Oleh Akhmad Zamroni
Sumber: vineyardmsa.org |
UU No. 8 Tahun 1981 seringkali disebut KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Sebutan KUHAP (ada unsur ‘kitab’) sebenarnya kurang tepat karena UU No. 8 Tahun 1981 tidak berisi himpunan atau kumpulan undang-undang, melainkan hanya ber-isi satu undang-undang, yakni undang-undang tentang hukum acara pidana. Seperti tersurat pada nama yang disandangnya, undang-undang ini mengatur tata cara atau proses peradilan di Indonesia.
Sebelum UU No. 8 Tahun 1981
berlaku, dasar yang digunakan sebagai landasan proses dan sistem peradilan (khususnya
peradilan pidana) di Indonesia adalah Het Herziene
Inlandsch Reglement (Staatsblad Tahun 1941 Nomor 44). Het Herziene
Inlandsch Reglement (HIR) dicabut karena dianggap tidak sesuai lagi dengan
perkembangan dunia hukum Indonesia umumnya dan sistem peradilan khususnya.
Berlakunya UU No. 8 Tahun 1981
dirasakan membawa perubahan baru dalam proses peradilan di negara
kita. Namun, perkembangan terbaru menunjukkan bahwa UU No. 8 Tahun 1981 pun
kini (tahun 2010-an) dipandang perlu mengalami perbaikan akibat terjadinya
perkembangan dan perubahan dalam dunia hukum kita. Dalam dua tahun terakhir
ini, sudah dibahas RUU mengenai perubahan atas UU No. 8 Tahun 1981.
UU No.
8 Tahun 1981 secara garis besar mengatur keseluruhan proses peradilan dalam sistem peradilan di Indonesia, dari penyelidikan,
penyidikan, penangkapan, penahanan, penggeledahan,
penyitaan, pemeriksaan, penuntutan,
pemberian putusan, pelaksanaan putusan pengadilan, sampai
peninjauan kembali. Secara lebih terperinci, UU No. 8 Tahun 1981,
antara lain, mengatur hal-hal berikut.
·
Dalam
Bab I (Ketentuan Umum), di antaranya, dijelaskan pengertian tentang penyidik
dan penyidikan, jaksa dan penuntutan, hakim, praperadilan, putusan pengadilan, upaya hukum, penasihat hukum, tersangka, penyitaan, penggeledahan, penangkapan, penahanan, rehabilitasi, pengaduan, saksi, keterangan ahli, dan terpidana.
·
Dalam
Bab IV (Penyidik dan Penuntut Umum), di
antaranya, diatur wewenang penyelidik, wewenang penyidik, wewenang penyidik pembantu, dan wewenang penuntut umum.
·
Dalam
Bab V (Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan Badan, Pemasukan
Rumah, serta Penyitaan dan Pemeriksaan surat), di antaranya,
diatur penangkapan oleh penyelidik, penangkapan oleh penyidik, perintah penangkapan, pelaksanaan tugas penangkapan, penahanan oleh penyidik, surat
perintah penahanan, jenis penahanan, masa penahanan, perpanjangan penahanan, dan penggeledahan rumah.
·
Dalam
Bab XII (Ganti Kerugian dan Rehabilitasi), di
antaranya, diatur tuntutan ganti kerugian oleh
tersangka, putusan pemberian ganti kerugian, dan
permintaan rehabilitasi.
·
Dalam
Bab XIV (Penyidikan), di antaranya, diatur
tata cara penyelidikan, tata cara penyidikan,
tata cara pemeriksaan, pemberian keterangan
oleh ahli, pembuatan berita acara, dan tata cara penyitaan.