Jumat, 13 April 2018

Ancaman Hukuman Penjara dan Denda untuk Tindak Penjiplakan


Oleh  Akhmad Zamroni

Sumber: seniorkampus.blogspot.com

Bersamaan dengan mulai maraknya blog (web log) di internet pada awal tahun 2000-an, berbagai jenis tulisan (artikel, esai, cerpen, puisi, dan sebagainya) muncul dan bertebaran seperti jamur pada musim hujan di dunia maya. Sebagai aplikasi web, blog menjadi wadah utuk mengekspresikan gagasan, perasaan, pengalaman, dan sebagainya dengan berbagai macam bentuk (genre) tulisan yang hampir tak terbatas. Hingga saat ini, sudah jutaan tulisan dari seluruh pelosok Indonesia di-upload (diunggah) melalui blog.
Menjamurnya tulisan dalam berbagai bentuk atau genre di blog secara umum dapat dikatakan sebagai gejala yang positif dan menggembirakan. Hal ini mengindikasikan makin terjaminnya kebebasan berekspresi serta kian mekar dan berkembangnya budaya menulis (dan juga membaca) di Indonesia. Kuatnya budaya menulis dan membaca menjadi salah satu indikasi makin canggih dan majunya  peradaban suatu bangsa.
Namun, sayang sekali, bersamaan dengan kian bertebarannya berbagai jenis tulisan di blog, makin marak juga aktivitas pengutipan (pengambilan) tulisan karya orang (bloger/narablog) lain tanpa mengindahkan etika dan aturan pengutipan. Sangat banyak tulisan, terutama jenis artikel, di berbagai blog merupakan hasil copy-paste bulat-bulat atau mentah-mentah dari blog lain tanpa modifikasi dan tanpa disertai pencantuman sumber pengutipan sama sekali.
Akibatnya, dijumpai banyak sekali duplikasi atau tulisan kembar di banyak blog. Duplikasi atau kesamaan terjadi secara penuh dan utuh (seratus persen) dari segi judul, paragraf, kalimat, hingga penggunaan tanda baca. Duplikasi ini umumnya juga tanpa disertai dengan pencantuman sumber tulisan dan permintaan izin kepada penulis aslinya.
Tak pelak lagi, apa yang terjadi itu merupakan penjiplakan (plagiarisme). Dari segi apa pun ­­­--- terutama segi agama, etika, dan hukum --- penjiplakan merupakan perilaku yang tercela dan termasuk katagori pelanggaran yang dapat dikenai sanksi. Penjiplakan merupakan tindak pencurian yang bertentangan dengan norma agama dan norma hukum.
Sebagai penulis dan pemilik beberapa blog, saya (penulis) merupakan salah satu korban dari penjiplakan (plagiarisme) yang dilakukan oleh seorang bloger. Lebih dari 40 artikel saya di salah satu blog milik saya dijiplak mentah-mentah oleh sang bloger. Pelaku yang sama sekali tidak mencantumkan jatidirinya di halaman blog miliknya itu sudah saya tegur dan peringatkan melalui e-mail, tetapi hingga artikel ini saya tulis dan unggah, ia sama sekali belum memberikan jawaban dan tetap meng-upload artikel-artikel jiplakan milik saya di blognya.
Penjiplakan merupakan tindak kejahatan yang sudah saatnya dihentikan. Para pelaku penjiplakan harus segera mengakhiri perbuatan tercelanya. Para plagiat harus tahu dan perlu diingatkan bahwa ada instrumen (aturan) hukum sah yang melarang tindak penjipkalan. Penjiplakan yang mereka lakukan, jika terbukti dalam proses pengadilan, dapat dikenai hukuman kurungan (penjara) atau denda.
Undang-undang terbaru tentang hak cipta, yakni Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 (UU No. 28/2014) menyatakan bahwa karya tulis yang diterbitkan tergolong sebagai Ciptaan yang dilindungi. UU No. 28/2014 Pasal 40 Ayat (1) huruf a lebih terperinci menjelaskan sebagai berikut.
Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya.
Klausul atau pernyataan “semua hasil karya tulis lainnya mengandung pengertian bahwa seluruh bentuk tulisan --- artikel, esai, makalah, cerita pendek, puisi, pantun, dan sebagainya --- yang dimuat di blog termasuk di dalamnya. Sebagaimana tulisan-tulisan lain yang dipublikasikan (disiarkan) melalui berbagai media (buku, surat kabar, majalah, tabloid, jurnal, dan sebagainya), tulisan yang diunggah melalui blog pun termasuk dalam klasifikasi ciptaan (karya tulis) yang dilindungi undang-undang.
Sebagai ciptaan yang dilindungi oleh undang-undang, tulisan di blog tidak boleh dipublikasikan atau disiarkan oleh pihak lain (pihak yang bukan pemilik/pemegang hak cipta) secara sembarangan. Artinya, Tulisan yang terbit melalui blog tidak dapat diambil alih begitu saja oleh pihak lain tanpa melalui izin, kesepakatan, perjanjian, dan sebagainya. Pengambilalihan atau pemublikasian (atas suatu Ciptaan) yang dilakukan tanpa hak akan dikenai pidana tertentu. Ketentuan mengenai hal ini diatur dalam Pasal 113 UU No. 28/2014.
Selain mengatur ketentuan seputar permasalahan hak cipta berikut sanksi pidananya, UU No. 28/2014 juga memberikan penjelasan mengenai pengertian beberapa hal yang terkait dengan masalah hak cipta. Substansi undang-undang tentang hak cipta ini penting untuk diketahui oleh semua kalangan yang aktif dalam dunia penciptaan karya, termasuk penulis dan bloger yang biasa menghasilkan produk ciptaan dalam bentuk tulisan (artikel, esai, puisi, cerita pendek, dan sebagainya). Sebagai reference sample, berikut ini saya kutipkan beberapa ketentuan penting yang diatur dalam UU No. 28/2014.
Pasal 1
1.    Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.    Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.
3.    Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
4.    Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.
5.    Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, producer fonogram, atau lembaga Penyiaran.
Pasal 8
Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan.
Pasal 9
(1) Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan:
a.   penerbitan Ciptaan;
b.   penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;
c.    penerjemahan Ciptaan;
d.   pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;
e.   pendistribusian Ciptaan atau salinannya;
f.     pertunjukan Ciptaan;
g.   Pengumuman Ciptaan;
h.   Komunikasi Ciptaan; dan
i.     penyewaan Ciptaan.
(2) Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.
(3) Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.
Pasal 113
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Pasal 114
Setiap Orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).