Oleh Akhmad Zamroni
Selama ini, negara kita sebenarnya sudah memiliki lembaga-lembaga
yang bertugas dan berwenang menangani masalah korupsi. Lembaga-lembaga seperti
kepolisian, kejaksaan, kehakiman, dan pengadilan yang tugas dan wewenangnya
menangani masalah hukum dan kriminalitas secara umum juga diserahi tanggung
jawab untuk melakukan upaya pemberantasan korupsi. Upaya mengatasi korupsi
menjadi bagian dari tanggung jawab lembaga-lembaga tersebut karena persoalan
korupsi tergolong persoalan kejahatan dan hukum.
Namun,
selama bertahun-tahun diserahi tanggung jawab untuk melakukan pemberantasan korupsi,
lembaga-lembaga itu dinilai tidak kunjung mampu menghasilkan kinerja yang
memuaskan. Lembaga-lembagan itu dinilai beberapa kalangan telah gagal melakukan
upaya pemberantasan korupsi serta bahkan ikut terseret menjadi pelaku korupsi
dan menjadi sarang koruptor. Sementara itu, dari waktu ke waktu tindak korupsi
makin menunjukkan gejala makin meningkat serta kian menyebar ke berbagai bidang
kehidupan dan merambah ke hampir semua lapisan masyarakat.
Oleh
karena itu, pada tahun 1999 muncul ide untuk membentuk lembaga khusus
antikorupsi di luar lembaga konvensional yang sudah ada. Melalui UU No. 31/1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan didukung dengan UU No. 30/2002
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dibentuk lembaga khusus antikorupsi
dengan nama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK dibentuk tanggal 27
Desember 2002 sebagai lembaga independen, yaitu bebas dari pengaruh dan campur
tangan pihak mana pun (termasuk pemerintah), serta memiliki kewenangan yang
luas (lebih luas dari kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman).
Dibentuknya KPK terutama dilatarbelakangi oleh fakta bahwa
upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan dengan cara-cara biasa
(konvensional) sulit sekali membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Upaya
pemberantasan korupsi dengan cara-cara biasa bahkan dinilai telah mengalami kemacetan.
Latar belakang pembentukan KPK lebih terperinci tersebut selanjutnya dapat
dijelaskan sebagai berikut.
Sumber: cdn.tempo.co |
1. Upaya
pemberantasan korupsi yang dilakukan lembaga-lembaga konvensional (kepolisian,
kejaksaan, dan kehakiman) dinilai sudah sangat sulit memberikan hasil yang
memuaskan, bahkan oleh beberapa kalangan telah dianggap gagal serta justru
telah ikut terambah korupsi.
2. Meluas dan
mendalamnya tindak korupsi di tengah masyarakat yang dibarengi oleh sulitnya
upaya pemberantasan terhadapnya menyebabkan korupsi tidak layak lagi
digolongkan sebagai kejahatan biasa, melainkan harus dikategorikan sebagai
“kejahatan luar biasa”.
3. Sebagai kejahatan yang berkategori luar
biasa, korupsi harus dihadapi dan diberantas dengan cara-cara penegakan hukum
yang luar biasa pula.
Pembentukan KPK, karena itu, dianggap sebagai solusi yang
cukup baik. Baik dari segi kelembagaan maupun tugas dan fungsinya, KPK memiliki
sifat inkonvensional (tidak biasa atau luar biasa). KPK dibentuk di luar
lembaga-lembaga hukum negara yang sudah ada, yakni kepolisian, kejaksaan, dan
kehakiman, sementara tugas dan wewenang yang dimilikinya pun lebih luas dan
lebih besar daripada lembaga-lembaga tersebut. Sifat inkonvensional KPK kiranya
tidak lepas dari pembentukannya yang dilakukan dalam situasi darurat, yakni di
tengah merajalelanya korupsi sementara upaya pemberantasannya mengalami
kemacetan yang mengkhawatirkan.
Tugas dan Wewenang KPK
KPK
diharapkan menjadi lembaga antikorupsi yang bersih, berwibawa, mandiri, dan
dapat diandalkan dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Tugas dan
wewenangnya yang luas membangkitkan harapan yang besar akan keberhasilannya
memberantas korupsi di Indonesia. Tugas dan wewenang lengkap KPK dapat dilihat
dalam UU No. 30/2002. Berikut ini dipaparkan beberapa tugas dan wewenang
penting yang dimiliki KPK.
KPK mengemban tugas yang tidak ringan. Tugas tersebut
meliputi koordinasi; pengawasan; penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan,
serta pencegahan. Tugas KPK, antara lain, sebagai berikut:
a. menjalin koordinasi
dengan instansi yang berwenang melakukan upaya pemberantasan tindak pidana
korupsi;
b. melakukan
pengawasan tertinggi (supervisi) terhadap instansi yang berwenang melakukan
upaya pemberantasan tindak pidana korupsi;
c. melakukan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
d. melakukan tindakan
pencegahan terhadap tindak pidana korupsi;
e. memantau penyelenggaraan pemerintahan negara.
Wewenang yang dijalankan KPK terkait dengan pelaksanaan
tugasnya. Artinya, wewenang tersebut digunakan dalam menjalankan
tugas-tugasnya. Wewenang KPK, antara lain, sebagai berikut:
a. meminta informasi
tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi terkait;
b. mengambil alih
penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang
dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan;
c.
memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lain untuk memblokir rekening yang diduga hasil
dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait;
d. memerintahkan pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari
jabatannya;
e. meminta bantuan kepolisian
atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan,
penggeledehan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang
ditangani;
f. melakukan kampanye
antikorupsi kepada masyarakat umum;
g. melakukan
pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan
pemerintah;
h. memberi saran
kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah untuk melakukan perubahan jika
berdasarkan hasil pengkajian, sistem penge-lolaan administrasi tersebut
berpotensi menimbulkan korupsi;
i. melaporkan kepada
presiden, DPR, dan BPK jika saran mengenai usulan perubahan tersebut (butir h)
tidak diindahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar