Senin, 16 Oktober 2017

UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer

Oleh Akhmad Zamroni

Sumber: http assets.kompas.com

Dari empat undang-undang yang secara khusus mengatur peradilan di Indonesia (peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara), UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer merupakan undang-undang yang memiliki napas paling panjang; dalam pengertian paling lama bertahan. Tiga undang-undang tentang peradilan lain –– yakni peradilan umum, peradilan agama, dan peradilan tata usaha negara –– masing-masing telah mengalami dua kali perubahan/perbaikan, sedangkan undang-undang peradilan militer sejak pertama diberlakukan pada tahun 1997, belum satu kali pun mengalami revisi atau perubahan. Oleh sebab itu, dalam beberapa tahun terakhir ini muncul wacana tentang perlunya upaya untuk melakukan perbaikan terhadap UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Akan tetapi, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, UU No. 31 Tahun 1997 masih tetap memiliki legalitas dan keabsahan sebagai landasan penyelenggaraan peradilan militer. UU No. 31 Tahun 1997, antara lain, mengatur hal-hal sebagai berikut.
·         Dalam Bab I (Ketentuan Umum), antara lain, dijelaskan pengertian tentang oditurat militer, oditurat militer tinggi, oditurat jenderal angkatan bersenjata, oditurat militer pertempuran, pejabat tata usaha angkatan bersenjata, hakim militer, atasan yang berhak menghukum, perwira penyerah perkara, penyidik angkatan bersenjata, sengketa tata usaha angkatan bersenjata, dan prajurit angkatan bersenjata.
·         Dalam Bab II (Susunan dan Kekuasaan Pengadilan), antara lain, diatur perihal pengadilan dalam lingkungan peradilan militer sebagai badan pelaksana kekuasaan kehakiman, wewenang pengadilan dalam lingkungan peradilan militer, susunan pengadilan dalam lingkungan peradilan militer (terdiri atas pengadilan militer, pengadilan militer tinggi, pengadilan militer utama, dan pengadilan militer pertempuran], tempat kedudukan pengadilan militer utama, serta kepangkatan hakim ketua dalam persidangan pengadilan militer.
·         Dalam Bab III (Susunan dan Kekuasaan Oditurat), di antaranya, diatur tentang pembinaan teknis yustisial dan pengawasan bagi oditurat, susunan oditurat (oditurat militer, oditurat militer tinggi, oditurat jenderal, dan oditurat militer pertempuran), pembentukan unit pelaksana teknis oditurat militer, tempat kedudukan oditurat jenderal, mobilitas oditurat militer pertempuran, persyaratan prajurit untuk diangkat menjadi oditur militer, sumpah atau janji oditur dan oditur jenderal, pemberhentian dengan hormat dan dengan tidak hormat oditur dan oditur jenderal, serta tugas dan wewenang oditurat militer.
·         Dalam Bab IV (Hukum Acara Pidana Militer), antara lain, diatur tentang penyidik dan penyidik pembantu, wewenang penyidik, pembuatan berita acara, penyerahan berkas perkara kepada oditur, wewenang yang dimiliki oleh atasan yang berhak menghukum, penangkapan terhadap tersangka, jangka waktu penahanan tersangka, perpanjangan penahanan, penggeledahan dan penyitaan, benda-benda yang dikenai penyitaan, pemeriksaan surat, pelaksanaan penyidikan, penyerahan perkara, pemeriksaan dalam sidang pengadilan, pemeriksaan dan pembuktian, penuntutan dan pembelaan, penggabungan perkara gugatan ganti rugi, musyawarah dan putusan, acara pemeriksaan koneksitas, acara pemeriksaan khusus, acara pemeriksaan cepat, bantuan hukum, pemerik-saan tingkat banding, pemeriksaan tingkat kasasi, upaya hukum luar biasa, serta pelaksanaan putusan pengadilan.

·         Dalam Bab V (Hukum Acara Tata Usaha Militer), antara lain, diatur mengenai gugatan, pemeriksaan tingkat pertama, acara pemeriksaan cepat, pembuktian dan putusan, pemeriksaan tingkat banding, pemeriksaan tingkat kasasi, pemeriksaan peninjauan kembali putusan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap, pelaksanaan putusan pengadilan, serta ganti rugi dan rehabilitasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar