Sumber: Foto Sadah Siti Hajar |
Kota
dan Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, memiliki beberapa destinasi (tujuan) wisata
sejarah yang patut diunggulkan. Selain Trinil, yang merupakan objek wisata
dengan bentuk situs kehidupan manusia dan satwa purba, Ngawi juga memiliki
destinasi wisata sejarah yang lain, yakni Benteng Van den Bosch. Seperti
namanya, benteng ini merupakan peninggalan pemerintah Hindia Belanda yang
dibangun pada abad ke-19, tepatnya tahun 1845.
Benteng
Van Den Bosch oleh masyarakat Ngawi populer disebut sebagai “Benteng Pendhem”. Sebutan
ini merujuk pada keberadaan benteng yang berdiri di tempat (cekungan) yang
rendah sehingga dari jauh tampak seperti terpendam atau terkubur. Dahulu,
benteng ini memang konon dikelilingi oleh gundukan tanah seperti tanggul atau
perbukitan –– sisa-sisa tanggul atau perbukitan itu masih terlihat di sekitar
benteng. Sama seperti parit, tanggul pada benteng bisa dibuat sebagai pagar
pertahanan pertama dari serangan musuh.
Setelah
Indonesia merdeka, Benteng Van Den Bosch diambil alih dan dikuasai oleh
pemerintah Indonesia, kemudian sempat dimanfaatkan sebagai lokasi latihan
militer. Saat ini, pengelolaan benteng ini menjadi tanggung jawab Yon Armed 12
Kostrad. Adapun lokasi benteng ini hanya berjarak sekitar 1 km dari pusat Kota
Ngawi serta berada di daerah pertemuan dua sungai besar, yakni Sungai Bengawan
Solo dan Sungai Madiun.
Benteng
yang dibangun Pemerintah Hindia Belanda sebagai pertahanan untuk menghadapi
perlawanan Pangeran Diponegoro di kawasan Madiun dan sekitarnya ini berdiri di
atas area seluas 15 hektar. Bangunannya berukuran 165 m x 80 m yang, antara
lain, terdiri atas gerbang utama (gate),
barak pasukan (tentara), perkantoran, ruang pimpinan, ruang tahanan (penjara), dan
kandang kuda. Benteng ini dibangun pada masa Pemerintahan Hindia Belanda
dipimpin oleh Gubernur Jenderal Van den Bosch.
Jejak-jejak
Van den Bosch masih terlihat cukup jelas di benteng ini. Gambar close-up-nya yang berukuran besar dalam
versi baru –– yang tampaknya dipasang oleh pihak pengelola –– terpampang jelas di
beberapa sisi dinding benteng. Gambar itu agaknya memang sengaja dipasang untuk
menunjukkan kesan kuatnya kedudukan dan pengaruh Van den Bosch atas benteng
ini. Di benteng ini Sang Gebernur Jenderal konon memiliki ruang tersendiri
sebagai tempat tinggalnya.
Dengan
arsitektur bangunan bergaya Eropa murni, Benteng Van den Bosch dikelilingi parit
(sungai kecil berbentuk melingkar) yang cukup lebar. Di beberapa bagian, bekas
parit itu masih terlihat sangat jelas karena terisi genangan air. Saat
berfungsi sebagai pertahanan untuk menghadapi serangan pasukan Diponegoro,
benteng ini diperkuat dengan sekitar 200-an personel pasukan Belanda bersenjata
serbu dan meriam serta dilengkapi dengan puluhan pasukan berkuda (kavaleri).
Di
salah satu bagian benteng terdapat pula makam K.H. Muhammad Nursalim, salah
satu pengikut Pangeran Diponegoro. Dalam suatu insiden, Muhammad Nursalim
tertawan oleh pasukan Belanda dan dibawa ke dalam benteng. Oleh karena tidak
bisa dihabisi dengan cara biasa, ia kemudian dieksekusi dengan cara dikubur
hidup-hidup.
Benteng
Van den Bosch jelas memiliki nilai historis yang tinggi. Ia merupakan bangunan
peninggalan sejarah yang menjadi salah satu penanda perjuangan rakyat Indonesia
–– terutama Pangeran Diponegoro bersama pengikut dan pasukannya –– dalam
melakukan perlawanan terhadap imperialisme bangsa asing (Belanda). Benteng itu
memang (dahulu) milik Belanda, tetapi dibangun untuk memperkuat kedudukannya di
Indonesia sebagai penjajah serta difungsikan sebagai basis untuk melakukan
penindasan dan penyerangan terhadap rakyat Indonesia.
Dan
setelah menjadi milik bangsa Indonesia, Benteng Van den Bosch merupakan bangunan
historis yang sangat berharga bagi bangsa dan negara Indonesia. Bangunan itu
kini menjadi salah satu monumen perjuangan bangsa Indonesia. Namun, sayang
sekali, kendatipun masih berdiri kokoh serta memperlihatkan sisa-sisa
kemegahannya sebagai bangunan masa lalu yang artistik dan mengagumkan, benteng
ini terlihat kurang perhatian dan perawatan. Selain terlihat kotor, sebagian
besar atap bangunan telah mengalami kerusakan.
(Sumber: Panoramakanan,
Sadah Siti Hajar, http://lanskap-makanan.blogspot.com/2018/01/benteng-van-den-bosch-ikon-pariwisata.html,
28 Januari 2018)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar