Sabtu, 03 November 2018

Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI)

Sumber: http jatengku.com
     LBHI banyak dipuji sebagai lembaga yang memiliki kepedulian dan kemauan tinggi dalam memajukan hak asasi manusia di Indonesia. LBHI tidak secara langsung mengklaim atau menamakan diri sebagai lembaga pembela hak asasi manusia. Namun, secara konkret lembaga ini melakukan berbagai tindakan pembelaan dan perlindungan hukum kepada warga masyarakat yang mengalami masalah hak asasi, terutama saat mereka menjadi korban perlakuan sewenang-wenang dari pihak yang kuat dan berkuasa.
    Cukup menakjubkan, perjuangan LBHI untuk membela kaum lemah dan tertindas dilakukan saat pemerintahan Orde Baru sedang berkuasa dengan tangan besinya. Akibat sikapnya ini, para aktivis LBHI tak jarang mendapat intimidasi, teror, dan ancaman dari aparat pemerintah. Namun, di tengah sikap otoriter pemerintah Orde Baru, LBHI tetap menjalankan tugas pembelaan dan perlindungan hak asasinya dengan konsisten.
    LBHI dinilai memiliki tekad dan keberanian yang besar dalam memperjuangkan nasib orang-orang yang lemah dan tertindas. LBHI juga dianggap berjuang tanpa pamrih karena dalam membela hak-hak masyarakat kalangan bawah yang miskin, mereka bekerja tanpa memungut bayaran. Pada masa pemerintahan Orde Baru yang otoriter, LBHI terkenal bersikap kritis dan vokal terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang bersifat mengekang hak-hak asasi masyarakat.
    Bersama LPHAM pimpinan H.J.C. Princen, LBHI adalah lembaga yang mempelopori gerakan pembelaan hak asasi manusia di Indonesia. Jauh sebelum lembaga-lembaga hak asasi manusia lain berdiri, LPHAM dan LBHI sudah lahir dan melakukan upaya perbaikan dan pemajuan hak asasi masyarakat Indonesia. LBHI memulai upaya perbaikan kondisi hak asasi manusia dengan memberikan pembelaan hukum kepada kalangan masyarakat yang lemah saat terlibat atau berurusan dalam masalah hukum.
    LBHI didirikan pada tanggal 28 Oktober 1970 melalui surat keputusan Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) No. 001/Kep/10/1970. Pada saat berdiri, organisasi ini diberi nama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau Lembaga Pembela Umum (LPU). Pada tahun 1980 status hukumnya ditingkatkan menjadi yayasan sehingga namanya diubah menjadi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Organisasi yang pernah dipimpin praktisi dan pakar hukum terkenal Adnan Buyung Nasution ini dalam keseharian populer dengan sebutan LBHI atau LBH. LBHI memiliki 15 kantor cabang dan tujuh pos yang tersebar dari Aceh hingga Papua.
·         Prinsip dan Konsep LBHI
    Pada awalnya, gagasan pendirian LBHI adalah untuk memberikan bantuan hukum kepada orang-orang yang tidak mampu memperjuangkan hak-haknya. Sasarannya terutama ialah masyarakat miskin yang digusur, dipinggirkan, di-PHK, dan mengalami pelanggaran hak asasi lainnya. Namun, perilaku rezim Orde Baru yang otoriter lambat laun mendorong LBHI tidak hanya menjadi kekuatan pembela hak asasi manusia, melainkan juga menjadi kekuatan dan gerakan prodemokrasi yang vokal dan konfrontatif terhadap rezim penguasa.
    Prinsip-prinsip penegakan demokrasi, hak asasi manusia, dan keadilan yang dipegang LBHI membawanya pada perlawanan terhadap ketidakadilan yang diciptakan pemerintah Orde Baru. Dengan segala risikonya, LBHI memilih untuk berada pada gerakan kaum buruh, petani, mahasiswa, kaum miskin kota, dan semua kekuatan yang memperjuangkan demokrasi. LBHI kemudian mengembangkan konsep bantuan hukum struktural (BHS), yakni suatu konsep yang didasarkan pada upaya-upaya untuk mendorong terwujudnya negara hukum yang menjamin keadilan sosial.
·         Visi LBHI
    Visi LBHI sesungguhnya terletak pada upaya menciptakan masyarakat dan negara hukum yang berkeadilan sosial. Bermula dari upaya pemberian bantuan hukum, gerakan yang dilakukan LBHI juga diarahkan untuk mendorong terwujudnya sistem atau tatanan yang menghormati hak asasi manusia. Bersama dengan komponen masyarakat dan bangsa Indonesia yang lain, LBHI melakukan upaya bagi terwujudnya hal-hal berikut:
·        sistem masyarakat hukum yang terbina di atas tatanan hubungan sosial yang adil dan beradab/berperikemanusiaan secara demokratis;
·        sistem hukum dan administrasi yang mampu menyediakan tata cara (prosedur-prosedur) dan lembaga-lembaga yang memungkinkan setiap pihak dapat memperoleh dan menikmati keadilan hukum;
·        sistem ekonomi, politik, dan budaya yang membuka akses bagi setiap pihak untuk turut menentukan setiap keputusan yang berkenaan dengan kepentingan mereka dan memastikan bahwa keseluruhan sistem itu tetap menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar