Rabu, 01 November 2017

Proses dan Tata Cara Peradilan: Penyelidikan

Oleh Akhmad Zamroni


Sumber: infotrainingkonsultan.com
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Pasal 1 Ayat (5) menyatakan bahwa penyelidikan adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Rumusan ini menunjukkan bahwa penyelidikan merupakan tahapan kegiatan paling awal dalam proses dan tata cara peradilan. Sebelum dilakukan penyidikan terhadap suatu peristiwa, terlebih dahulu dilakukan penyelidikan untuk memastikan ada atau tidaknya unsur tindak pidana (pelanggaran hukum) dalam peristiwa tersebut. Tekanan utama dalam tahap penyelidikan adalah mencari dan menemukan hal yang diduga dan dianggap sebagai tindak pidana.
Dari penyelidikan akan dihasilkan kesimpulan apakah terhadap suatu peristiwa perlu dilakukan tindak lanjut berikutnya atau tidak, yakni penyidikan. Jika hasil penyelidikan terhadap suatu peristiwa menunjukkan adanya unsur tindak pidana, maka terhadap peristiwa tersebut akan dilakukan penyidikan. Akan tetapi, jika hasil penyelidikan menunjukkan hal yang sebaliknya, maka penyidikan tidak diperlukan lagi.
Adapun penyelidik (petugas yang melakukan penyelidikan) adalah pejabat polisi yang memiliki kewenangan untuk keperluan tersebut (melakukan penyelidikan). Dengan kata lain, melakukan penyelidikan merupakan tugas, wewenang, dan tanggung jawab kepolisian. Menurut undang-undang, penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia sehingga setiap anggota kepolisian dapat menjadi petugas penyelidik.
Kewenangan yang dimiliki oleh penyelidik sangat dekat dan terkait dengan peran dan fungsi penyidik. Kedekatan dan keterkaitan ini dikarenakan baik peran penyelidik maupun penyidik dipegang oleh kepolisian. Menurut UU hukum acara pidana (UU No. 8 Tahun 1981), penyelidik mempunyai wewenang-wewenang sebagai berikut:
·          menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
·          mencari keterangan dan barang bukti;
·          menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
·          mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Dalam penjelasan UU hukum acara pidana diterangkan bahwa yang dimaksud dengan “tindakan lain” (butir 4 di atas) adalah tindakan yang dilakukan untuk kepentingan penyelidikan dengan syarat-syarat sebagai berikut:
·          tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum,
·          selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan,
·          tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya,
·          atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa, serta
·          menghormati hak asasi manusia.
Hasil penyelidikan oleh petugas penyelidik akan menjadi bahan untuk melakukan penyidikan oleh petugas penyidik. Proses penyidikan oleh penyidik banyak tergantung pada hasil penyelidikan oleh petugas penyelidik. Terkait dengan hal ini, penyidik dapat memberikan instruksi tertentu kepada penyelidik. Untuk menindaklanjuti perintah penyidik tersebut, penyelidik dapat melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
·          penangkapan, pelarangan meninggalkan tempat, penggeledahan, dan penahanan;
·          pemeriksaan dan penyitaan surat;
·          pengambilan sidik jari dan pemotretan seseorang; serta
·          membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik.
Adapun batasan-batasan tentang penangkapan, penahanan, penyitaan, dan penggeledahan, menurut undang-undang hukum acara pidana, adalah sebagai berikut (dikutip dengan penyesuaian; kata-kata dalam kurung berasal dari penulis).
·          Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik (dapat juga tindakan penyelidik atas perintah penyidik) berupa pengekangan sementara waktu terhadap kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan/atau peradilan.
·          Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan penetapannya (juga oleh penyelidik atas perintah penyidik).
·          Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik (dapat juga penyelidik atas perintah penyidik khusus benda berupa surat) untuk mengambil alih dan/atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud, untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan.
·          Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik (dapat juga penyelidik atas perintah penyidik) untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan/atau penyitaan dan/atau penangkapan.
·          Penggeledahan badan adalah tindakan penyidik (dapat juga penyelidik atas perintah penyidik) untuk mengadakan pemeriksaan badan dan/atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta untuk disita.
Uraian tersebut di atas memperlihatkan bahwa dalam proses dan tata cara peradilan, tugas penyelidikan dan penyidikan sangat dan saling terkait sehingga pelaksanaan keduanya dilakukan oleh satu lembaga, yakni kepolisian, walaupun petugas pelaksananya di lapangan tentunya berbeda. Penyelidikan dan penyidikan tidak dapat dipisahkan dalam proses peradilan; bahkan dalam praktiknya di lapangan keduanya sepintas seolah-olah sama –– tetapi tentu saja berbeda (perbedaan ini akan dijelaskan lebih detail pada Subbab B mengenai “Penyidikan”). Kedekatan antara penyelidikan dan penyidikan tidak hanya tampak dari instruksi yang dapat diberikan penyidik kepada penyelidik dalam kondisi tertentu, melainkan juga dari hubungan dan fungsi di antara keduanya, yakni bahwa penyelidikan menjadi prasyarat bagi dilakukannya penyidikan.
Penyelidikan terlihat jelas menjadi syarat wajib sebelum dilakukannya penyidikan. Penyelidikan dianggap wajib dilakukan sebelum dilakukan penyidikan sebagai upaya untuk menghindari blunder peradilan serta menghormati asas praduga tak bersalah dan hak asasi manusia. Penyelidikan dilakukan lebih dahulu sebelum proses penyidikan sebagai ikhtiar untuk mendapatkan bukti permulaan yang cukup dan meyakinkan (mengenai terjadinya tindak pidana) sehingga tindakan seperti penggeledahan, penangkapan, dan/atau penahanan terhadap seorang terduga atau tersangka untuk keperluan penyidikan tidak dilaklukan secara keliru serta merugikan nilai-nilai kemanusiaan.

Melalui penyelidikan yang valid dan akurat, upaya untuk mengetahui adanya tindak pidana dapat dilakukan dengan cermat dan tepat. Usaha untuk menentukan dan menetapkan tersangka pun tidak mengalami kesalahan yang dapat menimbulkan ketidakadilan atau tragedi kemanusiaan yang memilukan. Hasil penyelidikan yang valid, akurat, dan kredibel (diharapkan) dapat memberi efek positif bagi tahapan-tahapan proses peradilan selanjutnya, yakni penyidikan, penuntutan, pemeriksaan perkara (persidangan), pemberian putusan, upaya hukum, dan pelaksanaan putusan pengadilan, sehingga upaya penegakan hukum dan keadilan pun dapat berlangsung sebagaimana yang diharapkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar