Rabu, 01 November 2017

Proses dan Tata Cara Peradilan: Upaya Hukum

Oleh Akhmad Zamroni

Sumber: i1.wp.com

Setelah membacakan putusannya, hakim (ketua) akan menjelaskan secara singkat isi putusan hingga terdakwa memahami putusan yang dijatuhkan kepadanya. Hakim akan menjelaskan hak-hak para pihak terkait dengan putusan. Hakim juga menawarkan kepada terdakwa dan penuntut umum untuk menentukan sikap terhadap putusan yang diambil tersebut (apakah menerima, menyatakan naik banding, atau menyatakan pikir-pikir).
Jika terdakwa dan pembela/penasihat hukumnya menyatakan menerima putusan, hakim meminta terdakwa menandatangani berita acara pernyataan menerima putusan. Jika terdakwa dan pembela/penasihat hukumnya mengajukan banding, terdakwa diminta menandatangani akta permohonan banding. Jika terdakwa dan pembela/penasihat hukumnya menyatakan pikir-pikir, mereka diberi kesempatan selama 7 hari untuk melakukannya –– jika setelah 7 hari terdakwa tidak menyataka sikap, terdakwa dianggap telah menerima putusan.
Terhadap putusan pengadilan, terdakwa dan penuntut umum diberi hak dan kesempatan yang sama untuk menempuh upaya hukum. Upaya hukum merupakan usaha yang dilakukan (oleh terdakwa atau penuntut umum) untuk menolak putusan pengadilan dengan maksud mengoreksi putusan tersebut demi menegakkan hukum, kebenaran, dan keadilan. Adapun undang-undang hukum acara pidana mendefinisikan upaya hukum sebagai hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang dilakukan dalam bentuk perlawanan, banding, kasasi, atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
Upaya hukum terhadap putusan pengadilan terbagi menjadi dua, yakni upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Sebagaimana diatur dalam undang-undang hukum acara pidana, upaya hukum dapat ditempuh oleh pihak-pihak yang terkait dengan putusan pengadilan dengan mengajukan permohonan dan memenuhi sejumlah persyaratan administrasi tertentu. Berikut ini penjelasan lebih lanjut dari kedua upaya hukum tersebut.
A. Upaya Hukum Biasa
Berdasarkan pengalaman selama ini, upaya hukum biasa lebih banyak ditempuh oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan putusan pengadilan, yakni terdakwa (bersama pembela/penasihat hukumnya) dan penuntut umum. Upaya hukum biasa memiliki karakteristik sebagai berikut:
·          dilakukan terhadap putusan pengadilan yang belum memiliki kekuatan hukum tetap,
·          tidak membutuhkan persyaratan-persyaratan yang sifatnya khusus,
·          tidak selalu ditujukan kepada Mahkamah Agung.
Upaya hukum biasa terdiri atas banding dan kasasi. Baik banding maupun kasasi dapat diajukan oleh terdakwa dan penuntut umum. Berikut penjelasan mengenai banding dan kasasi.
·          Banding merupakan upaya hukum yang dilakukan setelah keluarnya putusan dari pengadilan tingkat pertama (biasanya pengadilan negeri). Banding dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada pengadilan tinggi untuk mempertimbangkan dan melakukan pemeriksaan ulang terhadap putusan yang sudah diambil oleh pengadilan tingkat pertama (pengadilan negeri).
·          Kasasi merupakan upaya hukum yang dilakukan setelah keluarnya putusan dari pengadilan tingkat banding atau tingkat kedua (pengadilan tinggi). Kasasi dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada Mahkamah Agung untuk mempertimbangkan dan melakukan pemeriksaan ulang terhadap putusan yang sudah diambil oleh pengadilan tinggi (tingkat banding).

B.  Upaya Hukum Luar Biasa
Frekuensi penggunaan upaya hukum luar biasa secara umum lebih rendah daripada penggunaan upaya hukum biasa. Hal ini bisa jadi karena persyaratan untuk melakukannya memang lebih berat dan rumit. Karakteristik upaya hukum luar biasa, antara lain, sebagai berikut:
·          dilakukan terhadap putusan pengadilan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap,
·          membutuhkan persyaratan-persyaratan  yang sifatnya khusus,
·          senantiasa ditujukan kepada Mahkamah Agung serta diperiksa dan diputus oleh Mahkamah Agung sebagai lembaga hukum pertama dan terakhir.
Upaya hukum luar biasa terdiri atas kasasi demi kepentingan hukum dan peninjauan kembali. Tidak seperti halnya upaya hukum biasa (banding dan kasasi) yang dapat diajukan baik oleh terdakwa maupun oleh penuntut umum, upaya hukum luar biasa hanya dapat diajukan oleh pihak tertentu secara terbatas. Kasasi demi kepentingan hukum hanya dapat diajukan oleh jaksa agung, sedangkan peninjauan kembali hanya dapat diajukan oleh terpidana. Berikut ini penjelasan dan/atau sebagian ketentuan mengenai kasasi demi kepentingan hukum dan peninjauan kembali.
·          Demi kepentingan hukum, terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan (selain dari Mahkamah Agung) dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh jaksa agung. Permohonan kasasi demi kepentingan hukum disampaikan secara tertulis oleh jaksa agung kepada Mahkamah Agung.
·          Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar hal-hal berikut:
(1)        jika terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat bahwa jika keadaan itu sudah diketahui saat sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
(2)        jika dalam berbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti tersebut ternyata bertentangan satu dengan yang lain;
(3)        Jika putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
·       Permohonan peninjauan kembali tidak dibatasi dengan suatu jangka waktu tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar