Sabtu, 03 November 2018

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras)

Sumber: statik.tempo.co


    Lembaga hak asasi manusia yang reputasinya melambung tinggi sejak munculnya gerakan reformasi di Indonesia tahun 1987/1998 tidak lain adalah Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan). Kepedulian, keberanian, keseriusan, dan popularitas Kontras dalam melakukan pembelaan hak asasi manusia selama gerakan reformasi berlangsung hampir tak ada yang menandingi. Dimotori oleh tokoh muda pejuang hak asasi manusia, Munir Said Thalib, Kontras melakukan gebrakan yang tergolong luar biasa. Di tengah rezim Orde Baru sedang ganas-ganasnya memberangus gerakan prodemokrasi dan reformasi, Kontras dengan vokal dan konsisten melakukan pembelaan hak asasi kepada para aktivis demokrasi.
    Dalam situasi genting seperti itu, keberanian dan kevokalan Kontras dalam melakukan pembelaan hak asasi manusia jelas mengandung risiko sangat tinggi. Saat itu banyak aktivis demokrasi dan reformasi mengalami penculikan, penganiayaan, dan penghilangan paksa oleh aparat militer Orde Baru. Dengan risiko mengalami hal yang sama, para aktivis Kontras justru melakukan advokasi dan pembelaan kepada para korban penculikan dan penganiayaan.
    Atas keberanian dan kevokalannya melakukan advokasi dan pembelaan hak asasi manusia, Kontras sendiri juga mengalami banyak intimidasi, teror, dan ancaman dari aparat pemerintah Orde Baru. Namun, dengan segala risiko dan bahaya yang mengintainya, Kontras tetap menjalankan ikhtiar mulianya dengan konsisten. Sikap Kontras ini kemudian dibayar sangat mahal. Mantan Koordinator Kontras, Munir, meninggal dunia akibat dibunuh dengan racun. Tragis dan ironisnya, pembunuhan ini terjadi enam tahun setelah gerakan reformasi berhasil menumbangkan rezim Orde Baru.
·         Latar Belakang Pendirian Kontras
    Kontras didirikan pada tanggal 20 Maret 1998, saat gerakan prodemokrasi dan reformasi tengah mekar-mekarnya untuk melawan kediktatoran dan keotoriteran pemerintahan Orde Baru. Pembentukan Kontras dilatarbelakangi oleh banyaknya pengaduan dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Sebelum bernama Kontras, lembaga ini memiliki nama KIP-HAM (Komisi Independen Pemantau Hak Asasi Manusia). KIP-HAM dibentuk tahun 1996 untuk memantau persoalan hak asasi manusia di Indonesia.
    Sejak pembentukannya, KIP-HAM banyak menerima pengaduan dan masukan mengenai banyaknya pelanggaran hak asasi manusia yang dialami masyarakat di berbagai daerah. Akibat sangat ketat dan represifnya rezim Orde Baru dalam membatasi kebebasan masyarakat, pada awalnya pengaduan masyarakat kepada KIP-HAM disampaikan melalui surat dan telepon. Akan tetapi, lama-kelamaan sebagian masyarakat menjadi berani untuk menyampaikan pengaduan langsung ke sekretariat KIP-HAM.
    Dalam beberapa kali pertemuan dengan para korban pelanggaran hak asasi, tercetus ide untuk membentuk sebuah lembaga yang khusus menangani kasus-kasus orang hilang sebagai yang sering terjadi dan menelan banyak korban. Pada saat itu, Tuti Koto, seorang ibu yang merasa sangat prihatin atas banyaknya kasus penculikan, mengusulkan dibentuknya badan khusus tersebut. Akhirnya disepakati pembentukan sebuah komisi yang khusus bertugas menangani kasus orang hilang dan korban tindak kekerasan dengan nama Kontras.

·         Visi dan Misi Kontras
    Namun, dalam kiprah selanjutnya, Kontras tidak hanya menangani kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa. Kontras juga diminta oleh para korban untuk menangani berbagai kekerasan yang terjadi di berbagai daerah konflik, seperti Aceh, Papua, Timor Timur, Maluku, Sambas, Sampit, dan Poso. Kontras kemudian berkembang menjadi organisasi independen yang aktif berpartisipasi dalam membongkar praktik penyalahgunaan kekuasaan rezim Orde Baru yang banyak menyebabkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.
    Kontras mengukuhkan visi dan misinya untuk turut memperjuangkan demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia. Seluruh potensi dan energi Kontras diarahkan untuk mendorong berkembangnya sistem kehidupan bernegara yang jauh dari pendekatan kekerasan. Pendekatan kekerasan yang diupayakan hendak dilawan dan dihapuskan adalah yang lahir dari prinsip-prinsip militerisme sebagai sebuah sistem, perilaku, maupun budaya politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar