Minggu, 29 Oktober 2017

UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Oleh Akhmad Zamroni

Sumber: klikkabar.com

       Selain UU No. 8 Tahun 1981, UU No. 48 Tahun 2009 merupakan undang-undang yang cukup detail mengatur masalah peradilan. Namun, jika UU No. 8 Tahun 1981 mengatur keseluruhan proses peradilan di Indonesia, UU No. 48 Tahun 2009 secara khusus mengatur aspek kekuasaan hakim dalam sistem peradilan. Di dalam undang-undang ini diatur kedudukan, fungsi, tugas, tanggung jawab, dan kewajiban hakim dalam proses peradilan.
       Dari UU No. 48 Tahun 2009 tampak jelas bahwa dalam sistem peradilan kita hakim memegang kedudukan dan peran yang sentral. Dijelaskan dalam undang-undang ini bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Dari rumusan ini dapat ditarik tiga hal penting, yakni bahwa (1) kekuasaan hakim mewakili kekuasaan negara, (2) hakim memiliki kemerdekaan/kebebasan untuk menjalankan kekuasaannya, dan (3) kekuasaan dan kemerdekaan yang dimiliki hakim dijalankan dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan. Selanjutnya hal-hal lain yang diatur dalam UU No. 48 Tahun 2009, di antaranya, sebagai berikut.
·          Dalam Bab I (Ketentuan Umum), dijelaskan definisi tentang kekuasaan kehakiman, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, hakim, hakim agung, hakim konstitusi, pengadilan khusus, dan hakim ad hoc.
·          Dalam Bab II (Asas Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman), antara lain, diatur mengenai prinsip penyelenggaraan peradilan, masalah peradilan negara, independensi atau kemandirian peradilan, larangan untuk melakukan campur tangan terhadap proses peradilan, sanksi pidana bagi pihak yang melakukan campur tangan terhadap proses peradilan, kriteria orang yang dapat dijadikan terdakwa dan terpidana, serta keharusan sidang peradilan untuk dilakukan secara terbuka bagi umum.
·          Dalam Bab III (Pelaku Kekuasaan Kehakiman), antara lain, diatur tentang para pemegang/pelaku kekuasaan kehakiman, peradilan-peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, wewenang Mahkamah Agung, organisasi dan administrasi Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya, pembentukan pengadilan khusus, wewenang Mahkamah Konstitusi, serta organisasi dan dan administrasi Mahkamah Konstitusi.
·          Dalam Bab IV (Pengangkatan dan Pemberhentian Hakim dan Hakim Konstitusi), antara lain, diatur peranan Komisi Yudisial dalam pengangkatan hakim agung, syarat dan tata cara pengangkatan hakim agung, pengangkatan hakim ad hoc dalam pengadilan khusus, syarat pengangkatan hakim konstitusi, serta pemberhentian hakim dan hakim konstitusi.
·          Dalam Bab VI (Pengawasan Hakim dan Hakim Konstitusi), antara lain, diatur ihwal pengawasan tertinggi atas penyelenggaraan peradilan; pengawasan internal atas tingkah laku hakim; pengawasan eksternal untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim; serta pengawasan terhadap hakim konstitusi.
·          Dalam Bab IX (Putusan Pengadilan), antara lain, diatur ihwal alasan dan dasar dikeluarkannya putusan pengadilan; penetapan, ikhtisar rapat permusyawaratan, dan berita acara pemeriksaan; akses masyarakat untuk memperoleh informasi yang terkait dengan putusan; serta pertanggungjawaban hakim atas penetapan dan putusan yang dibuatnya. 
·          Dalam Bab XI (Bantuan Hukum), antara lain, diatur mengenai hak setiap orang yang tersangkut perkara untuk mendapatkan bantuan hukum dan pembentukan pos bantuan hukum bagi pencari keadilan. 

·          Dalam Bab XII (Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan), antara lain, diatur tentang upaya penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan; penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan melalui arbitrase; serta penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan cara konsultasi, nego-siasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar