Selasa, 02 Mei 2017

Faktor Pendorong Interaksi Sosial

Oleh Akhmad Zamroni

Sumber: Koleksi Zamroni

Mengapa interaksi sosial terjadi?  Faktor apa saja yang menjadi pendorong interaksi sosial? Faktor paling mendasar yang kiranya menyebabkan terjadinya interaksi sosial dalam kehidupan manusia tidak lain adalah sifat kodrati atau alamiah manusia sebagai makhluk sosial. Sifat ini membawa manusia pada kehidupan berkelompok serta menjalin hubungan dengan sesama untuk mempertahankan keberadaannya. Dengan kata lain, sadar atau tidak sadar, sengaja atau tidak sengaja, dan suka atau tidak suka, manusia akan terdorong untuk melakukan interaksi demi kepentingan survival dan eksistensinya.
Masih terkait dengan faktor sifat alamiah sebagai makhluk sosial adalah bahwa manusia terdorong untuk melakukan interaksi karena mereka memiliki banyak sekali kebutuhan. Kebutuhan manusia, terutama kebutuhan pokok –– makan-minum, pakaian, dan tempat tinggal –– wajib dipenuhi sebagai upaya untuk mempertahankan hidup. Namun, mampukah seorang manusia memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya tanpa bekerja sama dengan manusia lain? Tentu saja tidak mungkin, sehingga manusia harus melakukan interaksi: melakukan kontak, komunikasi, dan kerja sama dengan sesamanya.
Faktor lain pendorong terjadinya interaksi sosial adalah imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Keempat faktor ini dapat muncul baik secara terpisah-pisah (sendiri-sendiri) maupun secara gabungan dan kombinasi dalam mendorong terjadinya interaksi. Lalu, apakah yang disebut imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati? Berikut ini Anda diajak mempelajari keempat faktor tersebut.
A.   Imitasi
Imitasi adalah perbuatan/tindakan meniru sikap, perilaku, atau penampilan seseorang. Hal yang diti-ru, meliputi cara berbicara, gaya berpakaian, style menata rambut, pola mengonsumsi makanan, dan  sebagainya. Imitasi terjadi manakala ada minat atau ketertarikan terhadap objek tertentu. Dengan kata lain, seseorang melakukan peniruan terhadap sikap, perilaku, atau penampilan orang lain karena ia merasa tertarik, terpesona, atau terpukau terhadap sosok yang ditirunya. Dalam banyak kasus di kalangan remaja dan anak muda, peniruan terhadap tingkah laku atau gaya hidup artis-artis tertentu, misalnya, terjadi karena adanya unsur pengidolaan yang kadang terasa kurang masuk akal.
Imitasi membawa implikasi atau dampak yang positif jika yang ditiru adalah sikap, perilaku, atau gaya hidup yang baik dan kondusif menurut norma, moral, etika, atau peraturan yang berlaku di tengah masyarkat. Contohnya, gaya hidup seorang mubalig kondang yang sehari-hari banyak menyantuni kaum lemah dan fakir ditiru oleh para pelajar. Sebaliknya, imitasi berimplikasi atau berpengaruh negatif jika sikap, perilaku, atau penampilan yang ditiru bertentangan dengan peraturan atau nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Contohnya, perilaku seorang artis yang gemar mengonsumsi narkotika dan hidup penuh hura-hura ditiru oleh kalangan anak muda tanpa dipertimbangkan segi baik buruknya.
Dalam pada itu, secara umum imitasi seringkali dipersepsikan sebagai tindakan yang tidak mencerminkan kemadirian serta kurangnya kemantapan jatidiri dan kreativitas. Orang yang suka meniru, yang umumnya memang dilakukan oleh para remaja, sering dianggap kurang mandiri dan memiliki kepribadian yang labil. Orang yang gemar meniru juga menunjukkan bahwa dirinya tidak memiliki kreativitas dan jiwa inovasi.
B.   Sugesti
Sugesti adalah pandangan atau sikap yang diterima oleh seseorang atau sekelompok orang akibat pengaruh-pengaruh tertentu. Penerimaan terhadap pandangan dan sikap tersebut kadang terjadi akibat tidak stabilnya emosi (perasaan) hingga menghambat atau menyulitkan seseorang untuk berpikir rasional. Pandangan atau sikap tersebut dapat diterima seseorang atau sekelompok orang karena berasal dari orang yang kharismatik (memiliki wibawa besar), dari pemimpin yang otoriter dan diktator, atau dari kalangan mayoritas.
C.   Identifikasi
Identifikasi adalah kecenderungan atau keinginan seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain. Orang lain yang hendak dipersamakan dengan dirinya ini biasanya adalah orang yang dikaguminya. Identifikasi seringkali terjadi dalam masa pertumbuhan dan perkembangan sehingga identifikasi dapat membentuk kepribadian seseorang. Dalam masa pertubumbuhan dan perkembangan, orang tidak jarang memerlukan tipe ideal yang perlu dibayangkan dan ditiru tingkah lakunya sebelum kepribadiannya terbentuk secara mantap.
Kendatipun mirip dengan imitasi, identifikasi bersifat lebih mendalam karena identifikasi lebih merasuk serta mempengaruhi dan membentuk kepribadian seseorang. Proses identifikasi dapat berlangsung dengan sendirinya (secara tidak sadar) atau dengan sengaja dalam proses kehidupan. Identifikasi berlangsung dalam keadaan seseorang mengenal pihak lain yang diidealkannya sehingga pandangan, sikap, atau kaidah-kaidah yang ada pada pihak lain tersebut dapat melembaga atau bahkan menjiwainya. Menurut Soerjono Soekanto (2005: 64), identifikasi mengakibatkan terjadinya pengaruh-pengaruh yang lebih mendalam ketimbang proses imitasi dan sugesti biarpun terdapat kemungkinan bahwa identifikasi pada mulanya dimulai dengan imitasi dan sugesti.
D.   Simpati
Simpati adalah perasaan tertarik seseorang kepada pihak lain. Rasa tertarik di sini merujuk pada keinginan untuk memahami (perasaan dan pikiran) serta bekerja sama. Namun, dalam simpati, perasaan memegang peranan yang sangat penting.
Itulah perbedaan utama simpati dengan identifikasi. Jika identifikasi didorong oleh keinginan untuk belajar dari pihak lain yang kedudukannya lebih tinggi dan harus dihormati karena memiliki kelebihan-kelebihan tertentu yang patut dicontoh, maka simpati didorong keinginan untuk memahami dan bekerja sama. Simpati dapat berkembang dalam keadaan sikap saling pengertian dan memahami terjamin dengan baik.


Demikianlah keempat hal di atas –– imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati –– menjadi faktor minimal yang mendasari berlangsungnya interaksi sosial. Keempat faktor tersebut dalam kenyataan (interaksi sosial) berproses secara kompleks sehingga sulit dibeda-bedakan secara tegas. Dapat dikatakan bahwa imitasi dan sugesti terjadi lebih cepat, tetapi pengaruhnya kurang mendalam dibandingkan dengan identifikasi dan simpati yang proses berlangsungnya relatif agak lambat (Soekanto,   2005: 64).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar