Pengadilan HAM internasional (Sumber: static.ladepeche.fr) |
Setelah berakhirnya Perang Dunia II
yang menimbulkan kehancuran di mana-mana, kehidupan masyarakat di banyak negara
–– terutama negara-negara berkembang dan terbelakang –– dibelit banyak
persoalan yang berat: kemiskinan, kebodohan, kelaparan, dan sebagainya. Potret
buram ini terjadi sebagai akibat dua hal, yakni, pertama, akibat
imperialisme atau penjajahan yang dilakukan negara-negara Eropa Barat (dan juga
Jepang) di negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika; serta kedua, akibat
penindasan yang dilakukan oleh pemerintah negara-negara tertentu kepada
rakyatnya sendiri. Hal ini, tentu saja, mengguncang emosi para tokoh dunia yang
peduli terhadap masalah kemanusiaan serta masyarakat internasional secara
global.
Dari sudut pandang hak asasi manusia,
kemiskinan, kebodohan, dan penderitaan yang dialami rakyat banyak negara tersebut
terjadi akibat pelanggaran berat hak asasi manusia. Dengan sendirinya, upaya
untuk mencegahnya (agar tak terulang kembali) pada masa-masa yang akan datang
adalah dengan menetapkan dan memberlakukan instrumen hukum hak asasi manusia di
tingkat internasional. Upaya pencegahan dengan instrumen hukum dipandang perlu
segera dilakukan sehingga kemudian disepakati dan ditandatangani piagam,
deklarasi, konvensi, dan perjanjian tentang hak asasi manusia oleh berbagai
lembaga atau organisasi negara-negara di dunia. Piagam, deklarasi, konvensi,
dan perjanjian nternasional tentang hak
asasi manusia kemudian menjadi instrumen hukum internasional yang bersifat mengikat
(para anggotanya) atau sebagai bentuk komitmen atas perlindungan dan penegakan
hak asasi manusia internasional.
Sebagai
dokumen, dari segi bentuknya, Magna Charta dapat dikatakan sebagai
instrumen hukum hak asasi manusia resmi pertama (yang pernah dikenal) di dunia.
Magna Charta hanya berlaku di Inggris, tetapi kemunculannya mengilhami
pembentukan instrumen-instrumen hukum internasional hak asasi manusia pada
periode-periode selanjutnya di kawasan-kawasan lain. Seiring masih banyaknya
pelanggaran hak asasi manusia dalam bentuk imperialisme di berbagai negara,
memasuki pertengahan abad ke-20, dunia mulai diramaikan pembentukan instrumen
hukum hak asasi manusia dalam bentuk piagam, deklarasi, dan konvensi. Berikut
ini dipaparkan beberapa instrumen hukum internasional hak asasi manusia penting
yang sudah dibuat atau disepakati.
· Piagam PBB tetang
Hak Asasi Manusia
Piagam PBB
dibuat sebagai landasan pembentukan PBB. PBB merupakan organisasi negara-negara
sedunia yang dibentuk setelah berakhirnya Perang Dunia II –– tepatnya dibentuk
tanggal 24 Oktober 1945. Di dalam Piagam PBB, disebutkan beberapa jenis hak
asasi manusia yang dipandang harus dilindungi dan dihormati. Beberapa ketentuan
lain tentang hak asasi manusia dalam piagam ini, antara lain, sebagai berikut.
§ Pasal
1 menyatakan bahwa tujuan PBB ialah memelihara perdamaian dan keamanan
internasional serta menggalakkan dan meningkatkan penghormatan terhadap hak
asasi manusia dan kebebasan fundamental kepada semua manusia tanpa membedakan
ras, jenis kelamin, bahasa, dan agama.
§ Pasal
3 Ayat (1) menyatakan bahwa PBB akan mendorong penghormatan terhadap hak asasi
manusia dan kebebasan-kebebasan fundamental bagi seluruh umat manusia.
§ Pasal
55 menyatakan bahwa PBB akan menggalakkan hal-hal berikut:
v standar hidup yang lebih tinggi, pekerjaan
penuh, kemajuan ekonomi, serta kemajuan dan perkembangan sosial;
v pemecahan masalah-masalah ekonomi, sosial,
kesehatan, dan budaya internasioanl, serta kerja sama pendidikan;
v penghormatan universal serta pematuhan
hak-hak asasi dan kebebasan dasar manusia bagi semua tanpa membedakan ras,
jenis kelamin, bahasa, dan agama.
§ Pasal
56 menyatakan, semua anggota (PBB) berjanji kepada diri sendiri untuk melakukan
tindakan secara bersama atau sendiri-sendiri untuk mewujudkan tujuan seperti
yang tertera dalam pasal 55.
· Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
(The Universal Declaration of Human Rights) merupakan instrumen hukum
hak asasi manusia internasional yang utama dan paling penting. Deklarasi ini
merupakan instrumen hukum hak asasi manusia pertama yang disetujui oleh
bangsa-bangsa di dunia sebagai landasan untuk memberi pengakuan dan jaminan hak
asasi manusia sedunia. Deklarasi ini secara bulat disepakati sebagai dasar
untuk melakukan perbaikan kondisi hak asasi manusia secara global
(internasional).
Berbeda
dengan Piagam PBB yang memberikan ketentuan-ketentuan hak asasi manusia secara
umum, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia secara khusus memberi pernyataan
tentang hak asasi manusia serta membuat batasan-batasan hak asasi manusia
universal secara mendetail. Hak-hak
asasi manusia yang diatur dalam deklarasi ini, antara lain, dapat kembali
dibaca pada Bab II di muka (pada bagian jenis-jenis hak asasi manusia menurut
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia). Isi deklarasi ini menjadi rujukan bagi
instrumen hak asasi masnusia internasional lain yang dibentuk pada waktu dan
perkembangan berikutnya.
· Perjanjian
Internasional tentang Hak Sipil dan Hak Politik serta Perjanjian Internasional
tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya
Perjanjian
Internasional tentang Hak Sipil dan Hak Politik (International Convenant of
Civil and Political Rights) serta Perjanjian Internasional tentang Hak
Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International Convenant of Economic, Social,
and Cultural Rights) adalah perjanjian yang disepakati negara-negara
anggota PBB pada tahun 1966. Menurut perjanjian ini, hak sipil dan politik,
antara lain, meliputi hak-hak berikut:
§ hak untuk hidup;
§ hak atas kebebasan dan persamaan;
§ hak atas persamaan di muka lembaga peradilan;
§ hak berpikir, memiliki konsiensi, dan beragama;
§ hak memiliki pendapat tanpa mengalami gangguan;
§ hak atas kebebasan berkumpul secara damai;
§ hak hak untuk berserikat (berorganisasi).
Adapun hak ekonomi, sosial,
dan budaya, antara lain, meliputi hak-hak berikut:
§
hak atas pekerjaan,
§
hak untuk membentuk serikat pekerja,
§
hak atas pensiun,
§
hak atas hidup yang layak, dan
§
hak atas pendidikan.
· Deklarasi Hak
Bangsa atas Perdamaian dan Deklarasi Hak atas Pembangunan
Deklarasi Hak
Bangsa atas Perdamaian (Declaration on The Rights of Peoples to Peace)
dan Deklarasi Hak atas Pembangunan (Declaration on The Rights to Development)
disepakati negara-negara berkembang (Dunia Ketiga) di Asia dan Afrika
masing-masing pada tahun 1984 dan 1986. Disepakatinya dua deklarasi ini, antara
lain, didasari oleh persamaan nasib negara-negara berkembang di Asia dan Afrika
yang mengalami kendala untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan akibat menjadi
korban penjajahan pada masa lalu. Hak atas perdamaian dan pembangunan meliputi hak
untuk bebas dari ancaman musuh, hak setiap bangsa untuk merdeka, hak untuk
sederajat dengan bangsa lain, dan hak untuk mendapatkan kedamaian.
· Piagam Afrika tentang
Hak Asasi Manusia dan Hak Asasi Bangsa (Piagam Banjul)
Piagam Afrika
mengenai Hak Asasi Manusia dan Hak Asasi Bangsa (African Charter on Human
and Peoples’ Rights) dibuat pada tahun 1981 oleh negara-negara Afrika yang
tergabung dalam Persatuan Negara Afrika (OAU). Piagam ini memiliki sebutan lain
Piagam Banjul serta mulai berlaku pada tahun 1987. Penetapan piagam ini
merupakan wujud usaha bangsa-bangsa Afrika untuk merumuskan karakteristik
(ciri-ciri khas) bangsa Afrika serta mengaitkannya dengan hak-hak politik dan
hak-hak ekonomi yang tertuang dalam perjanjian PBB. Piagam Banjul banyak
memberi pernyataan tentang hak, kebebasan, dan kewajiban. Hak yang dipandang
perlu untuk menjadi perhatian dan penekanan ialah hak untuk melakukan
pembangunan. Adapun terpenuhinya hak ekonomi, hak sosial, dan hak budaya,
menurut piagam ini, menjadi jaminan bagi terpenuhinya hak-hak politik.
· Deklarasi Bangkok
Memasuki
dasawarsa 1990-an, negara-negara di Asia mulai menggagas upaya perumusan hak
asasi manusia khusus untuk mewadahi kepentingan bangsa-bangsa Asia. Upaya ini
membuahkan hasil dengan disepakatinya Deklarasi Bangkok (Bangkok Declaration)
pada tahun 1993. Deklarasi yang lahir di Bangkok, Thailand, ini menekankan hak
asasi manusia pada prinsip-prinsip universality, indivisibility and
interdependence, nonselectivity and objectivity, serta rights to
development. Penjelasan dari keempat prinsip ini sebagai berikut.
§ Berdasarkan
prinsip universality, hak asasi manusia berlaku universal untuk semua
manusia tanpa membeda-bedakan ras, agama, kelompok, etnik, dan kedudukan
sosial.
§ Berdasarkan
prinsip indivisibility and interdependence, hak asasi manusia tidak
boleh dibagi-bagi atau dipilah-pilah. Seluruh hak asasi manusia saling
berkaitan serta saling tergantung satu sama lain.
§ Berdasarkan
prinsip nonselectivity and objectivity, tidak dibenarkan adanya tindakan
atau kebijakan yang memilih dan menganggap hak asasi tertentu lebih penting
daripada hak asasi lainnya.
§ Berdasarkan
prinsip rights to development, hak untuk melakukan pembangunan adalah
hak asasi yang wajib diakui oleh semua negara.
· Deklarasi Wina
Deklarasi Wina (Wina Declaration)
merupakan deklarasi yang disetujui oleh lebih dari 70 negara anggota PBB,
termasuk Indonesia. Deklarasi ini dikeluarkan pada Juli 1993 di Wina, Austria,
melalui Konferensi Dunia mengenai hak asasi manusia. Isi Deklarasi Wina adalah
bentuk kompromi dan sinergi antara konsep hak asasi manusia negara-negara Barat
yang maju dan negara-negara berkembang (khususnya anggota PBB).
Dalam
konferensi dinyatakan bahwa masyarakat internasional harus memperlakukan hak
asasi manusia secara global dengan cara yang adil dan sama atas dasar pijakan
yang sama dan dengan penekanan yang sama. Negara yang kondisi hak asasi
manusianya buruk akan terkena kosekuensi tertentu, seperti menerima campur
tangan masyarakat internasional. Deklarasi Wina juga menghasilkan sebuah hak
yang disebut hak asasi Generasi Ketiga, yaitu hak untuk melakukan pembangunan.
Generasi Ketiga ialah istilah yang dipakai untuk menyebut negara-negara berkembang
yang aktif melakukan pembangunan untuk meraih kemajuan dan kesejahteraan.
· Beberapa Konvensi
atau Traktat Lain
Selain
instrumen yang sudah dijelaskan di atas, masih terdapat banyak kesepakatan,
konvensi, atau traktat lain tentang hak asasi manusia yang disepakati sebagai
instrumen hak asasi manusia internasional. Instrumen-instrumen ini menjadi
pendukung instrumen yang lebih dahulu dibentuk. Isinya umumnya merupakan pengembangan
atau melengkapi instrumen-instrumen sebelumnya sehingga diharapkan akan
memperkuat upaya perlindungan dan penegakan hak asasi manusia internasional.
Berikut ini dipaparkan beberapa instrumen hak asasi manusia yang dimaksud:
§ Konvensi
tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida;
§ Konvensi
Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Ras;
§ Konvensi
Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak
Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia;
§ Konvensi
ILO (International Labour Organization, Organisasi Buruh Internasional)
tentang Penghapusan Pekerja secara Paksa;
§ Konvensi
ILO tentang Penghapusan Diskriminasi dalam Pekerjaan;
§ Konvensi
ILO tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi;
§ Konvensi
mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan;
§ Konvensi
Internasional Anti-Apartheid dalam Olahraga;
Konvensi Pelarangan, Pengembangan, Produksi, dan Penyimpanan Senjata
Biologis serta Pemusnahannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar