Pengadilan HAM nasional (Sumber: http://lama.elsam.or.id) |
Setelah
memasuki era reformasi tahun 1998, pengaturan hak asasi manusia dalam tata
hukum di Indonesia mengalami kemajuan pesat. Bahkan, dapat dikatakan sangat
pesat jika dibandingkan dengan waktu-waktu sebelumnya. Seperti kita ketahui,
pada tahun 1999–2002, UUD 1945 mengalami amendemen dengan di antaranya
mengalami penambahan bab khusus tentang hak asasi manusia. Selain itu,
ditetapkan dan disahkan pula berbagai peraturan perundang-undangan lain yang
khusus mengatur masalah hak asasi manusia.
Era reformasi benar-benar membawa
berkah yang positif bagi upaya memajukan hak asasi manusia di Indonesia. Era
ini mendorong terjadinya perkembangan hak asasi manusia yang menggembirakan
dari segi pengaturannya dalam hukum. Maka, selain instrumen hukum yang lebih
dahulu muncul, yakni Pancasila dan UUD 1945, lahir beberapa instrumen hukum
penting lain mengenai hak asasi manusia, seperti Tap. XVII MPR/1998, UU No.
9/1998, UU No. 5/1998, UU No. 39/-1999, UU No. 26/2000, Perpu No. 1/1999,
dan Keppres No. 181/1998.
·
Pancasila
Sebagai dasar
negara yang menjadi landasan hukum tertinggi bagi bangsa Indonesia, Pancasila
memberikan rambu-rambu tentang hak asasi manusia. Pancasila memberikan arahan
tentang hak asasi manusia melalui nilai-nilai yang terkandung dalam beberapa
silanya. Nilai atau rambu yang berkaitan dengan hak asasi manusia dalam
Pancasila, antara lain, sebagai berikut.
§ Tuhan Yang Maha Esa adalah pencipta alam semesta, termasuk manusia
sebagai salah satu penghuninya.
§ Tuhan menciptakan manusia dengan disertai akal, hati nurani, dan
martabat yang mulia.
§ Tuhan menganugerahkan hidup, kebebasan, dan harta milik kepada
manusia.
§ Sebagai makhluk yang bermartabat mulia, manusia dibebani
kewajiban-kewajiban sebagai berikut:
v bersyukur
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
v mencintai
sesama manusia dengan memelihara hubungan dengan sesama serta menjaga
persatuan;
v menghargai
serta memelihara hak hidup, kemerdekaan, dan hak milik;
v melaksanakan
hukum yang berlaku;
v cinta,
berbakti, dan mengabdi pada tanah air, bangsa, dan negara;
v mencintai
dan membela keadilan dan kebenaran.
·
UUD
1945
UUD 1945 memberikan perlindungan
terhadap hak asasi manusia secara jelas dan meyakinkan. Selain dalam Pembukaan
UUD 1945 disebutkan perihal hak kemerdekaan serta upaya perlindungan dan
pemajuan kehidupan bangsa, dalam batang tubuh juga diatur hak asasi manusia
warga negara. Beberapa pasal yang mengatur masalah hak asasi manusia, antara
lain, pasal 28A, pasal 28B, pasal 28C, pasal 28D ayat (1), pasal 28D ayat (3),
pasal 28E ayat (3), pasal 28F, pasal 28G ayat (a), dan pasal 28J ayat (1). Isi
pokok dari pasal-pasal tersebut sebagian sudah diuraikan dalam tulisan lain di
blog ini (periksa “Jenis-Jenis Hak Asasi Manusia menurut UUD 1945”). Adapun
uraian lengkap dan terperincinya dapat dibaca langsung dalam buku UUD 1945
hasil amendemen.
·
Tap.
XVII MPR Tahun 1998
Tap.
XVII/MPR/1998 tentang Piagam Hak Asasi Manusia merupakan bentuk penegasan
kembali mengenai pengakuan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia terhadap
hak asasi manusia. Tap MPR ini dikeluarkan untuk memenuhi tuntutan reformasi
dalam bidang hukum serta penegakan dan perlindungan hak asasi manusia di
Indonesia. Tap. XVII/MPR/1998 dapat dikatakan berisi pernyataan, deklarasi,
atau piagam hak asasi manusia versi bangsa Indonesia. Adapun isi pernyataan
atau piagam hak asasi manusia dalam ketetapan ini adalah sebagai berikut.
§ Bahwa manusia ialah makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang berperan
sebagai pengelola dan pemelihara alam secara seimbang dan serasi dalam ketaatan
kepada-Nya. Manusia dianugerahi hak asasi dan memiliki tanggung jawab serta
kewajiban untuk menjamin keberadaan, harkat, dan martabat kemuliaan kemanusiaan
serta menjaga keharmonisan kehidupan.
§ Bahwa hak asasi adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri
manusia secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha
Esa, yang meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri,
hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak
kesejahteraan, yang oleh karena itu tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh
siapa pun. Selanjutnya, manusia juga mempunyai hak dan tanggung jawab yang
timbul sebagai akibat perkembangan kehidupannya dalam masyarakat.
§ Bahwa didorong oleh jiwa dan semangat Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia, bangsa Indonesia mempunyai pandangan mengenai hak asasi dan
kewajiban manusia, yang bersumber dari ajaran agama, nilai moral universal, dan
nilai luhur budaya bangsa, serta berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.
§ Bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1948 telah
mengeluarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (The Declaration of Human
Rights). Oleh karena itu, bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa mempunyai tanggung jawab untuk menghormati ketentuan yang
tercantum dalam deklarasi tersebut.
§ Bahwa perumusan hak asasi manusia pada dasarnya dilandasi oleh
pemahaman suatu bangsa terhadap citra, harkat, dan martabat diri manusia itu
sendiri. Bangsa Indonesia memandang bahwa manusia hidup tidak terlepas dari
Tuhannya, sesama manusia, dan lingkungan.
§ Bahwa bangsa Indonesia pada hakikatnya menyadari, mengakui, dan
menjamin serta menghormati hak asasi manusia orang lain sebagai kewajiban. Oleh
karena itu, hak asasi manusia dan kewajiban manusia terpadu dan melekat pada
diri manusia serta pribadi, anggota keluarga, anggota masyarakat, anggota suatu
bangsa, warga negara, serta anggota masyarakat bangsa-bangsa.
§ Atas
berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, demi terwujudnya masyarakat Indonesia yang
menjunjung tinggi hak asasi manusia, maka bangsa Indonesia menyatakan piagam
hak asasi manusia.
Tap. XVII/MPR/1998 mengamanatkan
kepada lembaga-lembaga tinggi negara dan aparat pemerintah untuk menghormati,
menegakkan, melindungi, dan menyebarkan pemahaman tentang hak asasi manusia
kepada masyarakat. Lembaga-lembaga tinggi negara dan pemerintah juga
diamanatkan untuk turut mengesahkan (meratifikasi) instrumen-instrumen hak
asasi manusia dari PBB sejauh tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Isi piagam di
depan tersebut masih bersifat umum. Untuk menjabarkannya lebih terperinci dan
operasional, Tap. XVII/MPR/1998 juga memuat ketentuan-ketentuan mengenai hak
asasi manusia ke dalam sejumlah bab dan pasal. Rumusan hak-hak asasi manusia
dalam bab ketetapan MPR ini, antara lain, sebagai berikut.
§ Bab I mengatur hak untuk hidup.
§ Bab II mengatur hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan.
§ Bab III mengatur hak pengembangan diri.
§ Bab IV mengatur hak keadilan.
§ Bab V mengatur hak kemerdekaan.
§ Bab VI mengatur hak kebebasan informasi.
§ Bab VII mengatur hak keamanan.
§ Bab VIII mengatur hak kesejahteraan.
· UU
No. 9 Tahun 1998
UU
No. 9/1998 tentang Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat di Muka Umum adalah
undang-undang yang mengatur hak-hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di
hadapan umum. Penyampaian pendapat di muka umum, menurut undang-undang ini,
memiliki pengertian menyampaikan pendapat, pandangan, kehendak, atau perasaan
yang bebas dari tekanan fisik, psikis, atau pembatasan di depan orang banyak
atau orang lain, termasuk juga di tempat yang dapat didatangi dan/atau dilihat
setiap orang yang dilakukan secara lisan, tulisan, dan sebagainya. Bentuk
penyampaian pendapat secara lisan,
antara lain, meliputi pidato, dialog, dan diskusi. Bentuk penyampaian
secara tulisan, antara lain, meliputi petisi, gambar, pamflet, poster, brosur,
selebaran, dan spanduk.
Penyampaian
pendapat di muka umum ini dapat dilakukan dengan cara unjuk rasa atau
demonstrasi, pawai, rapat umum, dan mimbar bebas. Penyampaian pendapat dapat
dilakukan baik secara perorangan maupun kelompok. Berikut ini dikutip beberapa
pasal tentang pengaturan hak penyampaian pendapat di muka umum yang terdapat
dalam UU No. 9/1998.
§ Pasal 2 ayat (1) mengatur hak untuk bebas menyampaikan pendapat
sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
§ Pasal 5 mengatur hak untuk mengeluarkan pikiran secara bebas dan
memperoleh perlindungan hukum.
§ Pasal 6 mengatur kewajiban warga negara yang menyampaikan pendapat
di muka umum untuk menghormati hak dan kebebasan orang lain, menghormati aturan
moral, menaati hukum dan perundang-undangan, menjaga keamanan dan ketertiban
umum, serta menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
§ Pasal 7 mengatur kewajiban dan tanggung jawab aparatur negara,
antara lain, untuk melindungi hak asasi manusia dan melakukan pengamanan dalam
kegiatan penyampaian pendapat di muka umum.
§ Pasal 8 mengatur hak masyarakat untuk berperan serta secara
bertanggung jawab dan berupaya agar penyampaian pendapat di muka umum dapat
berlangsung aman, tertib, dan damai.
§ Pasal 9 ayat (3) mengatur larangan kepada peserta kegiatan
penyampaian pendapat di muka umum untuk membawa benda-benda yang dapat
membahayakan keselamatan umum.
· UU
No. 5 Tahun 1998
UU
No. 5/1998 mengatur tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan
Perlakuan atau Penghukuman Lain yang
Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia. Isi pokok
undang-undang ini adalah bahwa Indonesia menyetujui dan akan melaksanakan isi
konvensi tersebut. Konvensi anti penyiksaan ini dihasilkan oleh Komisi Hak
Asasi Manusia PBB serta telah disepakati dan disahkan oleh tidak kurang dari
105 negara.
Pada intinya, konvensi itu menentang
segala bentuk penyiksaan, perlakuan, atau penghukuman lain yang kejam, tidak
manusiawi, atau merendahkan martabat manusia. Konvensi terdiri atas pembukaan
dan batang tubuh. Pembukaan berisi enam paragraf, sedangkan batang tubuh berisi
tiga bab yang terdiri atas 33 pasal. Di dalam pembukaan, antara lain, ditegaskan
bahwa tujuan konvensi ini adalah mengefektifkan perjuangan di seluruh dunia
dalam menentang penyiksaan, perlakuan, atau penghukuman lain yang kejam, tidak
manusiawi, atau merendahkan martabat manusia.
· UU
No. 39 Tahun 1999
UU No.
39/1999 adalah undang-undang yang khusus mengatur Hak Asasi Manusia.
Undang-undang ini terdiri atas sebelas bab dan 106 pasal. Kesebelas bab
tersebut selengkapnya mengatur hal-hal sebagai berikut:
§ Ketentuan Umum (Bab I),
§ Asas-Asas Dasar (Bab II),
§ Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar Manusia (Bab III),
§ Kewajiban Dasar Manusia (Bab IV),
§ Kewajiban dan Tanggung Jawab Pemerintah (Bab V),
§ Pembatasan dan Larangan (Bab VI),
§ Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Bab VII),
§ Partisipasi Masyarakat (Bab VIII),
§ Pengadilan Hak Asasi
Manusia (Bab IX),
§ Ketentuan (Bab X), serta
§ Penutup (Bab XI).
Dalam Bab III, dijelaskan jenis-jenis hak asasi manusia. Di
dalamnya terdapat sepuluh jenis hak asasi manusia, yang sebagiannya sudah
dipaparkan dalam Bab II. Di antara kesepuluhnya, terdapat hak wanita dan hak
anak. Pengaturan hak wanita dan anak secara khusus adalah kemajuan yang
menggembirakan dalam memberikan jaminan dan perlindungan terhadap kaum wanita
dan anak-anak, dua golongan dalam masyarakat yang selama ini sering menjadi
korban pelanggaran hak asasi manusia.
Selain itu, diatur juga perihal
kewajiban dan tanggung jawab pemerintah serta kewajiban dasar manusia.
Pemerintah dibebani kewajiban dan tanggung jawab untuk menghormati, melindungi,
menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia di Indonesia. Namun, di sisi lain,
setiap warga negara, selain memiliki sejumlah hak dasar, juga dibebani sejumlah
kewajiban. Kewajiban yang dimaksud, antara lain, menghormati hak asasi orang
lain dan tunduk pada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang. Disebutkan
bahwa setiap hak asasi seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung jawab
untuk menghormati hak asasi orang lain secara timbal balik.
· UU
No. 26 Tahun 2000
UU No. 26/2000 mengatur tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia. Undang-undang ini ditetapkan dan disahkan untuk mencabut
sekaligus memperbaiki Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No.
1/1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Dengan berlakunya UU No. 26/2000, berarti Perpu No. 1/1999 tak berlaku lagi. UU
No. 26/2000 berisi sepuluh bab dan terdiri atas 51 pasal. Hal-hal yang diatur,
di antaranya, kedudukan dan tempat kedudukan pengadilan
hak asasi manusia, kewenangan pengadilan
hak asasi manusia, perlindungan terhadap korban dan saksi, serta ketentuan
pidana kasus pelanggaran hak asasi manusia.
Disebutkan
oleh undang-undang ini bahwa pengadilan
hak asasi manusia khusus bertugas menangani kasus pelanggaran hak asasi manusia
yang tergolong berat. Adapun pelanggaran hak asasi manusia yang masuk kategori
berat adalah kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan (kejahatan
genosida dan kejahatan kemanusiaan akan dijelaskan terperinci dalam Bab V
tentang pelanggaran hak asasi manusia). Berikut ini dipaparkan beberapa isi
pasal yang terdapat dalam UU No. 26/2000.
§ Pasal 23 Ayat (1) menyatakan, penuntutan perkara
pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh Jaksa Agung.
§ Pasal 25 menyatakan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
sewaktu-waktu dapat meminta keterangan secara tertulis kepada Jaksa Agung
mengenai per-kembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran hak asasi
manusia yang berat.
§ Pasal
34 ayat (1) menetapkan, setiap korban dan saksi dalam pelanggaran berat hak
asasi manusia berhak atas perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan,
teror, dan kekerasan dari pihak mana pun.
·
Keppres
No. 181 Tahun 1998
Keputusan
Presiden No. 181/1998 ini tergolong unik. Peraturan perundang-undangan yang
satu ini merupakan salah satu bentuk penghormatan terhadap kaum perempuan
Indonesia. Keppres tersebut mengatur pembentukan komisi nasional anti kekerasan
terhadap perempuan.
Di
dalamnya diatur pembentukan, asas, dan sifat komisi yang dimaksud. Dalam rangka
mencegah, menanggulangi, dan menghapus segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan, dibentuk komisi yang bernama Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap
Perempuan. Komisi ini berasaskan Pancasila dan bersifat independen.
Keppres No.
181/1998 berisi lima bab dan terdiri atas 17 pasal. Berikut ini adalah contoh
beberapa pasal yang terdapat di dalamnya.
§ Pasal 4 menetapkan tiga tujuan pembentukan Komisi Nasional Anti
Kekerasan terhadap Perempuan. Ketiganya adalah sebagai berikut:
v menyebarluaskan pemahaman mengenai segala bentuk kekerasan
terhadap perempuan yang terjadi di Indonesia,
v mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan di Indonesia, serta
v meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia
perempuan.
§ Pasal 7 menetapkan, anggota Komisi Paripurna adalah tokoh-tokoh
yang harus memiliki persyaratan sebagai berikut:
v telah aktif memperjuangkan hak asasi manusia dan/atau memajukan
kepentingan perempuan,
v mengakui adanya masalah ketimpangan jender,
v menghargai kemajemukan agama dan ras/etnisitas (suku) serta peka
terhadap perbedaan kelas ekonomi, dan
v peduli terhadap upaya pencegahan dan penghapusan segala bentuk
tindak kekerasan terhadap perempuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar