Minggu, 29 Oktober 2017

UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Oleh Akhmad Zamroni

Sumber: vineyardmsa.org

       UU No. 8 Tahun 1981 seringkali disebut
KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Sebutan KUHAP (ada unsur ‘kitab’) sebenarnya kurang tepat karena UU No. 8 Tahun 1981 tidak berisi himpunan atau kumpulan undang-undang, melainkan hanya ber-isi satu undang-undang, yakni undang-undang tentang hukum acara pidana. Seperti tersurat pada nama yang disandangnya, undang-undang ini mengatur tata cara atau proses peradilan di Indonesia.
       Sebelum UU No. 8 Tahun 1981 berlaku, dasar yang digunakan sebagai landasan proses dan sistem peradilan (khususnya peradilan pidana) di Indonesia adalah Het Herziene Inlandsch Reglement (Staatsblad Tahun 1941 Nomor 44). Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR) dicabut karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan dunia hukum Indonesia umumnya dan sistem peradilan khususnya. Berlakunya UU No. 8 Tahun 1981 dirasakan membawa perubahan baru dalam proses peradilan di negara kita. Namun, perkembangan terbaru menunjukkan bahwa UU No. 8 Tahun 1981 pun kini (tahun 2010-an) dipandang perlu mengalami perbaikan akibat terjadinya perkembangan dan perubahan dalam dunia hukum kita. Dalam dua tahun terakhir ini, sudah dibahas RUU mengenai perubahan atas UU No. 8 Tahun 1981.
       UU No. 8 Tahun 1981 secara garis besar mengatur keseluruhan proses peradilan dalam sistem peradilan di Indonesia, dari penyelidikan, penyidikan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan, penuntutan, pemberian putusan, pelaksanaan putusan pengadilan, sampai peninjauan kembali. Secara lebih terperinci, UU No. 8 Tahun 1981, antara lain, mengatur hal-hal berikut.
·          Dalam Bab I (Ketentuan Umum), di antaranya, dijelaskan pengertian tentang penyidik dan penyidikan, jaksa dan penuntutan, hakim, praperadilan, putusan pengadilan, upaya hukum, penasihat hukum, tersangka, penyitaan, penggeledahan, penangkapan, penahanan, rehabilitasi, pengaduan, saksi, keterangan ahli, dan terpidana.
·          Dalam Bab IV (Penyidik dan Penuntut Umum), di antaranya, diatur wewenang penyelidik, wewenang penyidik, wewenang penyidik pembantu, dan wewenang penuntut umum.
·          Dalam Bab V (Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan Badan, Pemasukan Rumah, serta Penyitaan dan Pemeriksaan surat), di antaranya, diatur penangkapan oleh penyelidik, penangkapan oleh penyidik, perintah penangkapan, pelaksanaan tugas penangkapan, penahanan oleh penyidik, surat perintah penahanan, jenis penahanan, masa penahanan, perpanjangan penahanan, dan penggeledahan rumah.
·          Dalam Bab XII (Ganti Kerugian dan Rehabilitasi), di antaranya, diatur tuntutan ganti kerugian oleh tersangka, putusan pemberian ganti kerugian, dan permintaan rehabilitasi.

·          Dalam Bab XIV (Penyidikan), di antaranya, diatur tata cara penyelidikan, tata cara penyidikan, tata cara pemeriksaan, pemberian keterangan oleh ahli, pembuatan berita acara, dan tata cara penyitaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar