Rabu, 24 April 2019

Sikap Positif terhadap Implementasi Demokrasi


Oleh  Akhmad Zamroni

Demokrasi (Sumber: sp.depositphotos.com)

     Kini kita mengetahui keunggulan-keunggulan demokrasi sebagai suatu sistem dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kita paham bahwa dengan segala kelebihannya, demokrasi penting untuk diterapkan dan dilaksanakan dalam semua aspek kehidupan kita. Dengan menerapkan dan melaksanakan demokrasi, kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kita diharapkan dari waktu ke waktu akan bertambah adil, maju, beradab, bermartabat, dan sejahtera.
     Harapan tersebut bukanlah hal yang kosong belaka. Selama diterapkan dan dilaksanakan dengan benar, konsisten, dan konsekuen, demokrasi akan dapat mengantarkan kita pada iklim kehidupan yang kita harapkan, seperti terjamin dan terlindunginya hak asasi manusia, terciptanya pemerintahan yang bersih dari KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) dan tidak otoriter, terwujudnya ketertiban dan keamanan, tersalurkannya aspirasi dan kepentingan rakyat, serta terealisasinya pembangunan yang adil dan merata. Hal ini telah terbukti di banyak negara. Di negara-negara maju, kesejahteraan, kemodernan, dan keunggulan yang mereka peroleh banyak ditentukan oleh implementasi (penerapan dan pelaksanaan) demokrasi.
     Bangsa dan negara kita sendiri sejak awal sudah menetapkan diri sebagai bangsa dan negara demokrasi. Hal ini terutama dapat kita simak dalam konstitusi UUD 1945. UUD 1945 Pasal 1 Ayat (2) secara jelas dan tegas menetapkan bahwa kedaulatan negara Indonesia berada di tangan rakyat, yang berarti tidak lain negara kita menganut sistem demokrasi. Sebagai bangsa dan negara demokrasi, kita belum menikmati hasil-hasil pelaksanaan demokrasi dengan maksimal. Penyebab utamanya adalah selama berpuluh-puluh tahun sejak merdeka demokrasi diselewengkan oleh pemerintahan Orde Lama dan Orde Baru. Setelah memasuki era reformasi pada tahun 1998, kita baru dapat menikmati kembali demokrasi. Sejak itu, demokrasi kembali dicoba diimplementasikan dengan sungguh-sungguh.
     Hasil-hasil pelaksanaan demokrasi sudah mulai dapat kita lihat dan rasakan. Pemilihan umum sudah dilakukan dengan bebas dan adil,  pemerintah tidak lagi berlaku otoriter, hak asasi warga negara makin dijamin dan dihargai, serta aspirasi dan kepentingan masyarakat kian mendapat perhatian serius. Akan tetapi, di sela-sela hasil menggembirakan itu ekses-ekses negatif juga masih terjadi, seperti kerusuhan dan kekacauan sosial, pertentangan dan pertikaian antarkelompok, korupsi dan kolusi, penyalahgunaan hukum, serta penggunaan kebebasan yang melampaui batas.
     Masih munculnya beberapa ekses negatif mungkin dapat dimaklumi karena pelaksanaan demokrasi di negara kita sesudah memasuki era reformasi dapat dikatakan baru dalam tahap awal pembelajaran. Apalagi, sebelumnya, selama puluhan tahun di bawah pemerintahan Orde Baru yang otoriter, rakyat hidup dalam tekanan yang berat. Namun, ekses itu pada masa yang akan datang dapat dikurangi dan dihilangkan jika bangsa kita serius memulai usaha meneruskan agenda pelaksanaan demokrasi.
·        Sikap dan Perilaku yang Mencerminkan Nilai-Nilai Demokrasi
     Dengan usaha yang serius, konsisten, dan konsekuen, pelaksanaan demokrasi niscaya akan memberikan kemajuan-kemajuan yang lebih baik lagi pada masa-masa mendatang, sementara ekses-ekses negatifnya akan makin dapat dihindarkan. Oleh sebab itu, upaya pelaksanaan demokrasi yang sudah dirintis harus kita lanjutkan. Untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan demokrasi, dibutuhkan partisipasi dari semua unsur bangsa Indonesia. Lembaga-lembaga demokrasi, seperti pemerintah, MPR, DPR, MA, MK, partai politik, dan media massa, harus menjadi pelopor pelaksanaan demokrasi. Adapun masyarakat luas juga harus memberikan dukungan yang sungguh-sungguh.
     Dukungan terhadap pelaksanaan demokrasi tentunya tidak hanya diberikan sebatas dalam perkataan. Yang lebih penting dan menentukan, dukungan harus diberikan dengan sikap dan perilaku positif yang nyata. Sikap dan perilaku yang positif adalah yang memperlihatkan nilai-nilai demokrasi. Sikap dan perilaku seperti itu akan amat menentukan keberhasilan upaya pelaksanaan demokrasi.

Menuntut implementasi demokrasi (Sumber: http: www.solidaritas.net)

     Dengan demikian, kita tidak hanya berharap bahwa demokrasi segera dapat dilaksanakan dan membuahkan hasil, tetapi kita sendiri tidak menunjukkan sikap dan perilaku yang bernilai demokrasi. Namun, bagaimanakah sikap dan perilaku yang menunjukkan nilai-nilai demokrasi itu? Berikut ini beberapa contoh sikap dan perilaku yang menunjukkan nilai-nilai demokrasi, yang harus diambil oleh semua unsur bangsa kita dalam mendukung keberhasilan pelaksanaan demokrasi di negara kita.
  • Bangsa kita adalah bangsa yang terdiri atas bermacam-macam suku, pemeluk agama, kelompok, dan golongan. Terhadap keragaman dan perbedaan ini kita harus bersikap dan bertindak toleran, yakni membiarkan keragaman dan perbedaan tersebut seperti apa adanya, tidak berusaha menyeragamkannya, serta menghargai dan menghormati ciri khas dan tradisi atau kegiatan mereka masing-masing. Sebagai pribadi, kita harus mengambil sikap itu, sementara pemerintah harus mampu menjaga, mewadahi, dan memfasilitasi keragaman dan perbedaan tersebut.
  •  Dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, kita memerlukan wakil dan pemimpin untuk mengelola kehidupan bersama. Penggantian atau pemilihan wakil dan pemimpin harus dilakukan secara berkala, teratur, dan terbatas; artinya, dilakukan setiap periode tertentu (misalnya, lima tahun sekali) serta dihindari adanya wakil dan pemimpin yang terlalu lama menduduki jabatannya (misalnya, lebih dari dua periode atau sepuluh tahun). Semua pihak harus menyadari pentingnya hal itu. Penggantian atau pemilihan itu sendiri juga harus dilakukan melalui proses persaingan yang damai, bebas, jujur, dan adil.
  • Walaupun masing-masing memiliki kepentingan yang berbeda, setiap pribadi, kelompok, dan golongan harus menghindari sikap menutup dan mengucilkan diri. Setiap pribadi, kelompok, dan golongan harus bersedia bersikap terbuka, berkomunikasi, dan bekerja sama dengan pihak lain. Setiap pribadi, kelompok, dan golongan juga harus turut bertanggung jawab terhadap kebaikan dan kemajuan kehidupan bersama dengan aktif mengikuti kegiatan-kegiatan yang sifatnya hubungan antarpribadi, antarkelompok, atau antargolongan.
  • Setiap pribadi, kelompok, dan golongan memiliki aspirasi dan kepentingan yang hendak disampaikan dan diperjuangkan. Aspirasi dan kepentingan harus disampaikan dan diperjuangkan dengan cara dan saluran yang sudah ditentukan. DPR, sebagai lembaga perwakilan rakyat, harus mampu menampung, menyalurkan, dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan yang berkembang di tengah masyarakat. Adapun pemerintah, sebagai penyelenggara negara, dengan sebatas kemampuannya harus berusaha memenuhi aspirasi dan kepentingan tersebut.
  • Setiap warga negara memiliki hak asasi. Hak asasi harus kita gunakan secara bertanggung jawab, yakni digunakan dengan tidak melanggar hak asasi pihak lain, tidak mengganggu ketertiban dan kepentingan umum, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Adapun pemerintah harus dapat memberikan jaminan dan perlindungan terhadap penggunaan hak asasi semua warga negara. Sejauh penggunaan hak asasi itu dilakukan sesuai dengan ketentuan, pemerintah tidak dibenarkan untuk melarang, mengekang, atau membatasinya.
  • Keputusan yang menyangkut kehidupan bersama harus diambil dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan. Pengambilan keputusan lebih dahulu harus dilakukan melalui jalan musyawarah untuk mencapai mufakat. Jika melalui musyawarah terjadi kemacetan, keputusan baru dapat diambil dengan cara pemungutan suara (voting). Keputusan yang sudah disepakati, baik melalui musyawarah maupun pemungutan suara, harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terlibat di dalamnya.
  • Hukum diberlakukan untuk semua pihak dalam upaya menciptakan ketertiban, keamanan, ketenteraman, dan keserasian. Semua pihak harus tunduk dan melaksanakan aturan hukum yang berlaku. Semua pihak, termasuk aparat atau pejabat pemerintah, tidak dibenarkan mempengaruhi atau mengendalikan proses hukum yang sedang berlangsung untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Di sisi lain, para aparat hukum harus bekerja dan memberikan putusan hukum sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku demi kebenaran dan keadilan serta tidak dibenarkan menyalahgunakan hukum dengan dasar dan kepentingan apa pun.
  • Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan bangsa, pemerintah memberlakukan berbagai kebijakan dan melakukan pembangunan. Dalam menyusun kebijakan dan program pembangunan, pemerintah harus memperhatikan dan menyertakan aspirasi dan kepentingan masyarakat luas. Kebijakan yang diberlakukan serta pembangunan yang dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan yang dihadapi masyarakat luas serta hasil-hasilnya juga harus dapat dinikmati secara adil dan merata di seluruh lapisan masyarakat dan daerah.
  • Untuk mewadahi pilihan politik masyarakat, dibutuhkan partai politik. Setiap partai politik harus mampu menyusun program (platform) yang sesuai dengan aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama masyarakat pemilihnya. Setiap partai politik harus dibentuk dan dijalankan dengan tujuan mewadahi aspirasi dan kepentingan masyarakat, bukan demi kepentingan politik semata-mata. Dalam setiap pemilihan umum, semua partai politik harus bersaing merebut simpati dan pilihan masyarakat dengan jujur dan sesuai ketentuan. Adapun partai-partai politik yang menyertakan wakilnya dalam pemerintahan dan lembaga perwakilan rakyat (DPR) harus bekerja dan mengabdi dengan lebih mengutamakan kepentingan masyarakat luas, bukan kepentingan partainya sendiri.


Indonesia sebagai Negara Maritim


Oleh  Akhmad Zamroni

Laut Indonesia (Sumber: wawallpaper.blogspot.com)

Setelah bertahun-tahun kurang terdengar gaungnya, akhir-akhir ini istilah “negara maritim” dan “Indonesia sebagai negara maritim” kembali mencuat dan menjadi topik pembicaraan di mana-mana. Namun, apakah yang sesungguhnya disebut negara maritim? Mengapa negara kita, Indonesia, sering disebut sebagai negara maritim? Apakah Indonesia layak disebut sebagai negara maritim?
Secara harfiah, maritim berarti “berkenaan dengan laut” atau “berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut”. Dengan demikian, negara maritim dapat diartikan sebagai negara yang memiliki banyak laut (laut yang luas), melakukan banyak kegiatan yang terkait dengan laut, dan melakukan pelayaran melalui jalur laut. Memiliki laut yang luas, melakukan aktivitas kelautan, dan melakukan pelayaran merupakan tiga hal yang saling berkaitan. Negara yang memiliki laut yang luas biasanya akan banyak melakukan aktivitas kelautan serta sibuk dengan lalu lintas yang memanfaatkan sarana dan prasarana laut.
Apakah Indonesia termasuk negara yang memiliki kriteria semacam itu? Jawabnya, sangat jelas, Indonesia memenuhi kriteria itu. Wilayah Indonesia tergelar dalam wujud lima pulau berukuran besar, puluhan pulau berukuran sedang, dan ribuan (sekitar 17.000-an) pulau berukuran kecil yang dikelilingi oleh laut yang sangat luas. Sebagian besar wilayah Indonesia (sekitar dua per tiganya) bahkan merupakan laut, dan hanya sebagian kecilnya (sekitar satu per tiga) yang berupa daratan.
Sebagai bangsa yang memiliki laut yang sangat luas, bangsa Indonesia sudah melakukan kegiatan pelayaran sejak berabad-abad silam. Sebagaimana diperlihatkan oleh beberapa kerajaan besar, terutama Sriwijaya dan Majapahit, pada masa silam masyarakat di Nusantara sudah melakukan penjelajahan laut. Pelayaran dan penjelajahan laut dilakukan untuk perluasan kekuasaan, perdagangan, penyebaran agama, dan sebagainya.
Sejak merdeka dan menjadi negara yang berdaulat, Indonesia juga sudah memanfaatkan sumber daya alam laut untuk mendukung kehidupan ekonomi bangsa dan negara. Sudah lebih dari setengah abad terakhir pemerintah Indonesia melakukan pengeboran minyak lepas pantai, ribuan kapal nelayan setiap hari mencari ikan, dan ratusan atau ribuan kapal lainnya setiap hari hilir mudik dari satu pulau ke pulau lainnya untuk mengangkut barang dan penumpang. Laut menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia.
Dapat dikatakan, sebagian besar potensi alam Indonesia berada di laut. Tema “negara maritim” yang akhir-akhir ini sering menjadi wacana pembicaraan masyarakat menjadi pengingat yang bagus agar kita tak lupa bahwa kita adalah negara maritim. Dan langkah pemerintah yang kini banyak mengarahkan kebijakannya ke permasalahan kelautan/kemaritiman menimbulkan harapan besar bahwa pemanfaatan sumber daya laut dapat mengantarkan bangsa dan negara pada kehidupan yang maju, sejahtera, dan jaya.

Mengubah Etnosentrisme menjadi Nasionalisme

Oleh  Akhmad Zamroni

Nasionalisme (Sumber: assets-a2.kompasiana.com)


Primordialisme dan etnosentrisme merupakan dua dari sekian banyak potensi konflik yang dapat muncul akibat keberagaman suku, etnik, penganut agama, golongan, dan sebagainya. Namun, khusus untuk etnosentrisme, apakah paham ini selamanya menjadi potensi konflik yang membawa sifat negatif? Ternyata tidak demikian. Selain memiliki sisi negatif, etnosentrisme juga dapat mempunyai sisi positif. Dalam situasi dan kondisi tertentu, etnosentrisme dapat meningkatkan rasa nasionalisme dan patriotisme. Dengan kata lain, etnosentrisme dapat “dimanipulasi” menjadi nasionalisme dan patriotisme.
Secara hierarkis, etnosentrisme tampaknya justru menjadi cikal bakal lahirnya nasionalisme dan patriotisme. Jika dilihat cara dan urutan pembentukan sifatnya, nasionalisme dan patriotisme boleh jadi merupakan pengembangan lebih lanjut dari etnosentrisme. Bibit-bibit semangat kebangsaan dan cinta tanah air dalam nasionalisme dan patriotisme, sadar atau tidak sadar, merupakan hasil pengembangan dari sifat “menganggap diri lebih baik” yang terkandung dalam etnosentrisme.
Sifat yang terdapat dalam etnosentrisme memang mirip dengan yang ada dalam nasionalisme dan patriotisme. Ketiganya sama-sama cenderung bersifat “bangga akan diri sendiri”. Namun, jika etnosentrisme cenderung berlebihan sehingga menganggap rendah kelompok lain, nasionalisme dan patriotisme relatif proporsional dan terkontrol sehingga lebih santun dan berbudaya.
Konon, tumbuh dan berkembangnya nasionalisme dan patriotisme merupakan hasil akumulasi atau gabungan etnosentrisme yang bermunculan dari kelompok-kelompok suku, ras, golongan, penganut agama, dan sebagainya yang ada dalam sebuah negara. Dengan pola itu, etnosentrisme yang bermunculan mengerucut menjadi nasionalisme dan patriotisme. Oleh karena itu, saat hubungan antarkelompok menegang, etnosentrisme terpicu untuk menghadapi kelompok lain, tetapi saat negara dalam keadaan bahaya, etnosentrisme dari berbagai kelompok muncul membentuk kesatuan baru yang disebut nasionalisme dan patriotisme untuk menghadapi musuh negara.
Hubungan semacam itu menunjukkan bahwa etnosentrisme dapat dimanfaatkan untuk membangun nasionalisme dan patriotisme. Dan memang, etnosentrisme sebaiknya diakomodasi menjadi nasionalisme dan patriotisme. Namun, akomodasi dan pemanfaatannya harus dilakukan secara terkendali dan berbudaya sehingga nasionalisme dan patriotisme yang terbentuk tidak menjelma menjadi chauvinisme.