Pendayagunaan potensi memerlukan mabisi (Sumber: pixabay.com-creativecommons.org) |
Potensi sering tidak terlihat
dan tidak terasakan sehingga seolah-olah menjadi misteri: ada “bendanya”,
tetapi tidak berwujud atau berwujud samar-samar saja. Dengan kata lain, potensi
masih merupakan daya atau kekuatan terpendam yang keberadaannya belum muncul
dan memberi manfaat secara optimal. Untuk membuat potensi menjadi optimal dan
berdaya guna, diperlukan adanya dua hal, yakni ambisi dan upaya pengasahan.
1. Perlunya
Ambisi
Ambisi adalah hasrat yang kuat
dan besar untuk dapat melakukan sesuatu atau menjadi sesuatu –– melakukan
sesuatu, misalnya, memecahkan rekor dan menaklukkan puncak gunung; menjadi
sesuatu, misalnya, menjadi atlet, seniman, dan direktur. Ambisi akan
menggerakkan orang untuk berusaha keras melakukan hal yang diperlukan demi
terwujudnya keinginan. Jika seseorang berambisi menjadi olahragawan terkenal,
maka ia akan berusaha sekuat tenaga mewujudkan ambisi-nya tersebut.
Dengan
ambisi, kita akan terpacu untuk melakukan usaha. Sebaliknya, tanpa ambisi, kita
mudah mengalami kemandekan. Tanpa ambisi, kita cenderung merasa puas dan pasrah
dengan apa yang sudah kita peroleh sehingga menjadi tidak termotivasi untuk
mendapatkan hal-hal yang lebih baik, lebih besar, dan lebih tinggi. Tanpa
memiliki ambisi, kita akan pasif sehingga kemungkinan kita tidak akan
mengetahui potensi diri atau mengetahuinya, tetapi cenderung tidak peduli.
Oleh sebab
itu, untuk mengetahui potensi diri, kita membutuhkan ambisi. Ambisi akan
mendorong kita untuk mencapai sesuatu; sedangkan untuk mencapai sesuatu itu
kita akan berusaha menggali dan mengetahui potensi diri. Akan tetapi, kita
tidak boleh mengumbar ambisi secara berlebihan. Ambisi yang berlebihan dapat
menyebabkan munculnya sikap membabi buta yang tidak peduli pada etika, hukum,
dan tata tertib sehingga justru akan menjerumuskan kita pada tindakan melanggar
hukum dan kegagalan.
2. Pengasahan
Potensi
Potensi yang dimiliki setiap
manusia pada awalnya masih merupakan daya yang diam atau pasif. Potensi ibarat
bahan mentah yang teronggok di tempat penyimpanan serta belum dimanfaatkan dan
diolah. Sebagai daya yang pasif, potensi membutuhkan sentuhan. Tanpa sentuhan,
potensi selamanya hanya akan menjadi daya yang terlelap dan mungkin akhirnya
akan sirna dan sia-sia. Barangkali memang benar jika dikatakan bahwa potensi
ibarat “makhluk” tertidur yang harus dibangunkan dan dibangkitkan.
Potensi
membutuhkan sentuhan agar bangkit dan bermanfaat. Artinya, potensi perlu
digarap dengan cara diasah agar menjadi keterampilan atau kecakapan. Dengan
kata lain, potensi harus dikembangkan menjadi kompetensi atau kemampuan yang
riil atau nyata. Dengan mewujudnya potensi menjadi keterampilan atau kecakapan
(kemampuan nyata), maka upaya untuk meraih prestasi menjadi memungkinkan untuk
dilakukan.
Bagaimana
cara mengasah potensi agar berkembang menjadi keterampilan atau kecakapan?
Caranya tidak lain adalah dengan melatihnya secara tepat. Agar menjadi
keterampilan atau kecakapan, potensi harus dilatih dengan metode atau cara yang
benar. Adapun pelatihan untuk mengasah potensi juga harus dilakukan dengan
rajin, tekun, teratur, ulet, disiplin, pantang menyerah, tidak cepat merasa
puas, optimal, dan berkesinambungan.
(Sumber: Sadah Siti, http://caraelok.blogspot.com/search/label/Pengembangan%20Potensi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar