli terhadap kaum difabel. Untuk mewadahi
dan mengembangkan potensi atlet panjat dinding kaum difabel, ia mendirikan
Federasi Panjat Tebing Difabel Indonesia (FPTDI) pada tahun 2009. Ia juga juga
menjadi figur penting dalam pembentukan Indonesian Paraclimbing Club (INDPAC).
Keinginannya
membantu sesama difabel didasari oleh niat untuk memberikan pengertian dan
dorongan bahwa kaum difabel juga mampu dan memiliki hak untuk berprestasi. “Orang
difabel dan orang normal sama-sama manusia, sama-sama memiliki hak. Saya ingin
mengubah paradigma. Difabel punya harkat dan martabat, serta bisa
berprestasi," katanya.
Dikenal luas sebagai petualang dan atlet difabel yang tangguh, pemberani, pantang menyerah, bersemangat tinggi, dan berprestasi, nama Sabar Gorky menginspirasi banyak orang di dalam dan luar negeri. Banyak kaum difabel yang tergerak untuk mengikuti jejaknya sebagai difabel yang berprestasi. Tidak sedikit orang-orang normal yang berdecak kagum serta terilhami oleh keberanian, ketangguhan, dan semangat pantang menyerahnya.
Hobi dan Ketenangan
Hobi Sabar pada petualangan
alam tak terlepas dari obsesinya pada ketenangan dan kebesaran ciptaan Tuhan.
Dekat dengan alam membuatnya merasa tenang dan damai, merasakan keagungan Tuhan
dengan alam yang diciptakan-Nya, serta betapa nasib manusia sepenuhnya berada
di tangan Tuhan.
“Setiap akan melakukan
pendakian atau petualangan alam lainnya, saya selalu menyempatkan diri untuk
berdoa kepada Yang Maha Kuasa,” ujarnya. “Semua hal dalam hidup ini, apalagi
kegiatan penuh bahaya seperti yang saya lakukan ini, gagal dan berhasilnya
ditentukan oleh kehendak Tuhan.”
Hasrat yang kuat untuk berdekatan dengan alam membuat hobi Sabar didominasi oleh aktivitas yang berhubungan dengan alam. Selain menekuni dunia panjat tebing, panjat dinding, dan pendakian gunung, ia juga gemar camping, traveling, arung jeram, susur sungai, kano, renang, menyelam, dan mancing.
Pelanggan JNE
Sabar yang kini
tinggal di kawasan Jebres, Solo, bekerja secara serabutan sebagai petugas cleaning service, pembersih kaca gedung
tinggi, pembuat wall climbing, dan perancang
instalasi outbond sembari membuka
warung makan kecil-kecilan. Kafe kopi yang pernah ia buka terpaksa ia tutup
karena sepi pengunjung akibat terdampak pandemi Covid-19.
Sebagai
petugas cleaning service, Sabar
pernah dimintai jasanya untuk memperbaiki dan membersihkan saluran air di salah
satu cabang JNE Solo. Untuk mengirimkan barang-barang keperluan pendakian
gunung dan panjat tebing/dinding, Sabar ternyata juga sering menggunakan jasa
pengiriman paket JNE.
%20.jpg)
Sejak
pendemi Covid-19, Sabar merasakan kehidupan ekonominya cukup berat. Terutama kepada
Pemerintah, ia sangat berharap bisa terketuk untuk memberikan bantuan kepada
dirinya dan kalangan difabel lain yang berprestasi. Menurutnya, warga negara berprestasi
berhak mendapatkan apresiasi yang tidak hanya sekadar kata-kata pujian di atas selembar
kertas piagam dan trofi, melainkan juga, terutama, bantuan ekonomi.
“Ya, paling tidak Pemerintah memberikan pekerjaan tetap yang layak. Syukur-syukur bisa juga memberikan rumah secara cuma-cuma,” harap Sabar, yang saat ini masih tinggal di rumah kontrakan, menutup percakapan.
#JNE
#ConnectingHappiness
#JNE34SatSet
#JNE34Tahun
#JNEContentCompetition2025
#JNEInspirasiTanpaBatas