Oleh Akhmad Zamroni
Sumber: image.slidesharecdn.com |
Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) diprakarsai dan dipimpin oleh mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur, Christian Robert Steven Soumokil. Bersama para pengikutnya, Soumokil memproklamasikan kemerdekaan RMS pada tanggal 25 April 1950. Untuk mendapatkan dukungan dan pengikut, Soumokil, antara lain, menghasut para kepala desa (rajapati) untuk menyetujui pembentukan RMS melalui rapat umum yang diadakan di Ambon pada tanggal 18 April 1950.
Gerakan RMS dilakukan sebagai upaya untuk
memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur. Pada saat
itu Indonesia masih menganut bentuk negara serikat atau federasi dengan nama
Republik Indonesia Serikat (RIS), sedangkan Negara Indonesia Timur (NIT)
merupakan salah satu negara bagian. Soumokil tidak menyetujui kembalinya Indonesia
ke bentuk negara kesatuan (NKRI/Negara Kesatuan Republik Indonesia) serta
menolak penggabungan daerah-daerah Negara Indonesia Timur ke dalam
wilayah NKRI. Soumokil bersama para pengikutnya berusaha melepaskan wilayah Maluku Tengah dari Negara Indonesia Timur dengan
mendirikan Republik Maluku Selatan.
Pemerintah pusat menganggap RMS sebagai gerakan
pemberontakan sehingga merasa perlu untuk segera mengambil tindakan. Upaya
pertama yang dilakukan adalah menempuh jalan damai. Namun, upaya ini gagal membuahkan
hasil positif sehingga pemerintah kemudian memutuskan untuk melakukan
penumpasan melalui operasi militer. Soumokil yang bersama para pengikutnya
sempat menyingkir ke Pulau Seram untuk memimpin perlawanan bergerilya, akhirnya
dapat ditangkap dan kemudian dijatuhi hukuman mati pada tanggal 12 April 1966.
Sumber: http 1.bp.blogspot.com |
Walaupun pemimpin dan penggeraknya telah dieksekusi,
gerakan RMS tidak dengan sendirinya ikut mati. Sepeninggal Soumokil, para
pengikutnya yang lolos dari operasi militer pemerintah Indonesia, melarikan
diri keluar negeri dan berusaha melanjutkan gerakan separatis dengan membentuk
pemerintahan RMS di pengasingan (Belanda). Mereka yang memimpin
gerakan RMS dari pengasingan, antara lain, Johan Alvarez Manusama, Frans Tutuhatunewa,
dan John Wattilete.
Mereka terus melakukan aksi-aksi separatisnya
hingga saat ini. Dari luar negeri mereka masih sering melakukan kegiatan
propaganda dan upaya pengacauan di Maluku, terutama di Ambon dan sekitarnya. Kerusuhan
sosial dan konflik agama yang pecah di Ambon dan sekitarnya pada tahun
1999–2004 diduga kuat merupakan hasil provokasi dan propaganda para elite dan
anasir RMS di luar negeri. Kasus Ambon yang memakan banyak korban
jiwa tersebut juga dimanfaatkan mereka untuk menggalang dukungan masyarakat Ambon dan Maluku bagi kelanjutan gerakan RMS
walaupun upaya itu kenyataannya gagal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar