Oleh Akhmad Zamroni
Suatu
negara layak disebut sebagi negara demokrasi jika memiliki dan mempraktikkan
nilai-nilai demokrasi. Negara yang memiliki nilai demokrasi adalah negara atau
masyarakat yang memiliki sikap, perilaku, kebiasaan, dan budaya demokrasi.
Sikap, perilaku, kebiasaan, dan budaya demokrasi, antara lain, terlihat dari
hal-hal berikut ini:
·
kesediaan
untuk mengutamakan kepentingan dan ketertiban umum;
·
kesadaran
untuk menerapkan kebebasan, keadilan, dan persamaan;
·
kesediaan
untuk menyerahkan jabatan atau kekuasaan kepada pihak lain;
·
kesediaan
untuk diawasi, dikritik, dan dikoreksi;
·
adanya
pengakuan terhadap persamaan hak dan kewajiban;
·
adanya
keikutsertaan dalam membuat keputusan dan kebijakan bersama;
·
adanya
persaingan yang dilakukan secara sehat, bebas, jujur, dan adil;
·
toleran
terhadap perbedaan dan kemajemukan;
·
kesediaan
untuk melakukan kerja sama dengan pihak lain;
·
kesadaran
akan pentingnya hukum dan ketaatan terhadapnya; serta
·
kesadaran
dan kesediaan untuk melaksanakan pemilihan umum.
Menurut para
pakar politik, demokrasi yang ideal adalah tatanan yang memiliki atau
mengandung nilai-nilai tertentu. Sebuah tatanan yang demokratis memiliki
standar nilai. Menurut Henry B. Mayo, demokrasi yang ideal adalah yang memiliki
nilai-nilai sebagai berikut:
·
mengatasi perselisihan secara damai dan melembaga,
·
menjamin
setiap proses perubahan dalam kehidupan masyarakat secara damai melalui
kebijakan-kebijakan yang terkendali,
·
mengadakan
pergantian pemimpin secara teratur dan damai,
·
menekan sekecil-kecilnya penggunaan kekerasan,
·
mengakui
dan menghormati perbedaan dan kemajemukan dalam masyarakat,
serta
·
menjamin
tegaknya keadilan.
Apabila keenam nilai itu dapat
terwujud dan dijalankan dengan benar dalam kehidupan masyarakat atau negara,
demokrasi yang ideal kemungkinan dapat terealisasi. Akan tetapi, dianutnya
keenam nilai itu juga banyak ditentukan oleh sejarah dan budaya politik setiap masyarakat
dan negara. Berikut ini penjabaran lebih detail atas keenam nilai tersebut.
1. Mengatasi Perselisihan secara Damai dan Melembaga
Perselisihan merupakan hal yang wajar dalam
demokrasi. Perbedaan dan perselisihan merupakan konsekuensi dari adanya berbagai
kepentingan yang seringkali saling berseberangan. Negara atau masyarakat yang
demokratis harus mampu menyelesaikan setiap perselisihan atau konflik
kepentingan secara damai melalui saluran atau lembaga yang tersedia.
Perselisihan dan konflim harus dapat diakhiri lewat
kompromi, konsensus, atau kemufakatan. Perlu dilakukan perundingan dan dialog
terbuka yang menyertakan seluruh atau sebagian besar pihak yang terlibat.
Perundingan dan dialog melalui saluran atau lembaga yang tersedia dilakukan
dengan lebih mengutamakan bahasa dan cara yang persuasif serta terhindar dari
pemaksaan kehendak dan pemaksaan kepentingan.
2. Menjamin Perubahan dalam
Masyarakat Berlangsung secara Damai melalui Kebijakan yang Terkendali
Kehidupan dan tatanan masyarakat dari waktu ke
waktu akan mengalami perubahan. Perubahan terjadi, antara lain, sebagai akibat
perkembangan zaman dan kemajuan teknologi. Suatu masyarakat atau negara yang
ingin terbebas dari kemandekan dan keterbelakangan serta sebaliknya hendak
meraih kemajuan peradaban tidak dapat menghindarkan diri dari proses perubahan.
Perubahan tidak jarang menimbulkan kerawanan, gejolak,
keguncangan, gegar (keterkejutan), dan sebagainya. Bagaimanapun rawannya
perubahan, dalam tatanan sosial, ekonomi, politik, hukum, dan sebagainya harus
diupayakan tidak terjadi kekacauan (chaos)
dan anarki yang mengancam perdamaian. Pihak-pihak yang memiliki kewenangan
harus mampu mengatasi perubahan dengan kebijakan yang terkendali sehingga
perubahan dalam masyarakat dan negara berlangsung aman serta tidak menimbulkan
konflik yang destruktif dan memecah belah.
3. Mengadakan Pergantian Pemimpin secara
Teratur dan Damai
Dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara diperlukan pemimpin. Dalam sistem demokrasi, kepemimpinan tidak dilakukan secara
otoriter, dictator, atau absolut. Pemimpin tidak diangkat berdasarkan keturunan atau dipilih/diangkat secara sepihak oleh sekelompok orang menurut kepentingan tertentu, tetapi diseleksi dan dipilih melalui pemilihan umum
(pemilu).
Jabatan pemimpin juga tidak dipegang secara tanpa batas. Berdasarkan mekanisme demokrasi, jabatan pemimpin dibatasi
hanya untuk kurun waktu tertentu, umumnya maksimum
dua kali periode, yang setiap periodenya empat atau lima tahun. Karena itulah, dalam
sistem demokrasi pergantian pemimpin dilakukan secara
teratur (periodik); dilakukan setiap empat atau lima tahun sekali. Prosesnya pun dilakukan
melalui pemilihan umum yang bebas, jujur, adil, dan damai.
4. Menekan Sekecil-Kecilnya Penggunaan Kekerasan
Dalam tatanan masyarakat atau negara hampir pasti ada kelompok mayoritas dan minoritas. Umumnya
kelompok mayoritas mengambil bagian terbesar dalam kepemimpinan dan penyaluran
aspirasi. Namun, kelompok minoritas pun diupayakan tidak
mengalami penekanan dan penindasan. Kelompok minoritas tetap dilibatkan dalam
berbagai proses pengambilan keputusan. Cara-cara kekerasan semaksimal mungkin dihindari.
5. Mengakui dan Menghormati
Perbedaan dan Kemajemukan dalam Masyarakat
Di dalam
masyarakat yang beragam, biasanya terdapat kepentingan
yang beraneka ragam. Setiap kelompok masyarakat –– suku, agama, partai politik,
dan sebagainya –– memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Dengan identitas atau
atributnya masing-masing, setiap kelompok berusaha memperjuangkan
kepentingannya masing-masing.
Demokrasi
toleran terhadap kemajemukan dan perbedaan. Dalam demokrasi, perbedaan tidak diberangus
dan dilenyapkan serta penyeragaman tidak akan dilakukan.
Perbedaan justru diwadahi dan dipertahankan karena menjadi ciri khas yang
memperkaya budaya dan kehidupan. Keaneragaman seringkali menjadi sumber
kekuatan dan modal yang sangat berharga dalam meraih kemajuan peradaban.
6. Menjamin Tegaknya Keadilan
Dalam sistem
demokrasi, relatif tidak banyak terjadi pelanggaran keadilan.
Hal ini karena setiap kelompok atau golongan dalam masyarakat biasanya memiliki
wakil di lembaga-lembaga resmi, terutama di lembaga perwakilan dan pemerintahan.
Akan tetapi, pelanggaran
keadilan bukannya tidak ada sama sekali. Pihak-pihak tertentu –– biasanya
golongan minoritas –– seringkali merasa kurang mendapat perlakuan adil karena
sedikitnya wakil mereka di lembaga resmi. Dalam sistem demokrasi, semua golongan
diupayakan untuk mendapat perhatian dan perwakilan. Representasi atau perwakilan
tentu dilakukan berdasarkan populasi dan proporsi. Kelompok yang besar dan mayoritas
lazim mendapat wakil yang banyak, sebaliknya kelompok-kelompok kecil dan
minoritas mendapat wakil yang sedikit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar