Kamis, 30 November 2017

Sifat-Sifat yang Dimiliki oleh Negara

Oleh Akhmad Zamroni

Sumber: Desain Zamroni-2, bp.blogspot.com, fumchurch.com

Sepintas negara seperti organisasi karena di dalamnya terdapat kumpulan orang dan perangkat aturan. Namun, negara jelas memiliki sifat yang berbeda dengan organisasi atau asosiasi. Negara memiliki sifat-sifat istimewa yang tidak dipunyai oleh semua organsisasi atau persekutuan lain mana pun karena negara mempunyai kedaulatan.
Sifat-sifat khusus itulah yang membedakan negara dengan jenis-jenis organsisasi lain. Seperti dinyatakan Austin Ranney (dalam Suteng et al., 2006: 5), antara negara dan organisasi terdapat empat perbedaan pokok. Sebagai manifestasi dari kedaulatan yang melekat padanya, negara memiliki sifat-sifat khusus yang sebenarnya cenderung otoriter, tetapi dibenarkan demi tegaknya negara itu sendiri. Menurut Miriam Budirdjo, negara memiliki tiga sifat khusus, yakni memaksa, monopoli, dan mencakup semua. Ketiganya dapat dijelaskan sebagai berikut.
·        Sifat Memaksa
Negara memiliki sifat memaksa terhadap warga negara dan semua unsur kemasyarakatan lain untuk patuh dan tunduk kepada peraturan perundang-undangan dan ketentuan hidup berbangsa dan bernegara lain yang berlaku. Dalam sifat ini terkandung pengertian bahwa negara memiliki kekuasaan dan hak untuk menggunakan kekuatan dan kekerasan fisik secara legal (sah). Untuk merealisasikan hal ini, negara dibekali aparat khusus penegak hukum, yaitu kepolisian dan kejaksaan (serta juga tentara dalam keadaan tertentu). Jika ada pihak-pihak yang melakukan pelanggaran, seperti mencuri, merampok, membunuh, korupsi, dan menghindari pajak, dengan aparat yang dimilikinya,  negara berhak mengambil tindakan yang diperlukan, dari penangkapan sampai penghukuman.
Dimilikinya sifat memaksa oleh negara sangat terkait dengan pentingnya penegakan hukum serta ketertiban dan keamanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Artinya, negara dipandang perlu memiliki sifat memaksa agar hukum dapat ditegakkan, ketertiban dan keamanan dapat diwujudkan, serta anarki atau kekacauan dapat dihindarkan. Tanpa adanya sifat tersebut, kehidupan berbangsa dan bernegara justru dapat terjerumus ke dalam kekacauan dan kehancuran.
Sifat memaksa negara biasanya menonjol di negara yang heterogen dan konsensus nasionalnya masih lemah. Di negara seperti ini stabilitas cenderung belum terbentuk dengan baik sehingga sifat memaksa negara untuk menegakkan peraturan perundang-undangan dan hukum diterapkan lebih ketat dan keras. Hal yang sebaliknya terjadi di negara yang homogen, konsenses nasionalnya sudah kuat, serta demokrasinya sudah maju.
Secara umum, untuk memajukan dan memantapkan kehidupan demokrasi,  sifat memaksa negara dianggap perlu dikurangi dan digantikan dengan cara-cara persuasif (bujukan) dalam menegakkan hukum serta mewujudkan keamanan, ketertiban, dan stabilitas. Cara persuasif dipandang lebih kondusif untuk mewujudkan kehidupan demokrasi. Selain itu, cara persuasif juga dapat menghindarkan atau meminimalisasi terjadinya pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
·        Sifat Monopoli
Negara memiliki sifat monopoli dalam menentukan dan menetapkan tujuan hidup bersama dari seluruh masyarakat (rakyat). Negara memonopoli pembuatan berbagai kebijakan untuk mengatur kehidupan seluruh anggota masyarakat serta menentukan peraturan dalam rangka mencapai tujuan hidup bersama. Dalam hal ini, negara dapat menyatakatan suatu aliran kepercayaan atau aliran politik dilarang hidup dan disebarluaskan jika dianggap bertentangan dengan tujuan hidup berbangsa dan bernegara.
·        Sifat Mencakup Semua
Semua kebijakan negara yang bersifat nasional berlaku dan mengikat semua warga negara. Peraturan perundang-undangan dan ketentuan-ketentuan lain yang berskala nasional berlaku untuk semua anggota masyarakat. Hal ini dianggap perlu agar perilaku semua anggota masyakarat senantiasa terjaga dalam bingkai negara serta upaya mewujudkan masyarakat yang dikehendaki tidak mengalami kegagalan.

Teori Pembentukan atau Terbentuknya Negara

Oleh Akhmad Zamroni

Sumber: http bestpractices.diversityinc.com

Bagaimana asal mula terbentuknya negara? Bagaimana sebuah negara terjadi atau terbentuk? Apa latar belakang terbentuknya negara? Siapakah yang memprakarsai serta berkepentingan atas terbentuknya negara?  Sejak zaman para filsuf sebelum Masehi, para pakar sudah memperbincangkan asal mula terbentuknya negara. Sejak itu, lahir beberapa teori tentang terbentuknya negara. Berikut ini dipaparkan beberapa teori yang dimaksud.
·        Teori Hukum Alam
Teori hukum alam adalah teori yang pertama muncul. Teori ini berkembang pada masa filsuf Yunani, Plato dan Aristoteles. Menurut teori ini, terbentuknya negara merupakan hal yang alamiah. Terbentuknya negara merupakan bagian dari keberlangsungan hukum alam: dimulai dari lahir, berkembang, mencapai puncaknya, layu, dan akhirnya mati.
Negara terbentuk secara alamiah dengan bersumber dari manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki kecenderungan menjalin kontak, berkumpul, dan bekerja sama dengan sesamanya dalam usaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Menurut Plato (429–347 SM), terbentuknya negara diawali oleh kehendak dan kebutuhan masyarakat yang sangat banyak dan beraneka ragam. Kehendak dan kebutuhan manusia tidak mampu dipenuhi dengan kemampuan diri sendiri secara individual sehingga manusia bersatu dan bekerja sama dengan sesamanya untuk saling menutupi kelemahan dan mencukupi kebutuhannya. Untuk keperluan itu, dibentuklah negara.
Adapun Aristoteles  (384–322 SM) berpendapat, kelahiran negara tidak terlepas dengan watak politis manusia. Aristoteles mengeluarkan pernyataan yang termasyhur, yaitu bahwa manusia merupakan makhluk yang berpolitik atau zoon politicon. Menurutnya, ini merupakan hal yang alamiah sehingga dibutuhkan adanya negara  sebagai alat untuk mewadahinya.
Menurut murid Plato ini, negara terbentuk sebagai konsekuensi pertumbuhan dan perkembangan karena faktor kodrat. Awalnya, karena kodrat, laki-laki dan perempuan membentuk keluarga melalui perkawinan. Tahap berikutnya, keluarga berkembang menjadi banyak keluarga. Keluarga-keluarga bergabung menjadi desa, kemudian desa berkembang menjadi banyak desa sehingga akhirnya dibentuk atau terbentuk negara.
·        Teori Ketuhanan
Teori ketuhanan muncul akibat pengaruh paham keagamaan dan teokrasi. Menurut teori ini, negara terbentuk karena kehendak Tuhan. Ada keyakinan bahwa segala sesuatu, termasuk negara, berasal dari dan terjadi atas kehendak Tuhan.
 Tuhan mempunyai kekuasaan yang mutlak di dunia serta negara dipandang sebagai penjelmaan kekuasaan dari Tuhan. Para raja atau penguasa negara dipercaya sebagai titisan atau wakil Tuhan. Hak dan kekuasaan para raja dan penguasa negara berasal dari Tuhan. Para raja dan penguasa negara bertakhta dan memerintah karena mandat dari Tuhan.
Salah satu tokoh penganut teori ketuhanan, yakni Freiderich Julius Stahl (1802–1861), mengatakan bahwa negara tumbuh karena takdir sejarah. Negara tidak tumbuh karena faktor dari dalam, tidak juga karena kehendak manusia, tetapi tidak lain karena kehendak Tuhan. Selain Freiderich Julius Stahl, tokoh lain yang menganut teori ini ialah Thomas Aquinas dan Agustinus.
·         Teori Perjanjian Masyarakat
Teori perjanjian masyarakat muncul sebagai reaksi terhadap teori hukum alam dan teori ketuhanan. Para pencetus teori perjanjian masyarakat ialah J.J. Rousseau, John Locke, Montesqeui, dan Thomas Hobbes. Para pemikir ini menilai teori hukum alam dan teori ketuhanan tidak mampu menjelaskan secara meyakinkan bagaimana terbentuknya negara.
Menurut teori perjanjian masyarakat, terbentuknya negara merupakan hasil dari perjanjian individu dan masyarakat. Teori ini berangkat dari anggapan bahwa manusia atau masyarakat hidup pada dua masa yang berbeda, yakni masa sebelum ada negara dan masa setelah ada negara. Pada titik peralihan dari belum ada negara ke setelah ada negara itulah terjadi perjanjian atau kesepakatan di antara para anggota masyarakat untuk membentuk negara.
Pada masa sebelum ada negara, masyarakat hidup dalam keadaan tanpa hukum, tanpa organisasi, serta tanpa pemerintahan dan kepemimpinan. Dalam pandangan Thomas Hobbes (1588–1679), sebelum ada negara, manusia hidup dalam tatanan hukum rimba. Hal ini menyebabkan terjadinya homo homini lupus, yakni manusia menjadi srigala bagi manusia lain, sehingga banyak terjadi kekacauan dan perang.
Di tengah anarki yang destruktif itu, muncul kesadaran dan hasrat untuk mengakhiri keadaan. Untuk keperluan itu, tidak ada jalan lain, harus dibuat perjanjian. Oleh sebab itu, masyarakat kemudian membuat perjanjian bersama. Melalui perjanjian inilah lahir negara dan pemerintahan yang diberi kekuasaan dan wewenang untuk menegakkan ketertiban dan keamanan serta mewujudkan kesejahteraan bersama.
·        Teori Kekuatan
Menurut teori ini, negara lahir karena faktor kekuatan. Dengan kata lain, negara lahir melalui proses adu kekuatan. Tokoh yang menganut teori ini adalah Franz Oppenheimer dan Ludwig Gumplowitz.
Negara terbentuk sebagai hasil dari dominasi atau penguasaan. Pihak yang kuat melakukan penaklukan dan penguasaan terhadap pihak yang lemah. Pendudukan dan penaklukan itu dilakukan oleh kelompok etnis atau suku yang kuat terhadap etnis atau suku yang lemah. Pihak penakluk inilah yang kemudian membentuk negara.
·        Teori Historis
Teori historis disebut juga teori evolusionistis. Menurut teori ini, lembaga-lembaga sosial tidak dibuat, tetapi tumbuh dan berkembang secara perlahan-lahan (evolusioner) sejalan dengan kebutuhan manusia. Lembaga-lembaga yang dimaksud tidak lepas dari pengaruh tempat, waktu, dan tuntutan zaman. Untuk memenuhi berbagai tuntutan zaman itulah negara dibentuk.

Pembentukan Negara pada Zaman Modern

Oleh Akhmad Zamroni

Sumber: http welovedexter.com

Terkait dengan proses terbentuknya negara, selain kita kenal adanya teori pembentukan negara, terdapat juga peristiwa nyata pembentukan negara. Pada zaman modern, secara faktual  ––  bukan secara teori  ––  terjadi pembentukan negara-negara baru. Pembentukan negara ini terjadi atau dilakukan dengan cara-cara tertentu sebagaimana dipaparkan berikut ini.
·        Peleburan (Fusi)
Peleburan atau fusi merupakan pembentukan negara baru hasil penggabungan dari dua negara atau lebih. Fusi biasanya terjadi pada negara atau bangsa yang bersaudara, yang karena tuntutan sejarah dan persamaan ras menyebabkan keduanya mengalami penggabungan. Sebagai contoh, Jerman Barat dan Jerman Timur yang sempat terpisah akibat perbedaan ideologi, bergabung kembali menjadi negara Jerman pada awal tahun 1990-an.
·        Pemecahan
Pemecahan merupakan pembentukan negara-negara baru yang terjadi akibat negara sebelumnya (negara lama) mengalami perpecahan atau pembubaran. Negara-negara baru dibentuk dari negara lama yang bubar dan lenyap. Contohnya, sebagaimana yang terjadi pada negara Uni Soviet, Yugoslavia, dan Cekoslovakia. Pada tahun 1990-an, Uni Soviet bubar dan menjelma menjadi negara-negara baru, yakni Rusia, Ukraina, Lituania, Georgia, Kirghizia, Azerbaijan, Kazakstan, Turkmenistan, dan sebagainya. Yugoslavia pecah dan bubar menjadi negara Bosnia-Herzegovina, Serbia, Montenegro, dan Slovenia. Adapun Cekoslovakia pecah dan bubar menjadi negara Ceko (Ceska) dan Slovakia.
·        Pemisahan
Pemisahan merupakan pembentukan negara baru sebagai hasil menyempalnya salah satu wilayah sebuah negara. Akibat faktor tertentu, sebuah wilayah dari suatu negara memisahkan diri menjadi negara baru. Berbeda dengan pemecahan, pemisahan tidak menyebabkan bubarnya negara lama. Dengan kata lain, negara lama masih tetap berdiri, sedangkan negara baru lahir dari salah satu atau beberapa wilayahnya saja.
Contohnya, yang terjadi pada negara kita, Indonesia. Pada tahun 1999, salah satu provinsi di Indonesia, Timor Timur, memisahkan diri menjadi negara baru bernama Timur Leste. Hal serupa terjadi juga pada negara India dan Pakistan. Salah satu wilayah di India memisahkan diri menjadi negara Pakistan. Namun, Pakistan kemudian juga mengalami nasib serupa, yakni salah satu wilayahnya memisahkan diri menjadi negara baru dengan nama Bangladesh.
·        Perjuangan
Pembentukan negara lewat perjuangan umumnya dilakukan oleh bangsa-bangsa yang terjajah. Bangsa yang terjajah melakukan perjuangan, baik melalui diplomasi maupun perjuangan fisik dengan mengangkat senjata (perang), melawan bangsa penjajahnya untuk mendapatkan kemerdekaan. Setelah kemerdekaan diperoleh, bangsa terjajah membentuk negara baru.

Contoh negara yang dibentuk melalui perjuangan ialah Indonesia. Sebelum menjadi negara, bangsa Indonesia mengalami penjajahan dari Portugal, Inggris, Belanda, dan Jepang. Setelah melalui perjuangan yang sangat panjang, pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan serta membentuk negara. Selain Indonesia, masih banyak negara lain yang dibentuk melalui perjuangan, seperti Filipina, Malaysia, India, Aljazair, Maroko, dan Brasil.

Bentuk Negara: Negara Kesatuan dan Negara Federasi

Oleh Akhmad Zamroni
Sumber: pixabay.com

Bentuk negara tidak jarang disamakan dengan bentuk pemerintahan. Hal ini menyebabkan istilah-istilah yang digunakan untuk keduanya (bentuk negara dan bentuk pemerintahan) seringkali kurang memiliki batas yang jelas dan tegas. Misalnya, republik dan monarki (kerajaan), oleh beberapa ahli disebut sebagai bentuk negara, sementara kalangan ahli yang lain menyebutnya sebagai bentuk pemerintahan.
Terkait dengan bentuk negara dan pemerintahan, terdapat juga istilah-istilah lain, seperti sosialis, liberal, demokrasi, autokrasi, totaliter, heteronom, kesatuan, dan federasi (serikat). Dari sekian istilah tersebut, ada istilah yang sangat sering dipakai untuk menyebut bentuk negara, yakni kesatuan dan federasi. Kedua istilah ini dianggap paling mewakili untuk membuat penggolongan bentuk-bentuk negara.
·        Negara Kesatuan
Negara kesatuan adalah negara yang kedaulatan ke luar dan ke dalam serta kekuasaan yang dimilikinya untuk mengatur dan memimpin seluruh daerah/wilayah negara berada di tangan pemerintah pusat. Di dalam negara kesatuan, kekuasaan negara dipegang dan dikendalikan oleh pemerintah pusat. Contoh negara yang berbentuk kesatuan adalah Indonesia, Prancis, dan Iran.
Negara kesatuan tidak mengenal adanya negara bagian yang masing-masing memiliki kedaulatan ke dalam. Namun, dalam mengatur urusan hidup warganya, negara kesatuan dapat memberlakukan dua sistem yang berbeda, yakni sistem sentralisasi dan desentralisasi.
v     Dalam sistem sentralisasi, semua urusan atau bidang kehidupan warga masyarakat sepenuhnya diatur dan dikendalikan oleh pemerintah pusat.
v    Dalam sistem desentralisasi, tidak semua urusan atau bidang kehidupan warga masyarakat diatur dan dikendalikan pemerintah pusat, melainkan sebagiannya diserahkan kepada pemerintah daerah dan masyarakat daerah untuk mengaturnya sendiri.
Pada masa lalu, banyak negara kesatuan  ––  termasuk Indonesia  ––  yang memberlakukan sistem sentralisasi. Namun, sistem ini dianggap banyak menimbulkan masalah. Selain dapat menyebabkan terbentuknya pemerintah pusat yang otoriter dan korup, sistem sentralisasi juga menghambat upaya pembangunan dan pemberdayaan potensi daerah.
Pada zaman modern, sistem sentralisasi sudah banyak ditinggalkan. Seiring dengan kian kompleksnya kehidupan berbangsa dan bernegara, desentralisasi kini lebih banyak dianut. Desentralisasi setidaknya terbukti lebih meringankan beban pemerintah pusat serta lebih memacu dinamika pembangunan di daerah.
Pada era reformasi saat ini, Indonesia juga menganut desentralisasi. Sistem ini dapat diandalkan untuk memberdayakan potensi daerah serta melakukan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan. Sebelumnya, dalam waktu yang lama, Indonesia lebih menganut sentralisasi.
·        Negara Federasi
Negara federasi disebut juga negara serikat. Negara federasi adalah negara yang terbagi atas negara-negara bagian yang masing-masing memiliki pemerintahan sendiri. Di dalam negara federasi, setiap negara bagian memiliki kedaulatan ke dalam, tetapi kedaulatan negara ke luar tetap dipegang oleh pemerintah pusat (pemerintah federal). Contoh negara yang berbentuk federasi ialah Amerika Serikat, India, dan Malaysia.
Di negara federasi, setiap negara bagian seringkali diberi sejumlah keleluasaan dan kewenangan yang besar. Negara bagian diberi kebebasan untuk menentukan dan memiliki bendera sendiri. Bahkan, negara bagian juga diberi kewenangan untuk membentuk undang-undang dasar sendiri serta menentukan bentuk organisasi sendiri dalam kerangka konstitusi federal (pusat).
Selain federasi dan kesatuan, terdapat juga pembagian bentuk negara  yang lain, yakni republik dan kerajaan. Sebenarnya republik dan kerajaan lebih tepat disebut sistem atau bentuk pemerintahan karena lebih merujuk pada cara mengelola kehidupan bernegara. Namun, seperti disinggung di muka, republik dan kerajaan masih sering dianggap sebagai bentuk negara, seperti dikemukakan George Jellinek. 

Kamis, 09 November 2017

Penembakan Massal di Amerika Serikat: Antara Terorisme dan Koboisme

Oleh Akhmad Zamroni

Sumber: cdns.klimg.com

Dalam waktu kurang dari dua bulan, Amerika Serikat (AS) diguncang oleh dua peristiwa penembakan membabi buta yang menewaskan puluhan warga.  Pertama, pada Minggu, 1 Oktober 2017, dalam sebuah konser musik country di Las VegasNevada, terjadi penyerangan (penembakan) acak dengan senjata api yang menyebabkan setidaknya 58 orang tewas dan 200 orang lainnya mengalami luka-luka. Penembakan ini menjadi kasus penembakan massal dengan jumlah korban terbesar dalam sejarah modern AS.
Pelaku penembakan, seperti dirilis oleh banyak media, adalah pria bernama Stephen Paddock, 64 tahun, pensiunan akuntan yang memiliki lisensi untuk menerbangkan pesawat terbang kecil. Paddock yang tinggal di Masquite, Nevada, diberitakan melakukan aksi brutalnya dari lantai 32 Hotel Mandalay Bay. Ia memberondongkan senapan laras panjang ke arah kerumunan penonton konser hingga ratusan orang terkapar tewas dan luka-luka. Paddock sendiri kemudian juga tewas ditembak aparat keamanan.
Sebulan lebih kemudian, peristiwa  penembakan kedua terjadi di  Texas. Pada Minggu, 5 November 2017, saat sejumlah orang tengah mengikuti ibadah di sebuah gereja di Sutherland Springs, Texas, tiba-tiba seorang pria masuk ke dalam gereja dan memberondongkan senjata apinya.  Akibat aksi sadis ini, 26 orang jemaat tewas serta 20-an orang lainnya mengalami luka ringan dan berat.
Dikabarkan, pelaku penyerangan itu adalah Devin Patrick Kelley, mantan tentara yang telah dipecat dari Angkatan Udara AS. Kelley melakukan aksinya seperti seolah-olah tengah bertempur menghadapi pasukan musuh. Menurut sejumlah media, saat beraksi Kelley mengenakan pakaian serba hitam, memakai rompi tempur antipeluru yang dilengkapi peralatan serangan taktis, serta menenteng senapan serbu Ruger AR-556. Kelley akhirnya tewas setelah mobil yang ia gunakan untuk melarikan diri ditabrak polisi serta ia sendiri juga mendapatkan beberapa kali tembakan dari polisi.
Dua kejadian yang memilukan tersebut menjadi peristiwa tragis yang kesekian kalinya di AS. Beberapa bulan dan tahun sebelumnya peristiwa penyerangan membabi buta dengan senjata api ke arah kerumunan orang banyak sudah berkali-kali terjadi AS. Korbannya sebagian besar masyarakat sipil, sedangkan pelakunya sebagian  dituduh sebagai teroris, sebagian diidentifikasi sebagai mengalami  masalah kepribadian, dan sebagian lagi tidak jelas.  
Sangat ironis, negara secanggih dan sedemokratis AS kerapkali mengalami peristiwa barbar semacam itu.  Jika terjadi sekali dua kali, masih bisa dimaklumi; mungkin itu sifatnya insidental saja. Namun, jika muncul berulang-ulang, seperti yang selama ini terjadi, jelas menjadi tanda tanya besar yang sulit dicari jawabannya. Tragedi-tragedi memilukan  semacam itu sesungguhnya lebih pantas terjadi pada masyarakat tradisional yang kurang terdidik (terpelajar), bukan pada masyarakat  AS yang modern serta sangat terdidik dan terpelajar yang gagasan-gagasan besarnya sudah menjangkau luar angkasa.
Pemerintah AS sendiri dengan tegas menolak dua penyerangan terakhir di atas (di Nevada dan Texas) sebagai tindak terorisme walaupun banyak warga AS bersikeras bahwa keduanya termasuk tindak terorisme, meski pelakunya tidak terafiliasi dengan jaringan teroris mana pun.  Presiden Donald Trump  menyebut penyerangan itu sebagai “perbuatan iblis”, tetapi tidak menggolongkannya sebagai terorisme. Namun, tak sedikit warga AS menyatakan bahwa dua aksi itu jelas-jelas teror karena telah menimbulkan ketakutan dan korban jiwa cukup besar. 
Tidak terlalu penting memasalahkan bahwa penyerangan bersenjata itu termasuk tindak terorisme, koboisme, ramboisme, atau yang lainnya.  Hal yang sangat jelas dan mencolok adalah telah terjadi kejahatan yang memakan korban dalam jumlah besar  yang dilakukan dengan cara dan gaya seperti cowboy atau teroris. Silakan Anda menilainya sendiri.
Apa pun istilahnya, yang jelas penyerangan itu adalah kejahatan besar yang sangat mencederai nilai-nilai kemanusiaan, peradaban, dan hukum. Penyerangan yang menyebabkan puluhan kematian itu juga telah menimbulkan trauma dan ketakutan pada masyarakat AS. Jika mereka (pemerintah dan masyarakat AS) sadar dan empati akan hal ini, istilah yang mereka gunakan untuk menyebutnya menjadi tidak penting; melainkan yang penting adalah bagaimana menemukan solusi yang jitu untuk menekan sekecil-kecilnya agar tragedi itu tidak terjadi lagi.

Senin, 06 November 2017

Perlunya Konsep dan Strategi Induk dalam Merealisasikan Program Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia

Oleh Akhmad Zamroni
Sumber: www.qureta.com

Salah satu visi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang dicanangkan sejak kampanye pemilihan presiden-wakil presiden tahun 2014 hingga sekarang saat mereka memimpin Indonesia adalah menjadikan negara Indonesia sebagai poros maritim dunia.  Pemerintah berupaya mewujudkan visi tersebut dengan mengembangkan lima program unggulan, yakni membangun budaya maritim, sumber daya laut, infrastruktur dan konektivitas antarpulau, diplomasi maritim, dan pertahanan maritim. Pengembangan lima program ini terutama dilakukan melalui instansi yang paling terkait dengan masalah kelautan, yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan di bawah komando Menteri Susi Pudjiastuti.
Membangun dan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia tentu saja merupakan langkah yang relevan dan kontekstual karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya (sekitar dua per tiga) berupa laut. Saat ini Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau besar dan kecil serta dengan jumlah pulau yang sebegitu banyaknya, Indonesia masuk dalam jajaran lima besar negara dengan garis pantai terpanjang di dunia. Secara geografis, Indonesia juga memiliki letak yang sangat strategis karena berada di antara dua benua, yakni Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara dua samudra, yakni Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.
Potensi kelautan Indonesia juga sangat kaya. Laut di negara kita menyimpan kekayaan atau sumber daya alam yang sangat melimpah. Kekayaan atau sumber daya alam yang terdapat di laut atau sekitar laut Indonesia, antara lain, berupa ribuan jenis ikan, minyak bumi, berbagai bahan mineral, rumput laut, terumbu karang, dan keindahan pantai.
Sebagai negara yang berkubang laut dengan potensi yang luar biasa besar, tidak mengherankan jika oleh pemerintah laut dijadikan tumpuan dan gantungan untuk mengantarkan Indonesia sebagai negara yang maju, modern, dan sejahtera. Dengan mengutip moto TNI Angkatan Laut, Jalesveva Jayamahe, “Di Lautan Kita Jaya”, kita berharap bangsa dan negara Indonesia maju, modern, sejahtera, dan jaya melalui pemanfaatan lautnya. Oleh sebab itu, visi untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia merupakan program yang sebenarnya cukup tepat dan beralasan.
Namun, visi dan program tersebut tampaknya belum diimplementasikan secara optimal dan terpadu.  Pelaksanaan Indonesia sebagai poros maritim dunia tak berjalan maksimal karena belum adanya konsep dan strategi induk (cetak biru) yang utuh dan menyeluruh sebagai rujukan. Hal ini menyebabkan terjadinya multiinterpretasi dan pencanangan program sektoral yang tidak terpadu. Instansi-instansi yang terkait membuat interpretasi dan program sendiri-sendiri yang masing-masing tidak saling terkait, bersinergi, dan mengerucut mengarah pada tujuan atau sasaran yang sama.
Pengembangan dan pendayagunaan kelautan Indonesia saat ini memang baru terlihat menonjol pada segi pembangunan infrastruktur dan pengamanan laut dari pencurian. Pelabuhan-pelabuhan laut baru dibangun di berbagai daerah serta patroli pengamanan laut dari pencurian ikan oleh kapal-kapal asing terus ditingkatkan. Beberapa pelabuhan baru telah selesai dibangun dan beroperasi, sementara puluhan kapal asing pencuri ikan di perairan Indonesia berhasil ditangkap dan ditenggelamkan.
Selain belum adanya rancangan konsep dan strategi induk sebagai rujukan semua instansi, optimalisasi kemaritiman melalui dunia pendidikan juga belum dilakukan. Sebagaimana sempat dikeluhkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, kurikulum pendidikan di sekolah-sekolah Indonesia saat ini belum diarahkan dan mendukung program pemerintah menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Di sisi berbeda, jurusan dan program-program studi kelautan di beberapa perguruan tinggi juga kurang mendapat perhatian dan pengembangan serius, sementara berbagai sarana akademik kegiatan kelautan, seperti peralatan laboratorium dan kapat riset, banyak yang tak terurus sehingga menjadi mangkrak dan rusak.

Berdasarkan beberapa kelemahan tersebut, kiranya pemerintah perlu melakukan kajian ulang secara komprehensif terhadap program-program yang dijalankan untuk pembangunan dunia maritim Indonesia. Pertama yang harus dilakukan tentunya adalah membuat konsep dan strategi induk (cetak biru) sebagai rujukan pokok bagi semua program kelautan yang dijalankan oleh semua instansi dan lembaga terkait. Langkah berikutnya adalah pendayagunaan dan optimalisasi potensi kelautan di berbagai daerah serta dunia pendidikan sebagai penyedia tenaga terampil dan ahli yang akan menggerakkan semua program kemaritiman yang dicanangkan oleh pemerintah.

Sabtu, 04 November 2017

Keadilan untuk Rokok: Mengungkap Manfaat dan Kebaikan Rokok yang Terabaikan

Oleh Akhmad Zamroni

Sumber: http 72dpi.cn

Sebuah tulisan dari Wanda Hamilton (yang dikutip salah satu penulis terkemuka Indonesia, Mohamad Sobary) menunjukkan bahwa data yang diklaim sebagai kebenaran oleh para aktivis antirokok (konon) dianggap tidak sahih. Di tengah gerakan dan kampanye antirokok, yang terjadi sebenarnya adalah perang bisnis yang tidak adil. Ketidakadilan ini patut mendapat perhatian lebih saksama serta tidak dapat dibiarkan begitu saja.
Pendapat atau pernyataan dari para aktivis antirokok yang selama ini dianggap sebagai “kebenaran” adalah rokok menjadi penyebab muncul atau berjangkitnya banyak penyakit. Sudah sangat jamak diklaim bahwa rokok dianggap menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan pada janin, dan sebagainya. Dengan terungkapnya tulisan Hamilton di atas, maka berbagai anggapan negatif terhadap rokok tersebut menjadi samar-samar dan sangat diragukan kebenarannya.
Di Amerika Serikat bahaya tembakau yang digembar-gemborkan dalam gerakan dan kampanye antirokok mendapat kritik keras dari beberapa kalangan. Robert A. Levy dan Rosalind Marimont, misalnya, menyatakan bahwa 'kebenaran' merupakan korban pertama dalam perang melawan tembakau. Pernyataan bahwa di AS terjadi 400.000 kematian prematur setiap tahun akibat rokok, kata Levy dan Rosalind, merupakan kebohongan besar. Hal itu hanya merupakan “mantra” untuk membenarkan diberlakukannya aturan dan undang-undang pelarangan tembakau (rokok).
Terungkap pula melalui pemberitaan luas di media daring (online) bahwa sebuah organisasi yang bernama Bloomberg Initiative telah menyumbangkan dana miliaran rupiah kepada sebuah lembaga keagamaan. Tak lama berselang, lembaga keagamaan tersebut mengeluarkan fatwa yang mengharamkan rokok. Bloomberg juga menyeponsori para ilmuwan, lembaga penelitian, kaum profesional, LSM, dan sebagainya untuk tujuan yang terkait dengan upaya penghapusan tembakau dan rokok.
Selain Bloomberg, saat ini ada tiga perusahaan raksasa farmasi dunia yang sangat gencar menggalakkan kampanye antirokok. Mereka memasok dana miliaran dolar AS kepada berbagai lembaga internasional (termasuk WHO-PBB)  dan pemerintah negara-negara di dunia untuk melakukan kampanye penghapusan rokok. Mereka rupanya berkepentingan melakukan hal itu karena sedang berupaya keras memasarkan produk mereka yang disebut NRT (nicotine replacement therapy), yakni obat pengganti nikotin untuk orang yang (tengah) berusaha berhenti merokok. NRT diproduksi, antara lain, dalam bentuk permen karet dan inhaler yang mengandung nikotin, yang diperuntukkan kepada orang-orang yang akan dan sedang berusaha berhenti merokok.
Dalam pada itu, menurut Sobary,  para pejabat Indonesia sendiri, dari tingkat kementerian, di bawah kementerian, tingkat gubernur, sampai bupati dan walikota serta di bawahnya lagi, banyak yang menerima limpahan uang karena kebijakan mereka membuat aturan dan larangan merokok. Aturan dan larangan merokok itu kemungkinan bertentangan dengan hati nurani mereka. Namun, para pejabat itu, demikian kata Sobary, rela membunuh hati nuraninya sendiri demi limpahan uang.
Gencarnya kekuatan asing bermanuver dalam kampanye antirokok terlihat jelas dari keengganan mereka untuk melakukan kampanye serupa (pelarangan) terhadap minuman keras (beralkohol). Kita tahu, sejak dahulu di Indonesia sangat jarang muncul gerakan dan kampanye antirokok. Akan tetapi, setelah kalangan internasional (terutama lewat WHO-PBB) melancarkan gerakan dan kampanye antirokok, gerakan serupa serta merta muncul di Indonesia.
Namun, mengapa gerakan dan kampanye antiminuman keras hampir tidak pernah muncul di Indonesia dan apalagi di forum internasional? Mengapa minuman keras yang jelas-jelas telah terbukti menimbulkan dampak buruk pada fisik dan mental manusia tidak pernah dikenai kampanye pelarangan yang ekstrem dan sangat gencar sebagaimana yang dialami rokok? Mengapa dalam iklan rokok dan bungkus kemasan rokok selalu dibubuhkan kata-kata "Merokok Membunuhmu", tetapi hal serupa sama sekali tidak pernah dibubuhkan pada iklan dan botol kemasan minuman keras, padahal minuman keras telah berulang-ulang menyebabkan banyak sekali kematian mendadak di Indonesia (ingat berbagai kasus miras oplosan)?
Sebegitu jauh dapat dirasakan bahwa perlakuan terhadap rokok menunjukkan ketidakadilan yang kronis. Selain terus-menerus dihantam dengan kampanye negatif, rokok dan industri rokok juga secara progresif digencet dengan cukai yang tinggi, padahal kontribusi industri rokok terhadap pendapatan (keuangan) negara selama puluhan tahun sudah sangat besar serta sumbangannya dalam menyediakan lapangan kerja dan memberi nafkah jutaan warga Indonesia juga luar biasa. Namun, industri rokok dan para perokok hampir tidak pernah mengeluh. Rokok dan industri rokok terus-menerus digebuki dan didiskriminasi, tetapi tidak pernah menjerit dan apalagi mati.
Ketidakadilan terhadap rokok terasa kian menjadi-jadi jika dipertimbangkan bahwa kampanye antirokok tidak didukung data dan bukti 'keburukan rokok' yang validitasnya benar-benar teruji. Berbagai dampak buruk rokok yang selama ini gencar dipublikasi banyak diwarnai dugaan-dugaan, isyu-isyu, dan  'pesan sponsor' dari perusahaan farmasi. Rokok memang mungkin dapat menimbulkan dampak negatif pada kesehatan tubuh manusia, tetapi hal yang sama juga terjadi pada hampir semua jenis makanan, minuman, dan obat-obatan. Gula, kopi, teh, softdrink, minuman berenergi, susu, garam, penyedap masakan (vetsin), nasi, daging, beberapa  jenis buah dan sayuran, fast food, sea food, makanan dan minuman kemasan, serta semua obat-obatan kimia (terutama obat sakit kepala dan influenza), semua memilik efek samping yang buruk pada tubuh manusia. Di tengah semua kondisi dan fakta itu, hanya rokok yang terus-menerus digempur untuk "dibunuh", sementara yang lainnya dibiarkan baik-baik saja atau hanya disinggung seperlunya saja sebagai formalitas.
Kini mulai terungkap dengan gamblang bahwa  perlakuan terhadap rokok di sisi satu serta perlakuan terhadap berbagai jenis makanan, minuman, obat-obatan (dan bahkan juga minuman keras) di sisi berbeda juga tidak dilakukan dengan objektif (selain tidak adil). Keburukan-keburukan rokok yang belum benar-benar terbukti secara sahih, empiris, dan meyakinkan terus dieksploitasi, tetapi manfaat dan kebaikan-kebaikan rokok hampir tidak pernah disinggung dan dipublikasi (dan mungkin, sengaja ditutup-tutupi). Hanya sedikit dokter, ilmuwan, dan pakar independen yang menyinggungnya dengan objektif berdasarkan hasil riset, eksperimen, dan pengalaman mereka.

Kegunaan dan Kebaikan Rokok yang Tak Pernah Diungkap dalam Kampanye Antirokok
Ada anggapan (atau mungkin tuduhan) ekstrem yang sulit dibuktikan kebenarannya dari para aktivis antirokok bahwa "setiap 3 detik satu orang meninggal karena rokok". Ini sangat berlebihan dan absurd: bagaimana cara membuktikan sebuah kematian diakibatkan oleh rokok? Seberapa banyak rokok dimasukkan sebagai penyebab kematian di dalam certificate of death? Mungkinkah puluhan ribu orang mati setiap hari (jika setiap 3 detik satu orang mati, berarti dalam sehari 28.800 orang mati) hanya diakibatkan oleh penyebab yang tunggal: rokok? Pernahkah kita mendengar dari  dokter/rumah sakit atau menjumpai sendiri secara langsung dalam kehidupan nyata (setidaknya di Indonesia) bahwa orang mati karena rokok?
Hampir tidak pernah, kecuali dalam film iklan kampanye antirokok di televisi yang, karena itu hanya sebuah film iklan belaka, data dan faktanya bisa daiarahkan ke arah mana saja sesuai dengan kehendak pembuat film! Namun, orang mati gara-gara menenggak minuman keras (oplosan) atau  karena keracunan makanan/minuman kita sudah berulang-ulang mendengarnya dari media massa! Orang mengalami kerusakan ginjal dan hati (liver) karena terlalu sering mengonsumsi obat-obatan kimia (yang kemudian berujung pada kematian), jika kita mau jujur, juga banyak terjadi. Dan, fenomena banyaknya orang masa kini yang mengalami stroke, jika kembali kita mau jujur, juga tidak terlepas dari kebiasaan mereka mengonsumsi obat flu dan sakit kepala yang kandungan PPA-nya (penylpropanolamine) sama atau lebih dari 15%!
Hal yang  sebaliknya, justru terjadi pada rokok jika kita bersedia menyimak hasil riset dan eksperimen para dokter, ilmuwan, dan akademisi independen. Setelah selama ini kita dijejali dengan kampanye buruk tentang rokok, kini saatnya kita perlu mengetahui manfaat-manfaat rokok agar kita bisa melihat, menilai, dan memperlakukan rokok dengan lebih objektif dan adil. Simak dan bandingkan data dan fakta-fakta hasil riset serta kajian di bawah ini dengan kampanye antirokok sehingga kita bisa menarik kesimpulan sendiri dengan lebih bijaksana di seputar permasalahan rokok.

  • Dr. Gretha Zahar (pakar kimia radiasi) dan Prof. Sutiman B.S. (guru besar nanobiologi Universitas Brawijaya) menemukan bahwa partikel pada asap rokok mampu meluruhkan radikal bebas.
  • Rokok terbukti dengan meyakinkan mengurangi risiko terkena parkinson (sindrom yang membuat tubuh bergetar liar dan sulit dikontrol) dan risiko kepikunan (alzheimer). Hal ini sudah terbukti lewat riset para pakar di berbagai negara, antara lain, riset Prof. Budi Santoso (Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga), Evan L. Thacker (Harvard School of Public Health), Dr. James L.F. (Amerika Serikat), dan Dr. Tanner.
  • Prof. Saleh Naser (guru besar mikrobiologi dan biologi molekuler University of Central Florida, AS) yang telah lama melakukan riset tentang tembakau dan nikotin menyatakan, nikotin ternyata justru memperlihatkan hasil yang lebih baik daripada senyawa lain dalam menghentikan penyakit TBC (tuberculosis).
  • Hasil riset Dr. Arief Budi Witarto, M.Eng. (Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI) menunjukkan, tembakau terbukti dapat menghasilkan protein antikanker yang berguna untuk penderita kanker. Tembakau varietas "Genjah Kenongo" yang diteliti Dr. Arief mampu menjadi reaktor penghasil protein GCSF (growth colony stimulating factor) sebagai hormon yang merangsang produksi darah dan perbanyakan sel tunas (stemcell) yang lazim dikembangkan untuk memulihkan jaringan tubuh yang rusak.
  • Riset dan kajian ilmiah yang dimuat dalam British Journal of Cancer (2002) membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara merokok dan risiko kanker payudara. Hasil studi lain yang populer disebut Roll Royce of Studies (Journal of Critical Epidemiology 42, No. 8, 1989) juga menunjukkan tidak adanya kaitan antara merokok dan sakit jantung.
  • Menurut sebuah artikel di Journal of the American Medical Association, kanker usus dan ulcerative 30-50% lebih besar terjadi (atau berpotensi menyerang) pada orang yang tidak merokok.
  • The American Government's Health and Nitrition Examination Survey melaui risetnya menemukan bahwa osteoarthritis (gangguan persendian akibat berkurangnya tulang rawan dan terjadi hipertrofi tulang) kemungkinan menyerang perokok berat lima kali lebih kecil katimbang mereka yang bukan perokok.
  • Melalui artikelnya yang dimuat di The Times (Juli 1994), Woodrow Wyatt (seorang peneliti berkebangsaan Inggris) menyatakan bahwa jumlah orang merokok di Kota Glasgow tidak lebih banyak dari hal yang sama di Kota Bournemouth, tetapi jumlah penderita penyakit jantung di Glasgow justru lebih banyak daripada di Bournemouth.
  • Seorang pakar THT kenamaan AS menyatakan, ia menyarankan para mantan perokok yang tengah terkena batuk untuk mengisap dua batang rokok dalam satu hari; dan hasilnya, hal itu  menyembuhkan batuk mereka. Adapun di Inggris, pada akhir Perang Dunia II jumlah penderita penyakit jantung mengalami penurunan drastis, padahal saat itu jumlah orang yang merokok sangat tinggi.
  • Karbon monoksida yang merupakan produk sampingan dari asap rokok, menurut para peneliti, memiliki kemiripan yang dekat dengan oksida nitrat yang berfungsi menjaga pembuluh darah tetap melebar dan mencegah penumpukan sel darah putih. Oleh karena itu, merokok dapat mengurangi risiko serangan jantung (myocardial infarction) dan stroke.
  • Sebuah studi dari dua generasi penduduk Swedia menunjukkan bahwa dalam analisis multivariasi anak-anak dari para ibu yang merokok paling sedikit 15 batang sehari cenderung memiliki peluang lebih rendah terkena alergi rhino conjunctivitis, alergi asma, eksim atopik, dan alergi makanan dibandingkan dengan anak-anak dari para ibu yang tidak pernah merokok.
  • Konsentrasi urine cotinine (tembakau yang bermetabolisme di dalam tubuh) dapat mengurangi risiko terjadinya praeklamsia pada ibu hamil. Praeklamsia adalah kondisi medis yang ditandai munculnya hipertensi (tekanan darah tinggi), kenaikan kadar protein dalam urin (proteinuria), dan pembengkakan pada kaki (edema) pada saat kehamilan. Praeklamsia telah menyebabkan  banyak kematian pada ibu hamil dan melahirkan.
  • Tembakau memiliki kegunaan medis untuk  menyembukhan kanker mulut rahim (serviks). Kanker serviks disebabkan oleh virus Human papilloma (HPV). Tumbuhan tembakau mengandung sumber protein yang mampu menstimulasi antibodi HPV.
  • Hasil penelitian Prof. Mario Pezzotti (Universitas Verona, Italia) yang dimuat dalam jurnal BMG Biotechnology menyimpulkan bahwa tembakau memiliki kegunaan untuk menghasilkan obat diabetes dan kekebalan tubuh.