Oleh Akhmad Zamroni
Sumber: www.awaaznation.com |
Implementasi demokrasi di Indonesia berkembang
dan berubah dari waktu ke waktu sejalan dengan perkembangan zaman dan kehidupan
masyarakatnya. Setelah Indonesia merdeka dan secara resmi terbentuk menjadi negara, demokrasi mengalami
transformasi. Demokrasi yang sebelumnya menjadi sistem kehidupan yang cenderung
nonformal (tidak resmi) di kalangan masyarakat pedesaan, selanjutnya menjadi
sistem yang digunakan secara resmi dalam kehidupan politik dan ketatanegaraan.
Ditetapkan dan disahkannya Undang-Undang Dasar Negarqa Reuplik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) oleh PPKI
(Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) sehari setelah diproklamasikannya kemerdekaan oleh Soekarno-Hatta menjadi tonggak paling jelas dan konkret perihal dianutnya sistem demokrasi secara resmi dan de jure dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara di Indonesia. UUD 1945 menjadi penanda paling formal dan konkret
mengenai dianutnya sistem demokrasi oleh negara Indonesia. Pernyataan UUD 1945 Pasal 1 bahwa
kedaulatan berada di tangan rakyat dengan jelas menjadi klaim dan indikasi bahwa negara Indonesia adalah negara
demokrasi.
Setelah kurang lebih selama lima tahun mengalami perang dan revolusi mempertahankan
kemerdekaan serta dikacaukan oleh bentuk negara federasi (Republik Indonesia
Serikat –– RIS), sejak tahun 1950 bangsa Indonesia memasuki era yang disebut
demokrasi liberal –– sebagian ahli dan pengamat menyebutnya
demokrasi parlementer. Penolakan kuat terhadap bentuk negara federasi (serikat) menyebabkan dicabutnya Konstitusi RIS 1949 dan digantikan dengan
Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950). Dengan landasan UUDS 1950,
Indonesia menganut sistem demokrasi liberal, sebuah model demokrasi
yang sebelumnya sudah dipraktikkan di negara-negara Barat.
Karakteristik menonjol dari sistem demokrasi liberal yang saat itu dipraktikkan, antara lain, berlakunya sistem parlementer,
adanya oposisi, marak dan terlibatnya banyak partai politik
(multipartai), serta tumbuh suburnya politik aliran. Dalam situasi dan kondisi kehidupan yang sulit
setelah lepas dari penjajahan panjang, para pemimpin bangsa dan negara
Indonesia menjalankan demokrasi dengan gairah yang
tinggi. Demokrasi dipraktikkan dengan semangat kebebasan dan persamaan yang
meluap-luap.
Masalah kebebasan dan kesederajatan kiranya
menjadi obsesi besar para tokoh dan masyarakat Indonesia akibat, sebelumnya, dalam waktu sangat lama hidup di bawah penjajahan bangsa asing. Masa
kemerdekaan dirasakan oleh berbagai komponen bangsa Indonesia sebagai peluang
besar untuk mengekspresikan semangat persamaan dan kebebasan. Selama ratusan tahun sebelumnya bangsa Indonesia praktis tidak mendapatkan persamaan dan
kebebasan sebagaimana mestinya akibat hidup dalam penjajahan.
Diproklamasikannya kemerdekaan di sisi satu serta dianutnya demokrasi sebagai
sistem ketatanegaraan di sisi lain menyebabkan bangsa Indonesia dapat menikmati
kembali prinsip-prinsip persamaan (kesederajatan) dan
kebebasan.
Implementasi demokrasi di Indonesia pun kemudian
berlangsung penuh dengan gairah dan ingar-bingar. Demokrasi dijalankan masyarakat dan bangsa Indonesia, khususnya kalangan tokoh,
pemimpin, dan politisi, dengan penuh euforia. Banyak kalangan seperti mabuk demokrasi.
Sebagai prinsip atau asas demokrasi, persamaan dan kebebasan dijunjung dan
ditempatkan pada posisi yang tinggi.
Namun, tampaknya, Indonesia
belum sepenuhnya siap untuk melakukan implementasi (pelaksanaan) demokrasi, khususnya demokrasi liberal, dalam sistem ketatanegaraan. Pada saat itu, Indonesia masih memiliki banyak kelemahan mendasar untuk
melaksanakan sistem demokrasi dalam berpolitik dan bernegara.
Sebagai negara baru, Indonesia belum berpengalaman menjalankan demokrasi dalam
sistem ketatanegaraan, sedangkan infrastruktur yang tersedia juga jauh masih dari memadai untuk dikatakan memenuhi syarat kesiapan dan kemantapan.
Itulah sebabnya, meskipun kehidupan ketatanegaraan saat itu
terlihat demokratis, tetap saja terjadi gejolak yang membuat kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kacau. Berlakunya demokrasi liberal menyebabkan keadaan negara
menjadi tidak stabil serta kabinet mengalami jatuh bangun akibat rongrongan
oposisi yang (dapat) melakukan berbagai
manuver dengan terlalu bebas
(liberal). Para tokoh, pemimpin, dan masyarakat pun terbelah dan terkelompok-kelompok ke dalam ideologi dan politik aliran yang banyak
di antaranya saling berkonfrontasi, selain muncul juga ideologi tertentu yang bertentangan
dengan konstitusi (UUD 1945) dan dasar negara (Pancasila).
Sementara sistem demokrasi liberal terus bergulir
sebagai sistem ketatanegaraan, situasi dan kondisi negara terus dilanda kekacauan akibat kemelut terus-menerus yang terjadi
di dalam tubuh Konstituante (lembaga pembentuk undang-undang dasar) serta ketidakmampuan lembaga ini untuk menghasilkan
undang-undang dasar baru sebagai pengganti UUDS
1950. Kegagalan Konstituante menghasilkan undang-undang dasar baru terutama
disebabkan oleh perbedaan tajam pandangan dan kepentingan antarfaksi (akibat perbedaan aliran dan ideologi) yang sangat sulit dikompromikan. Terbentuknya Konstituante
sebenarnya dapat dikatakan merupakan prestasi yang cemerlang karena dilahirkan
dari pemilihan umum tahun 1955 yang berlangsung bebas dan demokratis. Namun,
akibat polarisasi ideologi dan aliran serta terlalu bersemangat dan
meluap-luapnya penggunaan kebebasan, Konstituante akhirnya justru menjadi
sumber kekacauan dan ketidakstabilan.
Kekacauan dan
ketidakstabilan yang tak kunjung dapat diatasi kemudian memicu lahirnya Dekret 5 Juli 1959 yang dikeluarkan oleh
Presiden Soekarno. Isi dekret ini adalah pembubaran Konstituante, pemberlakuan
kembali UUD 1945 (untuk menggantikan UUDS 1950), serta pembentukan MPRS (Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara) dan DPAS (Dewan Pertimbangan Agung
Sementara). Dalam perkembangan selanjutnya, Dekret 5 Juli 1959 menjadi penanda
berakhirnya demokrasi liberal dalam sistem ketatanegaraan atau sistem politik
di Indonesia. Praktis setelah dekret itu
berlaku, model demokrasi yang kemudian dijalankan oleh pemerintah (Presiden
Soekarno) adalah demokrasi terpimpin, sebuah jenis demokrasi yang secara
sepihak diciptakan dan dijalankan oleh sang presiden.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar