Oleh Akhmad Zamroni
Sumber: seniorkampus.blogspot.com |
Bersamaan
dengan mulai maraknya blog (web log) di
internet pada awal tahun 2000-an, berbagai jenis tulisan (artikel, esai,
cerpen, puisi, dan sebagainya) muncul dan bertebaran seperti jamur pada musim
hujan di dunia maya. Sebagai aplikasi web, blog menjadi wadah utuk
mengekspresikan gagasan, perasaan, pengalaman, dan sebagainya dengan berbagai
macam bentuk (genre) tulisan yang hampir tak terbatas. Hingga saat ini, sudah
jutaan tulisan dari seluruh pelosok Indonesia di-upload (diunggah) melalui
blog.
Menjamurnya
tulisan dalam berbagai bentuk atau genre di blog secara umum dapat dikatakan
sebagai gejala yang positif dan menggembirakan. Hal ini mengindikasikan makin
terjaminnya kebebasan berekspresi serta kian mekar dan berkembangnya budaya
menulis (dan juga membaca) di Indonesia. Kuatnya budaya menulis dan membaca
menjadi salah satu indikasi makin canggih dan majunya peradaban suatu bangsa.
Namun, sayang sekali, bersamaan dengan kian bertebarannya berbagai
jenis tulisan di blog, makin marak juga aktivitas pengutipan (pengambilan)
tulisan karya orang (bloger/narablog)
lain tanpa mengindahkan etika dan aturan pengutipan. Sangat banyak tulisan,
terutama jenis artikel, di berbagai blog merupakan hasil copy-paste bulat-bulat atau mentah-mentah dari blog lain tanpa modifikasi
dan tanpa disertai pencantuman sumber pengutipan sama sekali.
Akibatnya, dijumpai banyak sekali duplikasi atau tulisan kembar di
banyak blog. Duplikasi atau kesamaan terjadi secara penuh dan utuh (seratus
persen) dari segi judul, paragraf, kalimat, hingga penggunaan tanda baca.
Duplikasi ini umumnya juga tanpa disertai dengan pencantuman sumber tulisan dan
permintaan izin kepada penulis aslinya.
Tak pelak lagi, apa yang terjadi itu merupakan penjiplakan
(plagiarisme). Dari segi apa pun --- terutama segi agama, etika, dan hukum
--- penjiplakan merupakan perilaku yang tercela dan termasuk katagori
pelanggaran yang dapat dikenai sanksi. Penjiplakan merupakan tindak pencurian
yang bertentangan dengan norma agama dan norma hukum.
Sebagai penulis dan pemilik beberapa blog, saya (penulis) merupakan
salah satu korban dari penjiplakan (plagiarisme) yang dilakukan oleh seorang bloger. Lebih dari 40 artikel saya di
salah satu blog milik saya dijiplak mentah-mentah oleh sang bloger. Pelaku yang
sama sekali tidak mencantumkan jatidirinya di halaman blog miliknya itu sudah
saya tegur dan peringatkan melalui e-mail,
tetapi hingga artikel ini saya tulis dan unggah, ia sama sekali belum
memberikan jawaban dan tetap meng-upload
artikel-artikel jiplakan milik saya di blognya.
Penjiplakan merupakan tindak kejahatan yang sudah saatnya
dihentikan. Para pelaku penjiplakan harus segera mengakhiri perbuatan
tercelanya. Para plagiat harus tahu dan perlu diingatkan bahwa ada instrumen
(aturan) hukum sah yang melarang tindak penjipkalan. Penjiplakan yang mereka lakukan,
jika terbukti dalam proses pengadilan, dapat dikenai hukuman kurungan (penjara)
atau denda.
Undang-undang terbaru tentang hak cipta, yakni Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 (UU No. 28/2014) menyatakan bahwa karya
tulis yang diterbitkan tergolong sebagai Ciptaan yang dilindungi. UU No. 28/2014 Pasal 40 Ayat (1) huruf a lebih
terperinci menjelaskan sebagai berikut.
Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan
dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas buku, pamflet,
perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya.
Klausul atau pernyataan “semua hasil karya tulis lainnya” mengandung pengertian bahwa seluruh bentuk
tulisan --- artikel, esai, makalah, cerita pendek, puisi, pantun, dan sebagainya
--- yang dimuat di blog
termasuk di dalamnya. Sebagaimana tulisan-tulisan lain yang dipublikasikan
(disiarkan) melalui berbagai media (buku, surat kabar, majalah, tabloid,
jurnal, dan sebagainya), tulisan yang diunggah melalui blog pun termasuk dalam klasifikasi ciptaan (karya tulis)
yang dilindungi undang-undang.
Sebagai ciptaan yang dilindungi oleh undang-undang, tulisan di
blog tidak boleh dipublikasikan atau disiarkan oleh pihak lain (pihak yang
bukan pemilik/pemegang hak cipta) secara sembarangan. Artinya, Tulisan yang
terbit melalui blog tidak dapat diambil alih begitu saja oleh pihak lain tanpa
melalui izin, kesepakatan, perjanjian, dan sebagainya. Pengambilalihan atau pemublikasian (atas suatu Ciptaan) yang
dilakukan tanpa hak akan dikenai pidana tertentu. Ketentuan mengenai hal
ini diatur dalam Pasal
113 UU No. 28/2014.
Selain mengatur ketentuan seputar permasalahan
hak cipta berikut sanksi pidananya, UU No. 28/2014 juga memberikan penjelasan mengenai pengertian
beberapa hal yang terkait dengan masalah hak cipta. Substansi undang-undang
tentang hak cipta ini penting untuk diketahui oleh semua kalangan yang aktif
dalam dunia penciptaan karya, termasuk penulis dan bloger yang biasa
menghasilkan produk ciptaan dalam bentuk tulisan (artikel, esai, puisi, cerita
pendek, dan sebagainya). Sebagai reference
sample, berikut ini saya kutipkan beberapa ketentuan penting yang diatur
dalam UU No. 28/2014.
Pasal 1
1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang
timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan
diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang
yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang
bersifat khas dan pribadi.
3. Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di
bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi,
kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang
diekspresikan dalam bentuk nyata.
4. Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai
pemilik Hak Cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari Pencipta,
atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut
secara sah.
5. Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan
Hak Cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, producer
fonogram, atau lembaga Penyiaran.
Pasal 8
Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan.
Pasal 9
(1) Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan:
a. penerbitan Ciptaan;
b. penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;
c. penerjemahan Ciptaan;
d. pengadaptasian, pengaransemenan, atau
pentransformasian Ciptaan;
e. pendistribusian Ciptaan atau salinannya;
f. pertunjukan Ciptaan;
g. Pengumuman Ciptaan;
h. Komunikasi Ciptaan; dan
i. penyewaan Ciptaan.
(2) Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta.
(3) Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara
Komersial Ciptaan.
Pasal 113
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan
pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i
untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta
rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau
tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi
Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f,
dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau
tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi
Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e,
dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang
yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam
bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar
rupiah).
Pasal 114
Setiap Orang yang mengelola tempat perdagangan dalam
segala bentuknya yang dengan sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan
dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di
tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,
dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).