Sabtu, 23 Maret 2019

Rumah Makan Gratis: Mengubah Aditya Prayoga dari Gelandangan Menjadi Dermawan


Oleh Akhmad Zamroni

Aditya Prayoga (transmedia-youtube.com)

Pada zaman modern yang didominasi kapitalisme seperti saat ini, pernahkah Anda memiliki bayangan untuk membuat sebuah usaha yang pelayanannya kepada konsumen dilakukan secara gratis setiap hari? Jika Anda sempat membayangkannya, bagaimana cara mempertahankan usaha yang unik seperti itu? Bagaimana pula cara memperoleh keuntungan dan mendapatkan dana untuk belanja berbagai keperluan guna menjaga produksi barang dan kelangsungan usaha?

Bagi banyak orang, mendirikan usaha yang setiap hari memberikan pelayanan gratis penuh kepada konsumen, mungkin terasa mustahil, tidak masuk akal, dan aneh. Namun, bagi seorang pria muda bernama Aditya Prayoga, hal itu logis, wajar, dan dapat diwujudkan. Bagi kebanyakan orang, apalagi yang sudah terkena virus kapitalisme, jenis usaha gratisan semacam itu akan membuat kolaps dan bangkrut, tetapi bagi Aditya tetap memberikan “keuntungan” serta kepuasan dan kebahagiaan tersendiri.

Aditya mampu membuktikannya dengan membuka rumah makan gratis. Ia mendirikan sebuah warung makan yang ia beri nama “Rumah Makan Gratis” dengan tambahan tagline (semboyan) “Makan dan Minum Gratis Setiap Hari Tanpa Syarat”. Seperti nama dan semboyannya, rumah makan ini benar-benar memberikan pelayanan gratis sepenuhnya (seratus persen) kepada pengunjung. Pengunjung dibebaskan untuk makan dan minum sepuasnya tanpa membayar satu rupiah pun.
·         Limpahan Rezeki dari Invisible Hands
Meskipun setiap hari memberikan pelayanan gratis kepada pengunjung, Aditya mampu mempertahankan usahanya dengan baik. Didirikan sejak tahun 2016, warung makannya tetap eksis dan kian populer dengan kemampuan memberikan pelayanan yang makin meningkat dari waktu ke waktu. Awalnya hanya menyediakan 50 porsi makan-minum gratis setiap hari kepada pengunjung (tahun 2016), setelah berjalan dua tahun lebih kini warung makannya mampu menyediakan 300 porsi makan-minum (2019).

Keadaan itu menunjukkan bahwa usaha yang dirintis Aditya tidak kian surut dan kolaps, melainkan justru makin meningkat dan kuat. Adapun perihal “keuntungan” yang ia peroleh, bukanlah keuntungan uang dan materi sebagaimana yang biasa dibayangkan dan diidam-idamkan umumnya orang yang membuka usaha. Keuntungan yang diperoleh Aditya adalah “keuntungan” sosial, kemanusiaan, dan religius-spiritual, yakni dengan membuka rumah makan gratis, ia telah membantu dan meringankan banyak sekali orang sehingga menyebabkannya merasa puas dan bahagia, dan yang lebih penting lagi dengan cara itu ia mendapatkan pahala yang tak terhitung nilainya dari Allah swt.

Pengunjung Rumah Makan Gratis
(Facebook-https://www.wowkeren.com)

Itulah sebabnya, meski warung makannya memberikan pelayanan gratis setiap hari, ia hampir tidak pernah kesulitan dan apalagi kehabisan modal untuk mempertahankan dan melangsungkan usahanya. “Bisnis”-nya lebih merupakan usaha amal dan bukan dagang mencari untung (laba) sehingga ia mendapatkan banyak limpahan rezeki dari invisible hands (tangan-tangan yang tak terlihat). Invisible hands  itu tidak lain adalah berkah (barokah) dan pertolongan dari Sang Maha Pemberi Rezeki, Allah swt.

Selama dua tahun lebih mengelola rumah makan itu, pria asal Palembang ini relatif tak menemui kesulitan untuk mendapatkan rezeki. Ia membiayai rumah makan gratisnya dengan dana hasil keuntungan dari usaha lain yang ia buka (antara lain, bisnis parfum, sabun, dan speaker  murottal Alquran) yang hingga kini tetap lancar menghasilkan laba. Tidak sedikit pula orang-orang yang bersimpati dengan usaha mulianya mendonasikan dana untuk mendukung usaha warungnya.
·         Dari Gelandangan Menjadi Dermawan
Motivasi utama Aditya mendirikan warung makan gratis sama sekali bukan untuk mencari untung/laba, melainkan membantu orang-orang kalangan bawah yang kesulitan untuk mendapatkan makanan. Ia sangat tersentuh oleh pengalaman spiritual saat dirinya menjadi gelandangan serta bertemu dengan seorang ustad dan beberapa orang lanjut usia yang hidup sebatang kara dan miskin. Kejadian ini menginspirasinya untuk membuka warung makan cuma-cuma.

Ia memutuskan untuk membuka warung makan gratis guna membantu orang-orang miskin dan menderita. Aditya memahami sulitnya orang-orang miskin mendapatkan makanan karena ia sendiri pernah hidup menggelandang tanpa pekerjaan. Saat menggelandang itu ia bertemu dengan seorang ustad di Masjid Istiqlal, Jakarta (tempat yang selama hampir sebulan ia jadikan “penginapan gratis”) dan sang ustad menasihatinya untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran Alquran serta menjadi manusia yang bermanfaat untuk sesama.

Pertemuannya dengan beberapa orang lanjut usia yang hidup fakir ia jadikan titik tolak untuk memulai ikhtiar menjalankan nasihat sang ustad. Ia berusaha mengamalkan ajaran-ajaran Alquran, antara lain, dengan menikah dan membantu kaum miskin dengan mendirikan kedai makan cuma-cuma. Untuk membuka warung makan gratis pertamanya, ia menjual sepeda motor matik satu-satunya untuk modal. Istrinya yang sempat keberatan dapat ia yakinkan untuk mendukung usahanya.

Didirikan pada tahun 2016, warung itu setiap hari dikunjungi orang dari berbagai kalangan. Aditya sama sekali tidak membatasi status dan asal-usul pengunjung warungnya. Orang dari suku, etnik, agama, golongan, kalangan miskin, kalangan kaya, dan kalangan lain apa pun ia persilakan untuk datang serta menyantap makanan dan minuman yang ia sediakan. Pengunjungnya banyak yang berasal dari kalangan tak mampu, tetapi kadang-kadang banyak pula dari kalangan atas yang serba berkecukupan (kaya). Kalangan terakhir ini selain datang untuk bersantap, biasanya juga turut memberikan donasi (sumbangan dana).

Warung makan gratis Aditya terletak di Jalan Raya Ciangsana Nomor 1, Kampung Pabuaran, Desa Ciangsana, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor. Bangunannya sederhana, tetapi luasnya cukup untuk menampung puluhan pengunjung. Selain nasi putih dan minuman, menu lain yang disediakan di antaranya ikan, daging ayam, dan aneka sayur. Hampir setiap hari jenis menu yang dihidangkan diusahakan untuk diganti dan divariasi.

Aditya bersama pengunjung rumah makannya
(https://www.liputanbogor.com)

Usaha amal lain yang dilakukan Aditya adalah setiap hari Jumat ia bersama tim yang dibentuknya membagi-bagikan sembako (sembilan bahan pokok) gratis kepada warga kurang mampu di Desa Ciangsana dan sekitarnya. Ia masih memiliki sejumlah rencana aksi amal lagi untuk beberapa tahun ke depan. Selain berencana dan berharap untuk waktu yang akan datang rumah makan gratisnya mampu menyediakan seribu porsi makan-minum dalam sehari, ia juga berkeinginan membuat kolam renang gratis yang di sekitarnya dilengkapi kantin gratis dan masjid.

Berkat kegiatan-kegiatan amalnya saat ini, Aditya kini dikenal sebagai dermawan. Ia sendiri sebenarnya bukanlah orang kaya; sampai saat ini ia masih tetap hidup sederhana.  Namun, ayah dari seorang putra ini berprinsip bahwa untuk beramal dan membantu kehidupan sesama (terutama kaum duafa/fakir), tidak harus menunggu menjadi kaya lebih dahulu.

Meski secara materi tidak berlimpah, Aditya merasa hidupnya bernilai. Sejak rajin beramal dan terutama membuka rumah makan gratis, rezeki datang dan mengalir dari sumber dan arah yang tidak ia duga-duga. Bisnis lainnya yang murni ia tekuni untuk mendapatkan keuntungan (menjual parfum, sabun, dan speaker  murottal Alquran) berjalan dan mendatangkan rezeki yang lancar serta tubuhnya yang dahulu sering sakit-sakitan kini menjadi lebih bugar dan sehat. Pria berusia 28 tahun ini tak pernah meminta sumbangan, tetapi para donatur seperti berlomba-lomba untuk membantu dan mendukungnya: ada yang meminjaminya tanah selama lima tahun untuk usaha warung gratisnya, ada yang sampai mewakafkan tanah seluas 15 hektare, ada yang memberinya motor dan mobil, ada yang membiayainya pergi umroh, dan sebagainya.

Aditya telah memilih jalan hidupnya sesuai dengan tuntunan Alquran yang isinya telah ia pelajari dan coba amalkan saat mulai merintis usaha rumah makan gratisnya. Sebagai imbalannya, ia pun kini menuai hasil sebagaimana yang dijanjikan Allah melalui Alquran pula. Surah Albaqarah Ayat 261 menyatakan, “Perumpamaan orang yang menyedekahkan (mendermakan) hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang yang menanam) sebutir biji yang menumbuhkan tujuh untai dan di setiap untainya terdapat seratus biji, dan Allah melipatgandakan (balasan/imbalan) kepada orang yang dikehendaki; Allah Mahaluas (anugerah-Nya) lagi Maha Mengetahui.”