Oleh Akhmad Zamroni
Sumber: Grafis Zamroni |
Kata ‘separatisme’ berasal dari bahasa Inggris, separate, yang berarti terpisah atau tersendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 1042), separatisme berarti paham atau gerakan untuk memisahkan diri atau mendirikan negara sendiri. Separatisme merupakan gerakan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat untuk menyempal atau memisahkan diri dari negara (lama) yang sudah ada guna membentuk atau mendirikan negara sendiri (yang merdeka dan berdaulat).
Sekelompok masyarakat yang melakukan
gerakan separatis dapat berasal dari daerah/provinsi tertentu, etnik tertentu,
atau komunitas/golongan tertentu. Hal yang memotivasi mereka untuk memisahkan
diri dan mendirikan negara tersendiri bisa berupa kesamaan nasib, visi, misi,
dan sebagainya. Perasaan kecewa dan tidak puas akibat berbagai perlakuan
diskriminatif dan pembagian hasil pengelolaan sumber daya alam yang timpang
(dari pemerintah pusat) juga dapat mendorong sekelompok masyarakat untuk
melakukan separatisme.
Sejak merdeka, Indonesia berkali-kali merasakan
pahitnya separatisme. Pada masa-masa awal kemerdekaan, beberapa gerakan separatis
muncul di beberapa daerah. Sebagian gerakan makar dan subversif seperti yang
sudah disinggung sebenarnya juga bersifat separatis karena dimaksudkan untuk
memisahkan diri dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Sebagian besar
gerakan tersebut dapat dipadamkan, tetapi ada yang tetap bertahan hingga abad
ke-21 saat ini –– sebagaimana diperlihatkan oleh gerakan RMS (Republik Maluku Selatan) dan OPM (Organisasi
Papua Merdeka).
Sumber: jogja.tribunnews.com |
Pada masa krisis multidimensi dan kebangkitan
gerakan reformasi sekitar tahun 1997–2000, gerakan separatis muncul di beberapa
daerah. Masyarakat beberapa provinsi yang kaya sumber daya alam, seperti Aceh, Riau, dan Kalimantan Timur,
sempat hendak memisahkan diri dari NKRI akibat merasa mendapat perlakuan tidak
adil dari pemerintah Orde Baru dalam pembagian hasil pengelolaan sumber daya
alam. Namun, tanpa diwarnai aksi kekerasan serta melalui tindakan persuasi, mereka
dapat disadarkan oleh pemerintahan pasca-Orde Baru untuk tetap bergabung dengan
NKRI.
Separatisme merupakan gerakan yang
berbahaya. Jika tidak diatasi dengan kebijakan yang tepat, separatisme dapat
menyebabkan terjadinya disintegrasi bangsa dan negara, sebagaimana yang dialami
Uni Soviet dan Yugoslavia pada awal tahun 1990-an. Separatisme dapat
diantisipasi serta dicegah dan ditanggulangi dengan cara memberikan perlakuan
yang adil dan merata dalam segala hal kepada semua etnik, suku, dan masyarakat di
setiap provinsi atau daerah. Di negara kita, hingga saat ini separatisme
ternyata belum sepenuhnya padam. Oleh sebab itu, dibutuhkan kewaspadaan serta
ketepatan sikap dan kebijakan –– terutama dari pemerintah beserta aparat
keamanan –– dalam menghadapi dan mengatasinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar