Senin, 16 November 2020

Mulai Tahun 2021, Kemendikbud Akan Menyelenggarakan Asesmen Nasional (AN)

Ilustrasi pengertian Asesmen nasional (AN) (Sumber: Balitbang, Kemendikbud) 

Pada tahun 2021 mendatang, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan menyelenggarakan asesmen nasional yang terdiri atas asesmen kompetensi minimum (AKM), survei karakter (SK), dan survei lingkungan belajar (SLB). Asesmen tidak dilakukan berdasarkan mata pelajaran atau penguasaan materi kurikulum seperti yang selama ini diterapkan dalam ujian nasional (UN), melainkan melakukan pemetaan terhadap dua kompetensi minimum siswa, yakni dalam literasi  dan numerasi.

Seperti diketahui, salah satu indikator yang menjadi acuan di Kemendikbud adalah Programme for International Student Assessment (PISA). Sebagai metode penilaian internasional, PISA merupakan indikator untuk mengukur kompetensi siswa Indonesia di tingkat global.

Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) mencatat, peringkat nilai PISA Indonesia berdasarkan survei tahun 2018 adalah Membaca (peringkat 72 dari 77 negara), Matematika (Peringkat  72 dari 78 negara), dan Sains (peringkat 70 dari 78 negara). Nilai PISA Indonesia juga cenderung stagnan dalam 10-15 tahun terakhir. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan penggantian Ujian Nasional (UN) menjadi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), yang nantinya akan berfokus pada literasi, numerasi, dan pendidikan karakter.

“Literasi di sini bukan hanya kemampuan membaca, tetapi kemampuan menganalisis suatu bacaan, dan memahami konsep di balik tulisan tersebut. Sedangkan kompetensi numerasi berarti kemampuan menganalisis menggunakan angka. Dua hal ini yang akan menyederhanakan asesmen kompetensi minimum yang akan dimulai tahun 2021. Jadi, bukan berdasarkan mata pelajaran dan penguasaan materi. Ini kompetensi minimum atau kompetensi dasar yang dibutuhkan murid-murid untuk bisa belajar,” tutur Mendikbud, Nadiem Makarim.

Persiapan

Apa sajakah hal-hal yang harus disiapkan guru dan tenaga kependidikan terkait upaya untuk memfokuskan literasi dan numerasi?

“Yang paling penting, menurut saya, adalah cara berpikir yang tidak terikat pada satu pola atau satu disiplin; ini yang paling penting. Karena fokus pada literasi, numerasi, karakter ini sebenarnya ujung-ujungnya adalah interdisipliner, dan itulah arah pendidikan pada saat ini dan realitas dunia yang kita hadapi,” demikian dikatakan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kemendikbud, Iwan Syahril dalam wawancara telekonferensi, Rabu (3/6/2020).

“Banyak sekali inovasi terjadi karena lintas disiplin saling ngobrol, saling kemudian melakukan project  dan nanti ke depannya juga kita tidak bisa survive dengan menguasai disiplin, konten. Kita harus menguasai fleksibilitas secara kognitif dan soft skills  sehingga kita bisa bergerak dari satu bidang ke bidang lain,” tambahnya.

Ilustrasi instrumen Asesmen Nasional (Sumber: Balitbang, Kemendikbud) 


Iwan mengungkapkan, visi Asesmen Kompetensi Minimum merupakan upaya menjawab tantangan zaman dan mempersiapkan peserta didik menghadapi masa depan.

“Di masa depan tidak bisa kita hanya, bahkan masa sekarang juga ya, bekerja hanya pada satu bidang. Kita nanti bidangnya sudah enggak  ini lagi nih, diambil sama teknologi dan lain-lain, lebih efisien. Ternyata ilmu kita sudah tidak relevan lagi sehingga harus pindah atau mencari keterampilan lain dan sebagainya,” urai Iwan.

Pada masa depan, para lulusan sekolah (siswa) diharapkan dapat memiliki keterampilan yang multibidang serta mampu berpindah-pindah bidang karena banyak bidang mengalami die out  akibat digantikan oleh teknologi

“Prediksinya ‘kan ke depan itu siswa yang tamat tahun sekarang bisa sampai pindah 4-5 bidang pekerjaannya di masa depan. Betul-betul pindah bidang karena bidangnya sudah die out,  teknologi sudah bisa menggantikan,” tandas Iwan.

(Sumber: http://pgdikmen.kemdikbud.go.id/read-news/bersiap-menuju-asesmen-kompetensi-minimum; dengan penyesuaian seperlunya)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar