Oleh Akhmad Zamroni
Aditya Prayoga (transmedia-youtube.com) |
Pada zaman
modern yang didominasi kapitalisme seperti saat ini, pernahkah Anda memiliki
bayangan untuk membuat sebuah usaha yang pelayanannya kepada konsumen dilakukan
secara gratis setiap hari? Jika Anda sempat membayangkannya, bagaimana cara mempertahankan
usaha yang unik seperti itu? Bagaimana pula cara memperoleh keuntungan dan
mendapatkan dana untuk belanja berbagai keperluan guna menjaga produksi barang dan
kelangsungan usaha?
Bagi banyak
orang, mendirikan usaha yang setiap hari memberikan pelayanan gratis penuh kepada
konsumen, mungkin terasa mustahil, tidak masuk akal, dan aneh. Namun, bagi
seorang pria muda bernama Aditya Prayoga,
hal itu logis, wajar, dan dapat diwujudkan. Bagi kebanyakan orang, apalagi yang
sudah terkena virus kapitalisme, jenis usaha gratisan semacam itu akan membuat
kolaps dan bangkrut, tetapi bagi Aditya tetap memberikan “keuntungan” serta
kepuasan dan kebahagiaan tersendiri.
Aditya
mampu membuktikannya dengan membuka rumah makan gratis. Ia mendirikan sebuah
warung makan yang ia beri nama “Rumah Makan Gratis” dengan tambahan tagline (semboyan) “Makan dan Minum Gratis Setiap Hari
Tanpa Syarat”. Seperti nama dan semboyannya, rumah makan ini benar-benar memberikan
pelayanan gratis sepenuhnya (seratus persen) kepada pengunjung. Pengunjung
dibebaskan untuk makan dan minum sepuasnya tanpa membayar satu rupiah pun.
·
Limpahan
Rezeki dari Invisible Hands
Meskipun
setiap hari memberikan pelayanan gratis kepada pengunjung, Aditya mampu
mempertahankan usahanya dengan baik. Didirikan sejak tahun 2016, warung
makannya tetap eksis dan kian populer dengan kemampuan memberikan pelayanan
yang makin meningkat dari waktu ke waktu. Awalnya hanya menyediakan 50 porsi
makan-minum gratis setiap hari kepada pengunjung (tahun 2016), setelah berjalan
dua tahun lebih kini warung makannya mampu menyediakan 300 porsi makan-minum
(2019).
Keadaan itu
menunjukkan bahwa usaha yang dirintis Aditya tidak kian surut dan kolaps,
melainkan justru makin meningkat dan kuat. Adapun perihal “keuntungan” yang ia
peroleh, bukanlah keuntungan uang dan materi sebagaimana yang biasa dibayangkan
dan diidam-idamkan umumnya orang yang membuka usaha. Keuntungan yang diperoleh
Aditya adalah “keuntungan” sosial, kemanusiaan, dan religius-spiritual, yakni
dengan membuka rumah makan gratis, ia telah membantu dan meringankan banyak
sekali orang sehingga menyebabkannya merasa puas dan bahagia, dan yang lebih
penting lagi dengan cara itu ia mendapatkan pahala yang tak terhitung nilainya
dari Allah swt.
Pengunjung Rumah Makan Gratis (Facebook-https://www.wowkeren.com) |
Itulah
sebabnya, meski warung makannya memberikan pelayanan gratis setiap hari, ia
hampir tidak pernah kesulitan dan apalagi kehabisan modal untuk mempertahankan
dan melangsungkan usahanya. “Bisnis”-nya lebih merupakan usaha amal dan bukan
dagang mencari untung (laba) sehingga ia mendapatkan banyak limpahan rezeki
dari invisible hands (tangan-tangan
yang tak terlihat). Invisible hands itu tidak lain adalah berkah (barokah) dan
pertolongan dari Sang Maha Pemberi Rezeki, Allah swt.
Selama
dua tahun lebih mengelola rumah makan itu, pria asal Palembang ini relatif tak
menemui kesulitan untuk mendapatkan rezeki. Ia membiayai rumah makan gratisnya dengan
dana hasil keuntungan dari usaha lain yang ia buka (antara lain, bisnis parfum,
sabun, dan speaker murottal Alquran) yang hingga kini tetap
lancar menghasilkan laba. Tidak sedikit pula orang-orang yang bersimpati dengan
usaha mulianya mendonasikan dana untuk mendukung usaha warungnya.
·
Dari
Gelandangan Menjadi Dermawan
Motivasi
utama Aditya mendirikan warung makan gratis sama sekali bukan untuk mencari
untung/laba, melainkan membantu orang-orang kalangan bawah yang kesulitan untuk
mendapatkan makanan. Ia sangat tersentuh oleh pengalaman spiritual saat dirinya
menjadi gelandangan serta bertemu dengan seorang ustad dan beberapa orang
lanjut usia yang hidup sebatang kara dan miskin. Kejadian ini menginspirasinya
untuk membuka warung makan cuma-cuma.
Ia memutuskan
untuk membuka warung makan gratis guna membantu orang-orang miskin dan
menderita. Aditya memahami sulitnya orang-orang miskin mendapatkan makanan
karena ia sendiri pernah hidup menggelandang tanpa pekerjaan. Saat
menggelandang itu ia bertemu dengan seorang ustad di Masjid Istiqlal, Jakarta
(tempat yang selama hampir sebulan ia jadikan “penginapan gratis”) dan sang
ustad menasihatinya untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran Alquran serta
menjadi manusia yang bermanfaat untuk sesama.
Pertemuannya
dengan beberapa orang lanjut usia yang hidup fakir ia jadikan titik tolak untuk
memulai ikhtiar menjalankan nasihat sang ustad. Ia berusaha mengamalkan
ajaran-ajaran Alquran, antara lain, dengan menikah dan membantu kaum miskin
dengan mendirikan kedai makan cuma-cuma. Untuk membuka warung makan gratis
pertamanya, ia menjual sepeda motor matik satu-satunya untuk modal. Istrinya
yang sempat keberatan dapat ia yakinkan untuk mendukung usahanya.
Didirikan pada
tahun 2016, warung itu setiap hari dikunjungi orang dari berbagai kalangan.
Aditya sama sekali tidak membatasi status dan asal-usul pengunjung warungnya.
Orang dari suku, etnik, agama, golongan, kalangan miskin, kalangan kaya, dan
kalangan lain apa pun ia persilakan untuk datang serta menyantap makanan dan
minuman yang ia sediakan. Pengunjungnya banyak yang berasal dari kalangan tak
mampu, tetapi kadang-kadang banyak pula dari kalangan atas yang serba berkecukupan
(kaya). Kalangan terakhir ini selain datang untuk bersantap, biasanya juga
turut memberikan donasi (sumbangan dana).
Warung makan
gratis Aditya terletak di Jalan Raya Ciangsana Nomor 1, Kampung Pabuaran, Desa
Ciangsana, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor. Bangunannya sederhana,
tetapi luasnya cukup untuk menampung puluhan pengunjung. Selain nasi putih dan
minuman, menu lain yang disediakan di antaranya ikan, daging ayam, dan aneka
sayur. Hampir setiap hari jenis menu yang dihidangkan diusahakan untuk diganti
dan divariasi.
Aditya bersama pengunjung rumah makannya (https://www.liputanbogor.com) |
Usaha amal
lain yang dilakukan Aditya adalah setiap hari Jumat ia bersama tim yang
dibentuknya membagi-bagikan sembako (sembilan bahan pokok) gratis kepada warga
kurang mampu di Desa Ciangsana dan sekitarnya. Ia masih memiliki sejumlah
rencana aksi amal lagi untuk beberapa tahun ke depan. Selain berencana dan
berharap untuk waktu yang akan datang rumah makan gratisnya mampu menyediakan seribu
porsi makan-minum dalam sehari, ia juga berkeinginan membuat kolam renang
gratis yang di sekitarnya dilengkapi kantin gratis dan masjid.
Berkat
kegiatan-kegiatan amalnya saat ini, Aditya kini dikenal sebagai dermawan. Ia
sendiri sebenarnya bukanlah orang kaya; sampai saat ini ia masih tetap hidup
sederhana. Namun, ayah dari seorang
putra ini berprinsip bahwa untuk beramal dan membantu kehidupan sesama
(terutama kaum duafa/fakir), tidak harus menunggu menjadi kaya lebih dahulu.
Meski secara materi tidak berlimpah, Aditya merasa hidupnya bernilai. Sejak rajin
beramal dan terutama membuka rumah makan gratis, rezeki datang dan mengalir
dari sumber dan arah yang tidak ia duga-duga. Bisnis lainnya yang murni ia
tekuni untuk mendapatkan keuntungan (menjual parfum, sabun, dan speaker
murottal Alquran) berjalan dan
mendatangkan rezeki yang lancar serta tubuhnya yang dahulu sering sakit-sakitan
kini menjadi lebih bugar dan sehat. Pria berusia 28 tahun ini tak pernah
meminta sumbangan, tetapi para donatur seperti berlomba-lomba untuk membantu
dan mendukungnya: ada yang meminjaminya tanah selama lima tahun untuk usaha
warung gratisnya, ada yang sampai mewakafkan tanah seluas 15 hektare, ada yang
memberinya motor dan mobil, ada yang membiayainya pergi umroh, dan sebagainya.
Aditya telah memilih jalan hidupnya sesuai dengan tuntunan
Alquran yang isinya telah ia pelajari dan coba amalkan saat mulai merintis
usaha rumah makan gratisnya. Sebagai imbalannya, ia pun kini menuai hasil
sebagaimana yang dijanjikan Allah melalui Alquran pula. Surah Albaqarah Ayat
261 menyatakan, “Perumpamaan orang yang
menyedekahkan (mendermakan) hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang yang
menanam) sebutir biji yang menumbuhkan tujuh untai dan di setiap untainya terdapat
seratus biji, dan Allah melipatgandakan (balasan/imbalan) kepada orang yang
dikehendaki; Allah Mahaluas (anugerah-Nya) lagi Maha Mengetahui.”