Oleh Akhmad Zamroni
Sumber: http 2.bp.blogspot.com |
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) merupakan sebuah gerakan yang
bertujuan memisahkan atau melepaskan Aceh dari NKRI. GAM juga dikenal dengan nama Aceh Sumatra National Liberation
Front (ASN-LF). Pada masa awal dibentuknya GAM, nama resmi yang digunakan
adalah AM (Aceh Merdeka). Oleh pemerintah Orde
Baru periode tahun 1980–1990, GAM diberi sebutan GPK-AM (Gerakan
Pengacau Keamanan Aceh Merdeka).
GAM dipimpin oleh Hasan di Tiro. Tokoh-tokoh
lainnya adalah Daud Paneuk, Zubir, Mukhtar, Ishak Daud, Hasan di Tiro dan
kawan-kawan membentuk GAM adalah perasaan mendapat
perlakuan yang kurang adil dalam banyak hal dari pemerintah pusat (Orde Baru).
Di antaranya, mereka menganggap kekayaan alam Aceh dieksploitasi pemerintah Orde
Baru tanpa sebagiannya digunakan secara layak untuk Abdullah Syafi’ie, dan Said
Adnan. Pada tanggal 4 Desember 1976, di perbukitan Halimon, Kabupaten Pidie,
Hasan di Tiro dan para pengikutnya mengeluarkan pernyataan perlawanan terhadap
pemerintah RI. Salah satu hal yang menyebabkan meningkatkan kesejahteraan
rakyat Aceh.
Sumber: www.asianews.it |
Untuk mengekspresikan penentangannya
terhadap pemerintahan Orde Baru, GAM melakukan perlawanan bersenjata.
Gerakan tersebut mendapat reaksi keras dari pemerintah Orde Baru. Untuk
mengatasi manuver-manuver GAM, rezim Orde Baru menggelar
operasi militer dengan pemberlakuan DOM (Daerah Operasi Militer) di Provinsi Daerah
Istimewa Aceh. Operasi yang dijalankan sejak
paruh kedua tahun 1980-an sampai dengan akhir 1990-an tersebut menyebabkan
ribuan nyawa melayang (menurut Wikipedia sampai 15.000 jiwa), baik
berasal dari pihak GAM, polisi dan tentara pemerintah,
maupun warga masyarakat, sementara gerakan GAM sendiri tak kunjung dapat
dipadamkan.
Pemberlakuan DOM membuat GAM terdesak serta menyebabkan
sebagian tokoh dan pengikutnya melanjutkan gerakan separatis dari pengasingan
(di luar negeri). Setelah pemerintahan Orde Baru tumbang oleh gerakan reformasi
pada tahun 1998, GAM kembali bangkit dan melakukan
gerakan lebih intensif. Sepeninggal rezim Orde Baru, pemerintahan baru yang
terbentuk mencoba bertindak lebih lunak dan persuasif dengan mengutamakan jalan
dialogis dalam memadamkan GAM. Namun, jalan dialogis juga gagal
membuahkan solusi yang memuaskan sehingga kemudian pada tahun 2003 pemerintah
memberlakukan status darurat militer di Provinsi Aceh.
Gempa bumi dan tsunami dahsyat pada tanggal 26
Desember 2004 yang membuat Kota Banda Aceh hancur serta mengakibatkan
200.000 lebih warga Aceh meninggal dunia kiranya membawa
berkah. Bencana alam yang dampaknya sangat
luar biasa ini tidak hanya mengguncang rasa kemanusiaan masyarakat Indonesia
dan rakyat Aceh, melainkan juga menyadarkan dan
mendorong baik pemerintah RI maupun GAM untuk mengambil cara-cara damai
dalam menyelesaikan konflik. Hanya dua bulan setelah gempa dan tsunami itu, tepatnya tanggal 27
Februari 2005, atas inisiatif dan mediasi pihak internasional, GAM dan pemerintah RI akhirnya
memulai perundingan damai di Vantaa, Helsinki, Finlandia. Perundingan difasilitasi
oleh mantan presiden Finlandia, Martti Ahtisaari.
Sumber: theelders.org |
Setelah perundingan berlangsung 25 hari,
pada tanggal 17 Juli 2005 tim perunding pemerintah Indonesia berhasil mencapai
kesepakatan damai dengan GAM. Penandatanganan nota
kesepakatan damai dilakukan pada tanggal 15 Agustus 2005. Proses perdamaian
lebih lanjut dipantau oleh tim Aceh Monitoring Mission (AMM) yang beranggotakan lima negara ASEAN dan beberapa negara anggota Uni Eropa. Di antara poin penting
hasil perundingan adalah bahwa pemerintah Indonesia akan turut memfasilitasi
pembentukan partai politik lokal di Aceh dan pemberian amnesti bagi para
anggota GAM.
Tindak
lanjut lainnya adalah pihak GAM melakukan pelucutan
senjata yang dimilikinya secara sukarela. Pada tanggal 19 Desember 2005,
seluruh senjata milik GAM yang mencapai 840 pucuk
diserahkan kepada Aceh Monitoring Mission.
Melalui juru bicaranya, Sofyan Dawood, pada tanggal 27
Desember 2005, GAM juga mengeluarkan pernyataan
bahwa sayap militer mereka secara resmi telah dibubarkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar