Minggu, 30 April 2017

Nelson Mandela (1918–2013), Penentang dan Penghapus Apartheid

Oleh Akhmad Zamroni

Sumber: cdn.history.com
Nelson Rolihlahla Mandela lahir di Mvezo, Afrika Selatan, pada tanggal 18 Juli 1918. Masa kecilnya dihabiskan di Thembu. Ayahnya, Henry Mandela, adalah kepala suku Thembu. Mandela wafat di Johannesburg, Afrika Selatan, pada 5 Desember 2013 dalam usia 95 tahun.
Mandela adalah orang pertama dari keluarganya yang mengikuti pendidikan sekolah. Terkait dengan hal ini, Mandela menyatakan, “Tak satu pun di keluargaku yang pernah bersekolah .... Pada hari pertama sekolah, guruku, Miss Mdingane, memberikan nama Inggris kepada setiap murid. Ini adalah kebiasaan orang Afrika waktu itu dan tentunya dikarenakan pengaruh Britania pada pendidikan kami. Hari itu, Miss Mdingane memberitahuku bahwa nama baruku adalah Nelson. Aku tidak tahu mengapa ia memilih nama itu.”
Pada usia 16 tahun, Mandela masuk Clarkebury Boarding Institute untuk belajar kebudayaan Barat. Pada tahun 1934, ia mempelajari hukum di Fort Hare University. Setelah pindah ke Johannesburg, ia mengambil kuliah di University of South Africa. Seusai menyelesaikan kuliahnya pada tahun 1942, ia kembali mempelajari ilmu hukum di University of Witwatersrand.
Selama hidupnya, Mandela menjalani tiga kali pernikahan. Pertama, ia menikahi Evelyn Ntoko Mase; dan setelah bertahan selama 13 tahun, bercerai pada 1957. Pernikahan keduanya, dengan Winnie Mandikizela, yang sempat bertahan selama 38 tahun, juga berakhir dengan perceraian (tahun 1996). Pada ulang tahunnya yang ke-80 (1998), Mandela menikah dengan Graca Machel, janda mantan Presiden Mozambik, Samora Machel.

A.   Aktif Menentang Apartheid
Semenjak muda, Mandela dikenal sebagai pribadi yang kritis. Ia sensitif terhadap segala bentuk ketidakadilan. Pada tahun 1940, saat kuliah di Fort Hare University, ia sudah melakukan demonstrasi untuk menentang kebijakan universitas yang  ia anggap tidak adil sehingga ia dikeluarkan dari kampus.
Memasuki usia 20-an tahun, Mandela mulai aktif dalam gerakan sosial dan politik. Ia bergabung dengan African National Congress (ANC), sebuah organisasi gerakan nasionalis multirasial yang mengusung misi mengubah kondisi sosial dan politik di Afrika Selatan. Ia juga turut mendirikan Liga Pemuda ANC (1944).
Mandela mulai berberak melakukan perlawanan seiring makin memanasnya suhu sosial dan politik di Afrika Selatan pada akhir 1940-an. Ia mendapat motivasi dan semangat untuk melawan saat rezim pemerintah kulit putih Afrika Selatan memberlakukan politik apartheid pada tahun 1948. Kelompok masyarakat kulit putih yang hampir sepenuhnya mendomiasi pemerintahan Afrika Selatan, melalui apartheid mengklaim diri sebagai golongan unggul yang harus mendapat perlakuan istimewa serta mengenyampingkan masyarakat kulit berwarna –– terutama kulit hitam –– sebagai kelompok rendahan yang hak-haknya tidak perlu diperhatikan.

Sumber: USA Today
Semenjak apartheid diberlakukan rezim kulit putih, masyarakat kulit berwarna –– terutama kulit hitam yang merupakan mayoritas di Afrika Selatan –– hidup dalam penindasan dan dibayang-bayangi kekerasan. Kebijakan apartheid menyebabkan hak-hak masyarakat kulit berwarna sebagai manusia dan warga negara tidak dapat dijalankan sebagaimana mestinya. Mereka, antara lain, dilarang untuk menggunakan hak pilih, dilarang tinggal di kawasan masyarakat kulit putih, serta tak diberi akses untuk mengikuti pendidikan tinggi dan memperoleh pekerjaan yang layak.
Apartheid yang menimbulkan ketimpangan, ketidakadilan, dan penindasan melecut Mandela untuk meningkatkan militansi gerakannya. Seusai diangkat menjadi salah satu wakil ketua ANC (tahun 1952), ia berupaya keras mengubah kebijakan ANC menjadi lebih militan. Hal ini menyebabkannya dituduh sebagai seorang pengkhianat, tetapi kemudian dinyatakan tidak bersalah (1959).
B.    Dijatuhi Hukuman Seumur Hidup
Aparat rezim pemerintahan kulit putih melakukan pembantaian terhadap demonstran di Sharpeville (1960). Pembantaian ini menyebabkan 69 warga kulit hitam meninggal dunia. Kebrutalan dan kekejaman rezim pemerintah kulit putih ini makin memicu tekad dan keberanian Mandela untuk melakukan perlawanan terhadap apartheid.

Mandela mulai bersikap konfrontatif terhadap rezim kulit putih. Sekitar setahun setelah peristiwa kekejaman di Sharpeville, ia memprakarsai pembentukan Umkhonto we Sizwe (1961), laskar perlawanan di bawah ANC. Umkhonto we Sizwe dipersiapkan untuk melakukan perlawanan fisik dan bersenjata terhadap rezim kulit putih.

Untuk meningkatkan kemampuan militer dan tempurnya, Mandela mengikuti pelatihan militer di Aljazair. Pada tahun 1962 ia kembali ke tanah airnya untuk melanjutkan perlawanan konfrontatifnya terhadap pemerintahan kulit putih. Akan tetapi, beberapa saat setiba di Afrika Selatan, Mandela ditahan dan diadili rezim pemerintahan kulit putih. Ia divonis hukuman penjara lima tahun dengan sangkaan meninggalkan Afrika Selatan secara tidak sah.

Belum lagi masa hukumannya berakhir, Mandela kembali diajukan ke pengadilan bersama para koleganya. Pada tahun 1964, melalui pengadilan rezim kulit putih yang tidak independen, Mandela dinyatakan bersalah dan divonis dengan hukuman penjara seumur hidup. Ia dituduh melakukan sabotase dan bersekongkol menggulingkan pemerintahan.

C.   Rekonsiliasi
Kendati dipenjara, semangat dan tekad Mandela untuk melawan apartheid  tidak surut. Dari balik jeruji penjara, ia tak berhenti mengobarkan spirit perlawanan terhadap apartheid. Kolega seperjuangannya serta para pengikutnya di luar penjara melakukan ikhtiar perlawanan melalui berbagai cara. Masyarakat internasional juga turut memberi dukungan pada Mandela.

Perlawanan luar biasa Mandela bersama masyarakat kulit hitam Afrika Selatan serta tekanan internasional yang bertubi-tubi akhirnya membuat rezim pemerintahan kulit putih menyerah. Presiden Afrika Selatan, F.W. de Klerk, pada 11 Februari 1990 memerintahkan pembebasan Mandela tanpa syarat. Kebijakan apartheid dinyatakan dicabut dari bumi Afrika Selatan, bersamaan dengan persiapan penyelenggaraan pemilihan umum. Melalui pemilu yang digelar tahun 1994, Mandela dinyatakan keluar sebagai pemenang dan terpilih menjadi presiden Afrika Selatan. Ia menjadi presiden kulit hitam pertama dalam sejarah Afrika Selatan.

Setelah sukses melenyapkan apartheid dan menjadi orang nomor satu Afrika Selatan, Mandela merangkul semua komponen bangsa Afrika Selatan untuk melakukan rekonsiliasai (rujuk nasional), menggalang persatuan, dan bersama membangun kembali Afrika Selatan. Untuk jasa-jasanya yang besar dan luar biasa, Mandela dinobatkan sebagai tokoh besar yang fenomenal oleh masyarakat internasional. Pada tahun 1993, Mandela bersama F.W. de Klerk dianugerahi hadiah Nobel Perdamaian atas jasa-jasanya yang besar dalam penghapusan apartheid dan penciptaan perdamaian di Afrika Selatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar