Minggu, 05 November 2017

Perlunya Konsep dan Strategi Induk dalam Merealisasikan Program Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia

Oleh Akhmad Zamroni
Sumber: www.qureta.com

Salah satu visi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang dicanangkan sejak kampanye pemilihan presiden-wakil presiden tahun 2014 hingga sekarang saat mereka memimpin Indonesia adalah menjadikan negara Indonesia sebagai poros maritim dunia.  Pemerintah berupaya mewujudkan visi tersebut dengan mengembangkan lima program unggulan, yakni membangun budaya maritim, sumber daya laut, infrastruktur dan konektivitas antarpulau, diplomasi maritim, dan pertahanan maritim. Pengembangan lima program ini terutama dilakukan melalui instansi yang paling terkait dengan masalah kelautan, yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan di bawah komando Menteri Susi Pudjiastuti.
Membangun dan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia tentu saja merupakan langkah yang relevan dan kontekstual karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya (sekitar dua per tiga) berupa laut. Saat ini Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau besar dan kecil serta dengan jumlah pulau yang sebegitu banyaknya, Indonesia masuk dalam jajaran lima besar negara dengan garis pantai terpanjang di dunia. Secara geografis, Indonesia juga memiliki letak yang sangat strategis karena berada di antara dua benua, yakni Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara dua samudra, yakni Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.
Potensi kelautan Indonesia juga sangat kaya. Laut di negara kita menyimpan kekayaan atau sumber daya alam yang sangat melimpah. Kekayaan atau sumber daya alam yang terdapat di laut atau sekitar laut Indonesia, antara lain, berupa ribuan jenis ikan, minyak bumi, berbagai bahan mineral, rumput laut, terumbu karang, dan keindahan pantai.
Sebagai negara yang berkubang laut dengan potensi yang luar biasa besar, tidak mengherankan jika oleh pemerintah laut dijadikan tumpuan dan gantungan untuk mengantarkan Indonesia sebagai negara yang maju, modern, dan sejahtera. Dengan mengutip moto TNI Angkatan Laut, Jalesveva Jayamahe, “Di Lautan Kita Jaya”, kita berharap bangsa dan negara Indonesia maju, modern, sejahtera, dan jaya melalui pemanfaatan lautnya. Oleh sebab itu, visi untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia merupakan program yang sebenarnya cukup tepat dan beralasan.
Namun, visi dan program tersebut tampaknya belum diimplementasikan secara optimal dan terpadu.  Pelaksanaan Indonesia sebagai poros maritim dunia tak berjalan maksimal karena belum adanya konsep dan strategi induk (cetak biru) yang utuh dan menyeluruh sebagai rujukan. Hal ini menyebabkan terjadinya multiinterpretasi dan pencanangan program sektoral yang tidak terpadu. Instansi-instansi yang terkait membuat interpretasi dan program sendiri-sendiri yang masing-masing tidak saling terkait, bersinergi, dan mengerucut mengarah pada tujuan atau sasaran yang sama.
Pengembangan dan pendayagunaan kelautan Indonesia saat ini memang baru terlihat menonjol pada segi pembangunan infrastruktur dan pengamanan laut dari pencurian. Pelabuhan-pelabuhan laut baru dibangun di berbagai daerah serta patroli pengamanan laut dari pencurian ikan oleh kapal-kapal asing terus ditingkatkan. Beberapa pelabuhan baru telah selesai dibangun dan beroperasi, sementara puluhan kapal asing pencuri ikan di perairan Indonesia berhasil ditangkap dan ditenggelamkan.
Selain belum adanya rancangan konsep dan strategi induk sebagai rujukan semua instansi, optimalisasi kemaritiman melalui dunia pendidikan juga belum dilakukan. Sebagaimana sempat dikeluhkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, kurikulum pendidikan di sekolah-sekolah Indonesia saat ini belum diarahkan dan mendukung program pemerintah menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Di sisi berbeda, jurusan dan program-program studi kelautan di beberapa perguruan tinggi juga kurang mendapat perhatian dan pengembangan serius, sementara berbagai sarana akademik kegiatan kelautan, seperti peralatan laboratorium dan kapat riset, banyak yang tak terurus sehingga menjadi mangkrak dan rusak.

Berdasarkan beberapa kelemahan tersebut, kiranya pemerintah perlu melakukan kajian ulang secara komprehensif terhadap program-program yang dijalankan untuk pembangunan dunia maritim Indonesia. Pertama yang harus dilakukan tentunya adalah membuat konsep dan strategi induk (cetak biru) sebagai rujukan pokok bagi semua program kelautan yang dijalankan oleh semua instansi dan lembaga terkait. Langkah berikutnya adalah pendayagunaan dan optimalisasi potensi kelautan di berbagai daerah serta dunia pendidikan sebagai penyedia tenaga terampil dan ahli yang akan menggerakkan semua program kemaritiman yang dicanangkan oleh pemerintah.