Sumber: d1u4oo4rb13yy8.cloudfront.net |
Keberadaan peraturan hukum (instrumen)
hak asasi manusia internasional dipandang penting sebagai bagian dari upaya
perlindungan dan penegakan hak asasi manusia di tingkat internasional. Akan
tetapi, peraturan hukum saja dianggap belum cukup memadai untuk mencegah dan
menanggulangi terjadinya pelanggaran hak asasi manusia, khususnya pelanggaran
berat. Peraturan hukum internasional hak asasi manusia masih memerlukan
hadirnya perangkat lain sebagai pendukung, yakni lembaga pengadilan hak asasi
manusia internasional.
Lembaga
pengadilan hak asasi manusia internasional dibentuk untuk melakukan peradilan
terhadap kasus-kasus pelanggaran berat hak asasi manusia yang terjadi di
tingkat internasional. Pengadilan hak asasi manusia internasional memiliki
tugas dan wewenang mengadili para pelaku pelanggaran berat hak asasi manusia
yang tidak atau luput diadili di pengadilan nasional negaranya. Pengadilan hak
asasi manusia internasional dibentuk dalam dua format, yakni pengadilan ad
hoc dan pengadilan permanen.
·
Pengadilan Hak Asasi Manusia Internasional Ad Hoc
Pengadilan hak
asasi manusia internasional ad hoc
dibentuk melalui dua cara, yakni, pertama,
dibentuk melalui perjanjian atau kesepakatan internasional dan, kedua,
dibentuk melalui resolusi Dewan Keamanan PBB (DK PBB). Pembentukan pengadilan
hak asasi manusia internasional ad
hoc melalui perjanjian internasional,
misalnya, dilakukan pada masa seusai Perang Dunia II. Pada saat itu dibentuk
badan peradilan dengan nama International
Military Tribunal (IMT). Badan peradilan ini berkedudukan di dua kota,
yaitu Tokyo (Jepang) dan Nuremburg (Jerman), serta bertugas mengadili para
tokoh militer Jepang dan Jerman yang didakwa melakukan kejahatan perang dan
pelanggaran berat hak asasi manusia pada masa-masa menjelang dan selama Perang
Dunia II.
Adapun
pembentukan pengadilan hak asasi manusia internasional ad hoc melalui resolusi Dewan Keamanan PBB pernah
dilakukan untuk mengadili kasus pelanggaran berat hak asasi manusia yang terjadi
di bekas negara Yugoslavia dan Rwanda. Untuk kasus Yugoslavia dibentuk badan
peradilan International Criminal Tribunal for Yugoslavia dan untuk kasus Rwanda dibentuk International
Criminal Tribunal for Rwanda. Pembentukan pengadilan hak asasi manusia internasional
ad hoc melalui resolusi Dewan Keamanan PBB tidak mudah dilakukan. Hal
ini karena untuk keperluan tersebut dibutuhkan tiga persyaratan seperti
berikut.
·
Kejahatan atau kasus pelanggaran berat hak asasi manusia yang akan
diadili terjadi dalam suatu konflik yang berlarut-larut atau berkepanjangan.
·
Kejahatan atau kasus pelanggaran berat hak asasi manusia yang
terjadi dapat mengancam perdamaian internasional atau regional.
·
Pemerintah negara yang menjadi tempat terjadinya kejahatan atau
pelanggaran berat hak asasi manusia tidak berdaya atau tidak sanggup melakukan
proses peradilan yang objektif.
·
Pengadilan Hak Asasi Manusia Internasional Permanen
Pengadilan hak asasi manusia
internasional permanen adalah pengadilan hak asasi manusia yang dibentuk secara
tetap untuk mengadili kasus-kasus pelanggaran berat hak asasi manusia. Badan
peradilan internasional permanen ini dibentuk dengan nama International
Criminal Court (ICC) atau Mahkamah
Internasional (ada yang menyebutnya Mahkamah Pidana Internasional atau Mahkamah
Kejahatan Internasional). Mahkamah ini dibentuk dan disahkan melalui
kesepakatan Statuta Roma pada tanggal 17 Juli 1998.
Mahkamah Internasional beranggotakan
18 orang hakim. Mahkamah ini bermarkas di Hague, Belanda. Tugas dan wewenangnya
adalah mengadili para pelaku pelanggaran berat hak asasi manusia dalam bentuk
kejahatan kemanusiaan (crime against humanity), kejahatan agresi (crime
of aggression), kejahatan perang (crime of war), dan kejahatan
genosida (crime of genocide).
Pelaku pelanggaran berat hak asasi
manusia yang pernah diadili melalui Mahkamah Internasional, antara lain,
Slobodan Milosevic (mantan perdana menteri Yugoslavia) dan Radovan Karadzic
(mantan presiden Serbia). Kedua orang ini didakwa telah melakukan pelanggaran
berat hak asasi manusia dalam bentuk genosida atau pemusnahan etnik (ethnic
cleansing) terhadap kaum muslim Bosnia-Herzegovina. Akibat kebijakan dan
perbuatan kedua orang ini –– ditambah sepak terjang Ratko Mladic (panglima
angkatan bersenjata Serbia) –– ribuan masyarakat muslim Bosnia-Herzegovina
meninggal dunia atau hilang tak diketahui nasibnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar